Hari Paling Dinanti Anak-anak di Muara Sungai Cisadane
Oleh
Andy Riza Hidayat
·3 menit baca
Hari Jumat (1/3/2019) siang adalah hari yang dinanti anak-anak muara Sungai Cisadane. Saat itu akan ada ”mobil pintar” menyambangi kampung mereka. Pengetahuan anak-anak itu bertambah, ruang bermain bertambah.
Beranda Kantor Kepala Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten, penuh sesak, Jumat (1/3/2019). Puluhan ibu-ibu beserta si buah hati berselonjoran di atas tikar yang digelar di ruangan 8 x 10 meter itu. Mereka sedang menunggu ”mobil pintar”: mobil berisi buku-buku, alat musik, dan sejumlah sukarelawan yang akan mengajak anak-anak itu bermain.
Berselang 10 menit, dua mobil berwarna merah itu datang juga. Anak-anak yang tadinya duduk di pangkuan ibunya, langsung menyerbu mobil tersebut. ”Sabar, ya, kami keluarkan dulu bukunya,” kata sukarelawan. Aktivitas belajar dimulai dengan tepuk semangat. Dua sukarelawan memimpin di baris depan. ”Tepuk semangat!” ucap sukarelawan. ”Se... ma... ngat…,’ teriak anak-anak itu sambil berjoget.
Selesai berjoget, anak-anak itu mewarnai kertas putih berisi pola gambar. Nurul Husna (6), dibantu ibunya, Sina (45), sedang mewarnai pesawat terbang. ”Sejak ikut ngumpul mobil pintar, Husna jadi senang menggambar di rumah,” kata Sina. Ketika ditanya, Husna senang menggambar rumah bertingkat. ”Mau rumah baru,” kata Husna yang berambut pirang ini.
Husna bersama ibunya tinggal di RT 006 RW 011. Jarak rumah dari pinggir Sungai Cisadane hanya 10 meter. Tak ada turap yang membatasi arus sungai dari rumah mereka. Jika hujan lebat di hulu, rumah Husna yang terbuat dari kayu itu kebanjiran. Beberapa kali Husna pernah bertanya tentang rumah mereka yang sering terendam banjir. Apa daya, ayahnya hanya penjual kembang gula. Tabungan mereka belum cukup untuk membeli rumah idaman.
Desa Tanjung Burung merupakan kawasan bagian hilir Sungai Cisadane. Sungai sepanjang 126 kilometer ini mengalir dari Gunung Pangrango dan Salak melalui Kota dan Kabupaten Tangerang, sebelum akhirnya berlabuh di kampung mereka. Air sungai berwarna coklat disertai sampai plastik yang hanyut terbawa arus.
”Saya dan ibu-ibu lain melarang anak-anak main di sungai, nyemplung bisa gawat. Bagusnya, dengan pertemuan ini, anak-anak bisa bermain sambil belajar,” kata Sina.
Di samping Husna, Cika (5), sedang menikmati makanan ringan. Anak-anak yang selesai menggambar akan dibagikan makanan ringan serta segelas kolak. ”Cika ini ngotot banget kalau udah mau hari Jumat. ’Ma, jam berapa, ayo ke mobil pintar,’” kata Sri (35), menggambarkan kengototan Cika.
Sri merasa terbantu dengan adanya mobil pintar ini. Paling tidak, belajar sekali seminggu bisa membantu Cika sebelum masuk SD. Cika sudah lancar menyebutkan angka dari 1-13, setelah itu hitungannya langsung loncat ke angka 20. ”Dia maunya langsung SD, dimasukkin TK mau,” kata Sri.
Mobil pintar di desa ini ada di dua titik: kantor kepala desa dan kebun jati, di Kampung Tanjung Burung Beting. Di kampung ini, mobil pintar berdiri di sebuah areal sisa luapan Sungai Cisadane. Tanahnya lunak dan bercampur lumpur.
Keberadaan program mobil pintar yang diinisiasi Yayasan Pondok Kasih ini sudah bergulir sejak November 2018. Koordinator Pendidikan Yayasan Pondok Kasih, Sihar Lubis, bercerita, awalnya mereka masuk ke masyarakat melalui program pembuatan akta kelahiran anak. Sedikitnya ada sekitar 300 anak yang mengurus akta kelahiran. ”Berangkat dari situ, kami memutuskan untuk membuat program mobil pintar,” kata Sihar.
Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah belajar sambil bermain. Di samping itu, melalui berbagai macam gim, anak-anak diajar untuk menghargai sesama. Ketika ada anak yang bercerita, anak lain disuruh untuk memperhatikan.
Kehadiran mobil pintar ini menjadi oase di tengah ruang bermain yang terbatas. Pada hari-hari biasa, anak-anak yang rumahnya di pinggir sungai memilih bermain di dalam rumah. Sebab, pinggir Sungai Cisadane bukanlah tempat bermain, melainkan tempat tersangkutnya sampah kiriman dari hulu. (INSAN ALFAJRI).