Dari Senjata hingga Susu Formula, Sisa-sisa Reruntuhan Kekhalifahan NIIS
Gelombang terakhir pengungsi tiba di pos pemeriksaan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) saat matahari terbenam pada Senin (25/2/2019). Debu menutupi pakaian mereka selama perjalanan keluar dari Baghouz, sebuah desa di tepi Sungai Eufrat, Suriah timur.
Berbalut pakaian hitam dalam warna yang sudah memudar, sekelompok perempuan meringkuk dalam lingkaran di atas tanah yang berbatu dan kering sambil menunggu untuk menerima jatah makanan dari SDF.
Sambil membawa tas di tangannya, seorang anak kecil berjalan dengan susah payah melewati pos pemeriksaan yang ramai untuk mencari ibunya, Wardah. Di belakangnya, seorang perempuan merawat anaknya, sementara perempuan yang lain mengeluarkan sebotol susu untuk bayinya. Ada juga yang terduduk diam, sepertinya shock.
Abeer Mohammad, pengungsi Suriah berusia 35 tahun yang berasal dari Provinsi Aleppo utara, membuka tas kecilnya dan mengeluarkan sebuah kotak plastik kotor yang berisi sejumput susu bubuk. ”Aku tidak membawa apa pun kecuali beberapa pakaian dan susu untuk anakku yang masih kecil,” katanya di antara ketiga anaknya yang duduk di sampingnya.
”Lagi pula, kami tidak punya apa-apa lagi,” katanya lagi.
Tabir hitam yang menutupi wajah perempuan itu membuat sulit untuk membedakannya dari perempuan-perempuan lain.
Perempuan Suriah lainnya dari Aleppo, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan, ”Tidak ada gambar atau kenangan atau apa pun. Kami tidak membawa apa pun selain pakaian.”
Saat ini, kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) berada di ujung kekalahan dalam penguasaan teritorial terakhir di Suriah. Milisi SDF dukungan Amerika Serikat, Minggu (3/3/2019), menyatakan, pihaknya memperkirakan bakal memetik kemenangan atas NIIS setelah bergerak maju perlahan-lahan selama 18 jam untuk menghindari ranjau yang ditanam NIIS di Desa Baghouz, tepi Sungai Eufrat, Suriah timur.
Saat ini kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) berada di ujung kekalahan dalam penguasaan teritorial terakhir di Suriah.
Desa itu merupakan benteng pertahanan terakhir NIIS di Suriah. Dalam pertempuran, Minggu, anggota NIIS mencoba bertahan dengan melancarkan serangan bom mobil dan bom bunuh diri terhadap pasukan SDF.
SDF memperkirakan masih ada beberapa ratus anggota NIIS yang terperangkap di Baghouz dan mencoba perlawanan terakhir. Meski tak lagi menguasai teritorial, NIIS tetap dianggap sebagai ancaman berkat taktik gerilya yang mereka siapkan dalam waktu-waktu mendatang.
Sejak awal Desember
Menurut organisasi Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR) yang berbasis di Inggris, sekitar 50.000 orang—kebanyakan perempuan dan anak-anak—telah keluar dari Baghouz sejak awal Desember. Kelompok-kelompok awal umumnya membawa koper dan selimut besar ketika mereka meninggalkan benteng pertahanan kelompok NIIS itu. Beberapa perempuan mengenakan gelang emas di lengan mereka.
Namun, mereka yang datang belakangan pergi dengan hanya membawa tidak lebih dari ransel kecil. Seorang warga Aleppo, Umm Mohammad (45), duduk di antara sepasang tongkat. Dia terluka enam bulan lalu ketika sebuah granat menghancurkan rumahnya di Al-Shaafa, salah satu benteng terakhir NIIS yang direbut oleh SDF.
”Hari ini, kami membawa pakaian yang bisa dikumpulkan dan membawanya ke sini,” kata Umm Mohammad.
Adapun orang-orang di dekatnya tidak berbicara. Berbeda dengan perempuan yang menanyakan banyak hal kepada pejuang SDF yang ditemuinya atau berteriak untuk meminta makanan dan air, para laki-laki berdiri diam dalam antrean atau duduk diam di tanah. Mereka tidak saling mengobrol atau mengajukan pertanyaan.
”Mustahil bagi para pria untuk meminta apa pun,” ujar Mazloum, pejuang SDF berusia 29 tahun. ”Mereka sudah menyerah."
Khawlah Hama, perempuan Irak berusia 53 tahun, berjalan melewati sekelompok perempuan yang duduk di tanah. Dia menengok ke sana kemari untuk mencari putranya yang berusia 14 tahun. Ia berharap bisa menemukannya di antara para lelaki. ”Dia menjadi sangat takut. Dia baru berusia 14,” ucap Hama.
Ketika ditanya apa yang ditinggalkannya di Baghouz, dia berkata, ”Banyak yang masih di dalam. Ada banyak pejuang dan semua orang siap untuk pergi.”
Pada Senin, SDF mengevakuasi kembali lebih dari 46 truk berisi orang-orang terakhir di wilayah benteng pertahanan terakhir NIIS. Mereka akan bergabung dengan 5.000 laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang dievakuasi pada minggu lalu.
SDF berusaha membersihkan warga sipil dari para anggota milisi tempur NIIS sebelum melancarkan serangan terakhir untuk menghancurkan kelompok militan yang sekarang terjebak di Baghouz itu.
Para wanita tiba berbondong-bondong di titik pemeriksaan yang dikontrol oleh SDF, kelompok milisi dukungan AS, 20 kilometer utara dari Desa Baghouz, dekat perbatasan Irak.
Nawal Kobani, seorang pejuang SDF berusia 18 tahun, menyebutkan, dengan terselubung dari ujung kepala sampai ujung kaki, mereka menyembunyikan senjata di bawah pakaian mereka atau di dalam tas, terselip di antara barang-barang anak-anak mereka.
Senjata, laptop, koin emas, dan susu formula. Barang-barang itulah yang didapati para pejuang SDF dari perempuan yang baru saja keluar dari wilayah reruntuhan ”kekhalifahan” kelompok NIIS.
”Para pria tidak membawa apa-apa. Barang-barang itu hanya kami temukan dari para wanita,” kata pejuang pirang bermata hijau itu kepada kantor berita AFP di pos SDF. (AFP)