Kegiatan Belajar di Sekolah Darurat Masih Berlanjut
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Hingga Senin (4/3/2019), warga dua desa yang terlibat konflik, yakni Hualoy dan Latu di Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, belum mencapai perundingan damai. Kondisi itu membuat masa depan pendidikan anak-anak yang sekolahnya terbakar akibat konflik itu masih menggantung.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Seram Bagian Barat, Sam Sengaji yang dihubungi dari Ambon menuturkan, kegiatan belajar sebagian berlangsung di balai desa dan sisanya di sekolah lain. ”Kami tidak tahu sampai kapan kondisi ini berakhir. Kami akan berusaha maksimal agar kegiatan tetap berjalan dengan lancar,” kata Sam.
Siswa yang sekolahnya hangus terbakar saat konflik pecah pada 20 Februari pagi lalu itu berjumlah lebih kurang dari 600 orang. Mereka berasal dari SD Negeri 1 Hualoy, SD Negeri 2 Hualoy, SD Negeri Tomalehu, dan SMP Negeri 11 Kairatu. Demi kelancaran kegiatan belajar mengajar serta keselamatan siswa dan guru, mereka lalu diungsikan ke lokasi yang dianggap aman.
Siswa kelas I sampai III pada SD Negeri 1 Hualoy ditambah semua siswa SD Negeri 2 Hualoy serta semua siswa SD Negeri Tumalehu direlokasi ke Balai Desa Hualoy. Adapun siswa kelas IV sampai VI SD Negeri 1 Hualoy menggunakan ruangan SMA Negeri 5 Kairatu dan semua siswa SMP Negeri 11 Kairatu menggunakan gedung SMP Negeri 12 Kairatu.
Sam mengatakan, kebutuhan dasar seperti buku tulis, alat tulis, bangku, dan meja saat itu tercukupi. Meski begitu, di beberapa ruangan yang disekat untuk beberapa kelas, para siswa berdesakan. ”Kalau dibilang ideal, banyak kondisi yang masih jauh dari itu,” ujarnya.
Secara psikologis, banyak anak masih trauma. Desiran peluru, bunyi tembakan, dan dentuman bom masih terbayang di kepala mereka. Mereka khawatir, kondisi serupa terulang lagi. Saat ini, kegiatan belajar mengajar dalam pengawasan aparat keamanan. Konflik yang pecah pada pagi itu terjadi ketika sejumlah anak sedang menuju ke sekolah. ”Tidak ada psikolog. Kami mengadalkan bimbingan dari guru-guru,” ucapnya.
Saat ini pihak sekolah diminta memprioritaskan pelayanan bagi siswa kelas akhir, baik di tingkat SD maupun SMP, yang akan mengikuti ujian nasional. Prioritas dimaksud terutama untuk bimbingan belajar. Pada saat ujian nasional berbasis komputer nanti, mereka akan dititipkan di sekolah terdekat.
Belum ditarik
Kepala Humas Kepolisian Daerah Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat mengatakan, ketegangan di antara warga kedua kampung sudah jauh mereda. Namun, untuk mengantisipasi sejumlah kemungkinan terburuk, pasukan gabungan Polri dan TNI belum ditarik. Pasukan masih menyekat perbatasan kedua desa.
Hingga kini, upaya damai terus dilakukan, termasuk mengajak kedua belah pihak membicarakan hal tersebut dalam sebuah forum. Negosiasi masih terus diupayakan. Aparat juga melakukan pendekatan sekaligus penyisiran untuk mencari senjata api yang masih disimpan warga.
Pekan lalu, ditemukan 42 bom molotov, 44 bom pipa, 2 senjata rakitan, 2 alat pelontar bom, 7 anak panah, 1 peluru standar kaliber 5,56 milimeter, 1 parang, serta 122 liter campuran bensin dan minyak tanah untuk pembuatan bom molotov. Warga juga secara sukarela menyerahkan tujuh pucuk senjata laras panjang rakitan kepada petugas.
”Terkait kesepakatan damai ini terus diupayakan oleh aparat dan pemerintah daerah. Namun, yang paling penting adalah kemauan dari masyarakat itu sendiri. Kami hanya menjembatani,” kata Roem.
Ketua Komnas HAM Provinsi Maluku Benediktus Sarkol berpendapat, penyelesaian konflik dapat tuntas jika penegakan hukum dilakukan dengan tuntas pula. Khususnya pada kasus tersebut, pemicunya adalah penganiayaan terhadap warga Hualoy yang dilakukan oleh warga diduga berasal dari Latu. Warga Hualoy menuntut polisi segera menangkap pelaku, tetapi tidak berhasil hingga saat ini.
Warga kedua desa lalu bersitegang dan saling melempar ancaman hingga terjadi konflik terbuka yang menewaskan satu orang dan melukai beberapa warga lain. ”Selama pelaku penganiayaan itu belum ditangkap, warga belum puas. Ini psikologis orang Maluku. Polisi tentu memahami hal itu,” kata Benediktus.