Pemerintah Berencana Ubah Komitmen Bangun Jaringan
Pemerintah berencana mengubah konsep komitmen pembangunan jaringan telekomunikasi untuk mempercepat pemerataan penetrasi jaringan telekomunikasi.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Guna mempercepat pemerataan penetrasi jaringan telekomunikasi, pemerintah berencana mengubah konsep komitmen pembangunan jaringan telekomunikasi. Jika sebelumnya komitmen pembangunan diajukan operator ke pemerintah, konsepnya akan diubah sebaliknya, dari pemerintah ke operator.
Kepala Seksi Evaluasi Jaringan Telekomunikasi Direktorat Pengendalian Pos dan Informatika Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Iman Sanjaya di Jakarta, Minggu (3/3/2019), mengatakan, pemerintah yang akan mengarahkan pembangunannya. Konsep ”top-down” ini diharapkan mempercepat pemerataan, terutama di daerah pelosok.
Berdasarkan data Kemkominfo, sampai triwulan III-2018, tingkat keterjangkauan sinyal seluler 2G mencapai 86 persen, 3G sebesar 84 persen, dan 4G LTE sekitar 76 persen. Pengukuran ini berdasarkan wilayah kabupaten/kota.
Terkait dengan komitmen pembangunan jaringan telekomunikasi, kata Iman, ada sebagian operator yang tidak menunaikan komitmennya sendiri. Pada tahun 2016, misalnya, terdapat 29 persen dari total 151 penyelenggara jaringan yang tidak melaksanakan komitmen. Pada 2017, persentase operator yang tidak menjalankan komitmen naik menjadi sekitar 42 persen.
Ada beberapa faktor penyebab. Menurut Iman, faktor utamanya adalah kesulitan kas perusahaan dan kebijakan pemerintah daerah. ”Komitmen pembangunan jaringan berlaku lima tahun. Setiap tahun ada evaluasi dari kami,” katanya.
Regulasi di daerah
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Muhammad Arif Angga mengatakan, untuk penggelaran pita lebar, khususnya jaringan tetap, operator jaringan sering terkendala regulasi di pemerintah daerah. Kasus yang kerap dialami oleh penyelenggara jaringan adalah adanya perbedaan peraturan satu pemerintahan daerah dengan lainnya.
Oleh karena itu, data Apjatel menunjukkan, sampai saat ini penetrasi pita lebar jaringan tetap ke rumah tangga secara nasional baru 9 persen. Padahal, sesuai Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2014 tentang Rencana Pita Lebar Indonesia 2014-2019, target penetrasi mencapai 71 persen pada 2019.
”Untuk memenuhi arahan pemerintah untuk pembangunan jaringan tetap, operator biasa melihat dulu potensi ekonomi suatu wilayah. Potensi ekonomi ini menjadi pertimbangan utama,” kata Muhammad.
Secara terpisah, Group Head XL Axiata East Region Mochamad Imam Mualim mengatakan, Nusa Tenggara Timur menjadi bagian dari rencana perluasan jaringan seluler di luar Jawa. Perusahaan melihat Nusa Tenggara Timur memiliki potensi ekonomi menarik, seperti pariwisata. Dengan dukungan layanan telekomunikasi dan digital, potensi ekonomi itu semakin maju. Pelanggan di wilayah itu sekitar 30.000 orang.
Operator biasa melihat dulu potensi ekonomi suatu wilayah. Potensi ekonomi ini menjadi pertimbangan utama.
Saat ini, layanan data seluler XL Axiata telah menjangkau di 21 kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur, antara lain Alor, Ende, dan Kupang. Lebih dari 400 pemancar berdiri di kabupaten/kota tersebut. Sekitar 90 pemancar di antaranya menggunakan teknologi akses seluler 4G LTE.
Sampai akhir 2019, khusus di Nusa Tenggara Timur, XL Axiata akan membangun lebih dari 220 pemancar berteknologi akses seluler 4G LTE. Tujuannya adalah memperkuat layanan data seluler.
Secara nasional, Chief Technology Officer XL Axiata Yessie D Yosetya mengemukakan, pihaknya telah menjalin kesepakatan bisnis baru dengan Huawei. Kesepakatan ini menyangkut penerapan solusi Optical Networking 2.0 milik Huawei yang secara signifikan diklaim mampu menyederhanakan arsitektur jaringan pada konstruksi jaringan berorientasi 5G.