JAKARTA, KOMPAS—Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Provinsi Jawa Barat membatasi waktu menyiarkan beberapa lagu asing di lembaga penyiaran, baik dalam bentuk lagu maupun video klip memang sesuai wewenang. Namun keputusan tersebut dinilai kurang tepat.
Sebagaimana ramai diberitakan, pada 18 Februari 2019 lalu, KPID Jabar telah mengeluarkan surat edaran No. 480/215/IS/KPID-JABAR/II/2019 tentang pembatasan waktu menyiarkan beberapa lagu asing di lembaga penyiaran, dalam bentuk lagu maupun video klip, di seluruh wilayah Jawa Barat. Surat edaran itu selaras dengan dengan aturan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.
Namun, menurut Koordinator Sahabat untuk Informasi dan Komunikasi yang Adil (Sika) Bayu Wardhana, Sabtu (2/3/2019), di Jakarta, menilai, penggunaan wewenang pembatasan oleh KPID Jabar itu kurang tepat.
“Pertama, kenapa hanya lagu Barat? Padahal lagu Indonesia juga banyak yang bermuatan dewasa atau seks/cabul. Kedua, KPID perlu menjelaskan apa batasan lirik bermuatan seks atau cabul karena persepsi cabul bisa berbeda-beda. Ketiga, KPID Jabar cukup memberi peringatan jika ada stasiun radio atau televisi yang melanggar P3SPS tanpa harus membuat daftar larangan yang rigid, serahkan pada kebijakan masing-masing stasiun radio atau televisi,” ucapnya.
KPID perlu menjelaskan apa batasan lirik bermuatan seks atau cabul karena persepsi cabul bisa berbeda-beda.
Menurut Bayu, pada kenyataannya, publik cenderung sinis dengan kebijakan KPID Jabar ini. Sebab, sebenarnya banyak hal-hal yang lebih mendesak yang bisa diatur oleh KPID tapi tidak dilakukan.
Satu hal yang tak pernah ditangani oleh KPID adalah persoalan tentang ketentuan stasiun siaran berjaringan dan kepemilikan lokal seperti yang diatur Undang-Undang Penyiaran. Di Jawa Barat, stasiun radio dan televisi lokal tidak mampu bersaing dengan stasiun radio dan televisi dari Jakarta karena iklimnya tidak kompetitif . Hal itu seharusnya diatur dan dilindungi KPID.
“Karena tak terurusnya stasiun radio dan televisi lokal, maka banyak nilai-nilai lokal yang akhirnya tergerus oleh budaya Jakarta yang terus menerus dipertontonkan dan diperdengarkan,” tambahnya.
Terlepas dari kebijakan KPID Jabar mengeluarkan surat edaran, banyak KPID di provinsi lain jarang memanfaatkan wewenangnya. Padahal, tiap daerah semestinya punya kebijakan penyiaran sendiri demi prinsip keberagaman isi siaran.
Sebaliknya, otonomi wewenang mengatur penyiaran daerah ini rencananya malah akan dihapus DPR di draft RUU Penyiaran yang baru. “KPID akan dihapus dan hanya ada KPI Pusat. Ini sangat disayangkan, mengingat Indonesia itu punya keberagaman yang tinggi,” papar Bayu.
Tak bisa intervensi
Menanggapi sikap KPID Jabar, Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis mengatakan, surat edaran yang dikeluarkan oleh KPID Jabar merupakan kebijakan internal yang tidak dapat diintervensi KPI Pusat apalagi hal itu menyangkut kearifan lokal yang ada di daerahnya. “Setiap KPID berhak mengeluarkan surat edaran dan hal itu sudah sesuai dengan aturan yang ada di Undang-undang Penyiaran dan P3SPS KPI,” ujarnya.
Dalam P3SPS sendiri sudah diatur secara rinci tentang konten siaran yang memiliki muatan seks. Khusus untuk lirik lagu dan video klip, P3SPS tegas melarangnya. Pada pasal 20 ayat (1) SPS KPI 2012 menyebut, program siaran dilarang b erisi lagu dan/ atau video klip yang menampilkan judul dan atau lirik bermuatan seks, cabul, dan atau mengesankan aktivitas seks.
Yuliandre menjelaskan, beberapa tahun lalu beberapa KPID bahkan mengeluarkan larangan diputarnya lagu-lagu yang memiliki lirik bermuatan seks, di lembaga penyiaran yang ada di provinsinya masing-masing. “KPID NTB dan Jawa Tengah, pernah mengeluarkan larangan serupa,” ujarnya.
Kebijakan pembatasan atas disiarkannya lagu-lagu yang memiliki muatan dewasa ini didasari atas hasil pemantauan KPID Jawa Barat ini di radio yang bersiaran di provinsinya. Pembatasan ini menurut Yuliandre adalah bagian dari usaha KPI untuk memantaskan konten siaran sesuai dengan peruntukannya. Surat edaran itu bukan melarang tetapi membatasi siaran dan dapat mengudara pada waktu diperbolehkannya program siaran dengan klasifikasi D (Dewasa), yakni pukul 22.00-03.00.