Ekspor Vanili ke Amerika Serikat Melalui Yogyakarta Makin Meningkat
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Vanili dianggap memiliki prospek yang menjanjikan karena memiliki pasar internasional sehingga berpotensi meningkatkan ekspor komoditas. Budidaya komoditas itu pun terus didorong dengan cara melakukan pembinaan terhadap petani.
Balai Karantina Pertanian Kelas II Yogyakarta, Selasa (5/3/2019), melakukan ekspor vanili berjumlah 5 ton dengan nilai sebesar Rp 26,8 miliar. Dalam tiga bulan terakhir, vanili yang diekspor melalui balai tersebut juga lumayan besar. Pada Desember 2018, jumlahnya 2,4 ton. Pada Januari 2019, jumlah vanili yang diekspor mencapai 1,4 ton, lalu meningkat menjadi 2,2 ton pada Februari.
Negara tujuan utama ekspor komoditas tersebut Amerika Serikat. Pasar ekspor negara lainnya adalah Bulgaria, Jerman, Denmark, Perancis, Belanda, Korea Selatan, Filipina, dan Singapura.
”Ini momen yang sangat bagus. Komoditasnya juga strategis. Harapan kami, ke depan, akan semakin meningkat lagi. Sebab, memang nilai ekonominya sangat tinggi. Vanili harga per kilogramnya sudah mencapai 400 dollar AS atau setara Rp 5 juta-Rp 6 juta,” kata Kepala Pusat Kepatuhan Kerjasama dan Informasi Perkarantinaan (KKIP), Badan Karantina Pertanian, Sujarwanto, di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (5/3).
Sujarwanto mengungkapkan, agar ekspor bisa semakin meningkat, perlu sinergitas antara pemerintah, petani, hingga eksportir guna meningkatkan kualitas dari komoditas tersebut. Hal itu bisa dilakukan berupa pembinaan yang dilakukan terhadap petani agar dapat menghasilkan komoditas perkebunan terbaik yang layak ekspor.
”Kami masih berkonsolidasi dengan seluruh stakeholder yang ada. Mulai dari pemerintah daerah hingga petani. Kami harapkan, ke depan, lebih erat lagi hubungannya. Itu menjadi tugas kita bersama untuk meningkatkan akses ekspor, termasuk swasta (atau eksportir) juga harus ikut bekerja sama,” kata Sujarwanto.
Direktur PT Agri Spice Indonesia, salah satu eksportir dari Klaten, Jawa Tengah, Ahmad Ruslianto menyampaikan, pihaknya berkomitmen meningkatkan kapasitas petani dalam memproses dan memasarkan hasil panen rempah untuk tujuan ekspor. Diharapkan, hal tersebut bisa turut meningkatkan kesejahteraan petani.
”Tujuan utama memang hasil perkebunan bisa diekspor. Akan tetapi, kami juga memperhatikan pembinaan tingkat petani. Kami ingin agar hasil ekspor ini juga dirasakan betul oleh petani,” kata Ahmad.
Sementara itu, Staf Ahli Gubernur DIY Bidang Ekonomi dan Pembangunan Mudhi Rahardjo mengatakan, ekspor komoditas itu nantinya akan semakin dapat dioptimalkan setelah selesainya pembangunan New Yogyakarta International Airport, di Kulon Progo, April mendatang.
”Nanti ada bandara, mari kita manfaatkan. Ini potensinya luar biasa. Kita akan lebih mudah mengekspornya karena perjalanan ke luar negeri bisa langsung dilakukan dari Yogyakarta. Ini membuat pengiriman bisa semakin cepat,” kata Mudhi.
Kepala Balai Pertanian Kelas II Yogyakarta Ina Soelistiyani menyatakan, memang belum semua vanili yang diekspor melalui balai tersebut berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Masih banyak vanili yang didatangkan dari daerah lain, seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur, untuk memenuhi ketentuan volume ekspor.
”Memang belum mencukupi (jumlahnya) untuk DIY. Akan tetapi, dengan adanya nilai jual yang menarik, kami harap petani tertarik untuk menanam komoditas ini. Selain itu, ada potensi ekspor. Dari DIY, kebanyakan komoditas itu ditanam di Kulon Progo, wilayah lereng Bukit Menoreh,” kata Ina.
Kepala Dinas Pertanian DIY Sasongko menyampaikan, kendala dalam meningkatkan budidaya vanili adalah wilayah DIY yang tidak cukup luas. Namun, ia bisa menjalin kerja sama dengan daerah sekitar guna meningkatkan volume ekspor dari budidaya tanaman tersebut.
”Kami masih perlu mendata jumlah petaninya. Luasan lahannya ada berapa dan pasar ekspornya juga seberapa. Sebab, kami juga mengembangkan budidaya tanaman lain, seperti kokoa, kopi, dan gula semut, semuanya juga punya pasar yang kompetitif,” kata Sasongko.