JAKARTA, KOMPAS — Pembahasan tentang perluasan penerima subsidi perumahan perlu lebih detail. Tidak hanya mengenai batasan penghasilan penerima subsidi, tetapi juga menyangkut harga rumah dan tipe rumah yang bisa dibeli.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Jumat (1/3/2019), menyampaikan, batasan penghasilan pembeli rumah subsidi dari Rp 4 juta menjadi Rp 8 juta hanya untuk rumah tapak bersubsidi.
Pemerintah belum menentukan hal lain, seperti batasan penghasilan untuk pembeli rumah susun sederhana milik yang saat ini Rp 7 juta per bulan.
”Untuk batas penghasilan dari maksimal Rp 4 juta menjadi Rp 8 juta sudah disepakati. Akan tetapi, yang lain, seperti subsidi bantuan uang muka (SBUM), jumlah kredit maksimum yang bisa diambil, dan lalu ukuran rumah perlu dibahas lebih detail lagi,” kata Basuki.
Kriteria yang sudah dibicarakan dan disepakati terkait penerima subsidi perumahan dari kalangan aparatur sipil negara (ASN) serta anggota TNI dan Polri. Selain batasan penghasilan dinaikkan menjadi Rp 8 juta, ukuran rumah yang bisa dibeli dinaikkan dari maksimal 36 meter persegi menjadi 72 meter persegi. Selain itu, lanjut Basuki, jumlah kredit pemilikan rumah (KPR) yang bisa diambil ASN serta anggota TNI dan Polri maksimal Rp 300 juta. Dengan demikian, mereka bisa merenovasi rumah.
Akan tetapi, menurut dia, pemerintah tidak hanya memikirkan skema pembiayaan bagi ASN serta anggota TNI dan Polri. Sebab, perluasan penerima subsidi perumahan juga ditujukan bagi masyarakat umum atau masyarakat berpenghasilan rendah.
Basuki memastikan, pekan ini pembahasan terkait detail perluasan subsidi perumahan bisa tuntas. Setelah itu, hasilnya dilaporkan kepada Wakil Presiden agar dibuat regulasi untuk memayunginya.
Regulasi yang mengatur batasan penghasilan masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi adalah Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 552/KPTS/M/2016. Selain itu, akan direvisi juga Peraturan Menteri PUPR Nomor 26/PRT/M/2016 tentang Kemudahan dan Bantuan Perolehan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Totok Lusida mengatakan, salah satu topik pembahasan REI dengan pemerintah adalah mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selama ini, rumah subsidi tidak dikenai PPN, sementara REI mengusulkan PPN hanya dikenakan sebagian.
”Regulasi hanya bisa mengakomodasi bebas PPN atau dikenai PPN. Kemudian, disepakati rumah yang dibeli dibebaskan dari PPN,” kata Totok.
Beberapa hal yang diusulkan untuk skema pembiayaan perumahan bagi ASN serta anggota TNI dan Polri adalah harga jual rumah tidak diatur, kriteria penerima manfaat bukan berdasarkan gaji pokok tetapi penghasilan, serta peruntukan subsidi bisa digunakan untuk pembelian rumah maupun pembangunan rumah di atas tanah dengan kepemilikan yang sah.
Air bersih
Dalam temu media, Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Danis H Sumadilaga mengatakan, pemerintah memiliki pekerjaan rumah yang besar untuk menuntaskan cakupan air bersih hingga 100 persen, mengatasi kawasan kumuh di perkotaan sampai 0 persen, dan akses sanitasi sampai 100 persen. Saat ini, cakupan air bersih bagi masyarakat baru mencapai 72 persen dan akses sanitasi yang layak baru dinikmati sekitar 70 persen masyarakat.
Menurut Danis, salah satu hambatan dalam pelaksanaan program tersebut adalah dana. Setiap tahun, rata-rata pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 3 triliun untuk program sanitasi, kawasan kumuh, dan penyediaan air bersih.
Namun, jumlah masih jauh dari cukup. Ia mencontohkan, penyediaan air minum hingga tuntas diperkirakan memerlukan dana hingga Rp 250 triliun.
Pemenuhan air bersih melalui perpipaan, lanjut Danis, mendesak dilakukan karena pada 2030 sekitar 60 persen penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan. Tahun ini, pemerintah mengalokasikan sekitar Rp 3,5 triliun untuk program terkait sanitasi, air bersih, dan pengentasan kawasan kumuh.
”Perlu dukungan dunia usaha agar kita bisa lebih besar mengakumulasi investasi agar peningkatannya signifikan, misalkan pendanaan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Kalau bicara akses air bersih dan sanitasi, sebenarnya mengarah pada peningkatan kesehatan masyarakat,” kata Danis.