Empat Bulan Dilepasliarkan, Kukang Albino Mampu Beradaptasi
Tim monitoring dari International Animal Rescue Indonesia melepaskan sabuk pemantauan di leher Alby, seekor kukang sumatera (Nycticebus coucang) albino yang dilepasliarkan di Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan sejak Oktober 2018.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Tim monitoring dari International Animal Rescue Indonesia melepaskan sabuk pemantauan di leher Alby, seekor kukang sumatera albino yang dilepasliarkan di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan sejak Oktober 2018. Alat pemantau satwa liar itu dilepas setelah kukang albino itu dinilai mampu beradaptasi dengan baik.
Alby dalam kondisi prima dengan berat badan dan suhu tubuh normal,” kata Firman Taufik, paramedis dari Internasional Animal Rescue (IAR) Indonesia dalam rilis yang diterima Kompas, Senin (4/3/2019). Tim melepaskan sabuk pemantauan (radiocollar) dari leher Alby sejak Rabu (27/2/2019).
Berdasarkan catatan Kompas, Alby merupakan kukang (Nycticebus coucang) menjadi korban perdagangan di Lampung. Satwa itu disita Balai Konservasi Sumber Daya Alam Lampung saat hendak diperjualbelikan lewat media sosial. Alby ditawarkan Rp 1 juta dalam forum jual beli satwa oleh NA (17) asal Kalianda, Lampung Selatan.
Petugas BKSDA lalu mendatangi rumah NA, Jumat (31/8/2018), untuk menyita satwa liar itu. Di rumah NA, petugas BKSDA hanya bertemu dengan orangtuanya. Petugas memberikan informasi bahwa kukang termasuk dalam daftar satwa dilindungi.
Rosdiawati, orangtua NA, mengatakan, tidak tahu anaknya menjual kukang albino melalui Facebook. Dia juga tidak tahu bahwa kukang adalah satwa dilindungi. Kukang didapat dari pohon rambutan di depan rumahnya lalu dipelihara NA. Rosdiawati lantas menyerahkan kukang kepada petugas BKSDA.
Setelah menjalani perawatan dan pemulihan di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) BKSDA Seksi Wilayah III Bandar Lampung, kukang itu akhirnya dilepasliarkan di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBSS). Kukang masuk dalam daftar satwa terancam punah akibat kerusakan habitat, perburuan, dan perdagangan ilegal.
Manajer Program IAR Indonesia Robithotul Huda menyatakan, kemampuan kukang albino beradaptasi merupakan kabar menggembirakan bagi upaya konservasi dan pelestarian habitat. Terlebih, kukang sumatera itu tergolong unik dan langka.
”Dari hasil pengamatan tim monitoring, Alby telah memenuhi indikator kemampuan untuk bertahan hidup di alam. Hal itu ditunjukkan dengan perilakunya yang sangat bagus. Dia gesit dan aktif sehingga bisa hidup tanpa pantauan lagi,” papar Robithotul.
Pelepasan radiocollar ini menjadi tanda berakhirnya pengamatan terhadap Alby. Namun, untuk mencapai ke tahap itu bukanlah hal mudah. Butuh waktu dan proses yang relatif panjang. Selama sekitar enam bulan setelah dilepasliarkan, tim monitoring di lapangan mengamati perilaku Alby setiap malam. Dibantu perangkat radioreceiver yang menerima sinyal radio dari radiocollar Alby, tim mencari keberadaannya.
”Tim mengamati dan mencatat perkembangan perilaku dan daya jelajah primata nokturnal itu. Hasilnya, ia sudah memiliki daerah jelajah stabil dan pintar memanfaatkan pakan alami. Lebih lanjut, ia juga terpantau bersosialisasi dengan kukang liar, bertahan hidup dengan mencari makan hingga mencari perlindungan di pepohonan,” jelasnya.
Dia menambahkan, kemampuan Alby bertahan hidup di alam juga menjadi indikator keberhasilan pelepasliaran kukang di kawasan hutan TNBBS. Berdasarkan survei dan penilaian habitat, TNBBS merupakan kawasan konservasi ideal untuk pelepasliaran kukang. Sejak 2017, sebanyak 32 ekor kukang sumatera telah dilepasliarkan di TNBBS.
Dia berharap, riset mendalam mengenai keberadaan kukang albino di alam bisa dilakukan. Alasannya, selama ini, belum diketahui secara pasti berapa banyak kukang albino di alam.
”Banyak aspek yang dapat ditelaah secara ilmiah mengenai kukang. Mulai dari aspek ekologi, biologi, perilaku sosial, hingga tingkat ketahanan hidup kukang di alam,” katanya.