Memanggungkan Keberagaman Etnis
Para remaja di Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, yang merupakan daerah perbatasan Indonesia-Malaysia, merayakan keberagaman melalui ekspresi seni. Dengan menarikan tari kolaborasi lintas etnis, mereka menghayati identitas sebagai bangsa dengan beragam suku, agama, dan etnis.
Pertengahan Februari lalu, suasana SMA Negeri 1 Sekayam, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, tampak semarak. Siswa-siswi di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia itu merayakan keberagaman mereka dengan menarikan tari kolaborasi lintas etnis.
Puluhan siswa bersiap memasuki panggung laboratorium Seni Budaya SMAN 1 Sekayam. Mereka mengenakan kostum beragam. Kelompok penari pertama tampil dengan kostum suku Dayak. Kemudian, kelompok berikutnya dengan kostum etnis Tionghoa. Selang beberapa menit, beberapa siswi berpakaian etnis Melayu turut menari di panggung kecil berukuran 10 x 15 meter itu.
Lewat tari-tarian, secara bergantian siswa-siswi SMAN 1 Sekayam memanggungkan kekayaan keberagaman suku dan etnis yang hidup di daerah itu. Selama ini, lebih dari 10 etnis tinggal berdampingan dengan damai di Kabupaten Sanggau. Empat etnis terbesar yang berkembang di sana adalah Dayak, Melayu, Jawa, dan Tionghoa.
”Anak-anak didik kami terdiri dari beraneka ragam suku dan etnis. Mayoritas di antaranya berasal dari suku Dayak, tetapi ada juga anak-anak dari suku lain seperti Melayu, Tionghoa, Jawa, Bugis, dan Madura,” kata Kepala SMAN 1 Sekayam Joko Priyanto, asli Jawa yang sejak 2006 memutuskan merantau ke Kalimantan.
Anak-anak didik kami terdiri dari beragam suku dan etnis. Mayoritas di antaranya berasal dari suku Dayak, tetapi ada juga anak-anak dari suku lain seperti Melayu, Tionghoa, Jawa, Bugis, dan Madura.
Letak SMAN 1 Sekayam sangat strategis karena berdekatan dengan Kecamatan Entikong yang merupakan daerah terluas Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia. Karena itu, penguatan soliditas antarsuku dan etnis menjadi penting dalam memperkuat area perbatasan.
Tahun lalu, SMAN 1 Sekayam lolos mengajukan proposal pengadaan Laboratorium Seni Budaya yang digelar Direktorat Kesenian Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pemerintah akhirnya membangunkan SMA ini Laboratorium Seni Budaya dengan anggaran Rp 750 juta, ditambah dana bantuan dari para wali murid Rp 100 juta.
Di seluruh wilayah Kalimantan Barat, baru ada dua SMA yang memiliki Laboratorium Seni Budaya seperti yang dimiliki SMAN 1 Sekayam. ”Kami senang sekali akhirnya bisa memiliki Laboratorium Seni Budaya dengan fasilitas memadai. Keberadaan laboratorium ini memberikan semangat anak-anak untuk berlatih lebih serius dalam berkesenian. Laboratorium ini bisa dimanfaatkan untuk kegiatan lain di luar SMAN 1 Sekayam,” kata Joko.
Peresmian Laboratorium Seni Budaya sekolah dengan sekitar 700 murid itu digelar dengan menyuguhkan atraksi-atraksi seni oleh para murid berupa tari-tarian kolaborasi lintas etnis, serta teater dan pertunjukan musik Sape khas Dayak. Keberagaman dan pluralitas masyarakat Sanggau menjadi tema-tema utama pertunjukan yang mereka suguhkan.
Sejak tahun 2014, Direktorat Kesenian Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud membangun 60 Laboratorium Seni Budaya di 60 sekolah menengah atas atau kejuruan, termasuk di daerah perbatasan. Ketersediaan ruang ekspresi yang memenuhi standar dasar pertunjukan dibutuhkan siswa-siswi dan komunitas seni di daerah itu.
Pembangunan Laboratorium Seni Budaya yang dilakukan sejak Juni 2014 berlanjut hingga kini dari awalnya 21 laboratorium jadi 60 laboratorium tahun ini. Diharapkan ke depan semua sekolah menengah atas atau kejuruan memiliki laboratorium seni budaya, berdampingan dengan laboratorium bahasa dan ilmu pengetahuan alam yang ada.
Laboratorium Seni Budaya menjadi tempat berekspresi, berkesenian, mengasah bakat serta wawasan bidang seni budaya. Di sana, siswa-siswi bisa berlatih teater, tari, musik, dan memproduksi film karena gedung ini dibangun dengan konsep seperti mini theater.
” Selain dimanfaatkan siswa-siswi sekolah, laboratorium ini juga bisa digunakan komunitas-komunitas seni di sekitar lingkungan sekolah. Dengan standar ruang pertunjukan dan fasilitas panggung jelas, mereka bisa berlatih lebih serius sehingga nantinya siap tampil di panggung pertunjukan berskala lebih besar,” kata Direktur Kesenian Ditjen Kebudayaan Kemdikbud Restu Gunawan saat meresmikan Laboratorium Seni Budaya di SMAN 1 Sekayam, Sabtu (16/2/2019).
Selain di Sekayam yang hanya berjarak beberapa kilometer dari Pos Lintas Batas Entikong dengan Malaysia, Kemdikbud juga membangun Laboratorium Seni Budaya di beberapa area perbatasan, seperti Natuna dan Merauke. ”Melalui seni budaya, anak-anak belajar memperkuat karakter, kerja sama, dan gotong royong untuk menampilkan pertunjukan bersama-sama. Dengan berlatih kesenian, mereka bisa melatih olah rasa,” kata Restu.
Agar semua peralatan di Laboratorium Seni Budaya bisa dimanfaatkan secara optimal, Kemdikbud akan mengirim instruktur untuk melatih pengoperasian peralatan di 60 Laboratorium Seni Budaya yang beroperasi. Tahun 2019 ini, Kemdikbud akan membangun 10 Laboratorium Seni Budaya di beberapa provinsi.
Bersama membangun
Sistem pembangunan Laboratorium Seni Budaya dilakukan dengan berbagi tanggung jawab antara pemerintah pusat dengan pihak sekolah dan masyarakat sekitar. Untuk membangun Laboratorium Seni Budaya, Kemdikbud menyediakan dana Rp 750 juta per sekolah. Sementara pengadaan tanah diupayakan masing-masing sekolah atau pemerintah daerah setempat.
Ukuran standar Laboratorium Seni Budaya 10 x 15 meter dengan daya tampung sekitar 80 orang. Namun, sekolah diperbolehkan membangun laboratorium lebih luas asalkan bersedia menanggung biaya tambahan pembangunan.
Untuk mendapatkan fasilitas bantuan pembangunan Laboratorium Seni Budaya, setiap sekolah bisa mengajukan proposal ke Direktorat Kesenian Ditjen Kebudayaan Kemdikbud.
Saat ini, pemberian fasilitas Laboratorium Seni Budaya diprioritaskan untuk sekolah-sekolah yang mempunyai potensi lebih dalam kegiatan seni budaya maupun perfilman, tetapi amat terbatas untuk bisa mengakses sarana kegiatan seni budaya dan perfilman.
Tak dimungkiri, selama ini pengadaan laboratorium di sekolah-sekolah lebih banyak untuk bidang eksakta, seperti laboratorium kimia, fisika, dan biologi. Sementara keberadaan laboratorium seni budaya nyaris terabaikan meski di sekolah-sekolah banyak bermunculan bakat unggul bidang seni budaya.