Masa pencarian korban tambang runtuh di Desa Bakan, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, diperpanjang selama tiga hari.
Oleh
HARRY SUSILO/RENY SRI AYU
·3 menit baca
BOLAANG MONGONDOW, KOMPAS – Masa pencarian korban tambang runtuh di Desa Bakan, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, diperpanjang selama tiga hari. Hingga hari ketujuh pencarian atau Senin (4/3/2019), tim pencari gabungan masih kesulitan membongkar reruntuhan bebatuan dan tanah yang menimbun korban di dalam lubang.
Direktur Operasi Badan Pencarian dan Pertolongan (SAR) Nasional Brigadir Jenderal (TNI) Budi Purnama mengatakan, masa pencarian diperpanjang karena hingga tujuh hari setelah peristiwa tim belum berhasil mengevakuasi sisa korban yang tertimbun. Sesuai dengan kesepakatan tim pencari gabungan, waktu pencarian ditambah tiga hari.
“Kita akan all out selama 24 jam sampai tuntas. Nanti tiga hari ke depan kita lihat lagi kalau masih memungkinkan kita teruskan. Sampai betul-betul korban tidak mampu lagi dievakuasi karena kondisi medan di dalam (lubang),” ujar Budi Purnama di depan lokasi tambang runtuh di Desa Bakan, Bolaang Mongondow, Senin (4/3/2019).
Tim pencari gabungan beserta masyarakat berhasil mengevakuasi 28 petambang dan 10 di antaranya meninggal sejak Selasa (26/2/2019) malam hingga Kamis (28/2/2019). Setelah itu evakuasi dihentikan sementara karena alat berat dikerahkan untuk membongkar lubang tambang. Terhitung mulai Senin, evakuasi kembali dilanjutkan.
Berdasarkan pantauan di lokasi, Senin, operasi pencarian dan evakuasi dibantu alat berat untuk mengangkut reruntuhan bebatuan dan tanah yang diduga menimbun korban di dalam lubang. Namun, pergerakan alat berat terbatas karena medan cukup terjal dan kondisi batu yang labil.
Menurut Budi, kendala terbesar dalam pencarian dan evakuasi korban adalah banyaknya bebatuan besar dan labil yang berserak di dalam lubang. Kondisi ini dapat membahayakan tim pencari yang coba memasuki lubang. “Ada batu yang seberat tiga ton dan sudah disingkirkan oleh alat berat. Masih banyak batu yang seperti itu,” ucap Budi.
Banyaknya bebatuan yang runtuh dan kondisi tanah yang labil membuat alat berat harus berkali-kali diganti. Mulai dari alat berat yang berukuran 20 ton kemudian diganti yang berukuran 40 ton dan diganti lagi yang 20 ton. Batuan yang keras dan sulit dipindahkan membuat dua kali kuku pengeruk alat berat tersebut patah.
Petambang ditemukan
Senin (4/3/2019) sore, tim pencari gabungan berhasil menemukan beberapa bagian tubuh jasad petambang yang dimasukkan dalam dua kantong mayat. Belum dapat dipastikan jasad yang tidak utuh tersebut apakah dari orang yang berbeda.
Potongan jenasah tersebut langsung dibawa oleh ambulans ke pos antemortem kepolisian di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kotamobagu untuk keperluan identifikasi yang dilakukan tim identifikasi korban bencana (DVI) Kepolisian Daerah Sulut. Di rumah sakit, sejumlah keluarga korban menunggu untuk mengetahui identitas.
Salah satunya, Nurpina Mokodompit (42), warga Pontodon Timur, Kotamobagu. Dia menunggu kepastian kondisi anaknya, Muhammad Reza Sipasi (19) yang diduga masih tertimbun di dalam lubang. Sejak meminta izin untuk ikut menambang di lokasi tersebut, Reza belum pulang.
“Saya harap anak saya bisa ditemukan, dalam bentuk potongan kaki atau apapun kondisinya. Tetap saya terima karena mau saya makamkan,” ucap Nurpina, saat ditemui di RSUD Kotamobagu, Senin malam.
Lubang tambang emas ilegal di Desa Bakan runtuh pada Selasa (26/2/2019) pukul 21.10 Wita. Tiang dan papan penyangga lubang galian tiba-tiba patah akibat kondisi tanah yang labil. Tanah dan bebatuan yang longsor pun menimbun para petambang. Jumlah petambang yang berada di dalam lubang masih simpang siur, tetapi diperkirakan antara 30 hingga 70 orang.
Untuk operasi ini, tim pencari gabungan berposko di dekat lokasi tambang runtuh sejak hari pertama pencarian. Sejak Minggu (3/3/2019), sejumlah keluarga korban juga ikut menginap di dekat lokasi tambang. Mereka memilih untuk menunggu proses evakuasi selesai.