Harga di Petani Tertekan
JAKARTA, KOMPAS
Penurunan harga pada kelompok bahan makanan mendorong deflasi. Bahan makanan deflasi 1,11 persen, yang memberikan andil atau sumbangan 0,24 persen terhadap deflasi.
Pada Februari 2019, tercatat deflasi 0,08 persen. Kondisi ini berbalik dari Februari 2017 yang inflasi 0,23 persen dan Februari 2018 yang inflasi 0,17 persen.
Deflasi ini merupakan imbas harga di tingkat produsen pangan, yaitu petani, yang tertekan. Seiring deflasi kelompok bahan makanan di tingkat konsumen, nilai tukar petani (NTP) turun 0,37 persen pada Februari 2019 dibandingkan Januari 2019.
Penurunan NTP terjadi akibat penyusutan harga yang diterima petani -sebesar 0,53 persen- yang lebih besar dari harga yang dibayarkan petani.
Secara spesifik, NTP subsektor tanaman pangan, misalnya padi dan jagung, turun 0,8 persen. Penurunan tertinggi dialami NTP subsektor hortikultura -antara lain hortikultura dan bawang- yakni 1,47 persen.
”Penurunan harga sudah terjadi di tingkat petani. Perlu ada rencana aksi untuk menjaga harga di tingkat petani yang tercermin dalam indikator nilai tukar petani,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Yunita Rusanti yang ditemui seusai konferensi pers di Jakarta, Jumat (1/3/2019).
Komoditas yang harganya turun pada Februari 2019 antara lain daging ayam ras, cabai merah, telur ayam ras, bawang merah, dan ikan segar.
Harga gabah juga turun. Pada Februari 2019, harga gabah kering panen di tingkat petani turun 4,46 persen menjadi Rp 5.114 per kilogram (kg). Harga beras medium di tingkat penggilingan turun 1,04 persen menjadi Rp 9.800 per kg.
Secara terpisah, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memperkirakan, inflasi Indonesia pada akhir 2019 akan lebih rendah dari 3,5 persen. Hal ini sejalan dengan hasil survei pemantauan harga Bank Indonesia, yakni harga barang dan jasa terkendali.
BI menargetkan inflasi tahun ini 2,5-4,5 persen. Adapun pemerintah menargetkan inflasi 3,5 persen dalam APBN 2019.
“Koordinasi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BI sukses mengendalikan harga. Selain kelompok barang yang harganya diatur pemerintah, harga semua komoditas yang mudah bergejolak, khususnya daging ayam, cabai merah, telur, dan bawang terkendali,” ujar Perry di Jakarta, Jumat.
Inflasi Januari-Februari 2019 sebesar 0,24 persen.
Kondisi pasar
Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Benny Soetrisno, yang dimintai tanggapan perihal deflasi pada Februari 2019 menyampaikan, kondisi ini tidak menggambarkan kondisi penurunan permintaan di pasar. Hal itu antara lain terlihat dari aktivitas industri manufaktur yang berjalan kontinyu.
Menurut Benny, deflasi terjadi karena pasokan bahan makanan melebihi permintaan.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, kondisi pasar pada Februari justru membaik. Hal ini tercermin dari kenaikan penjualan.
"Banyak yang menaikkan harga di Januari, namun berlaku 1-2 bulan kemudian. Maka tercermin ada inflasi pada makanan dan minuman," katanya.
Sementara, Peneliti dari Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Latif Adam, berpendapat, tekanan harga di tingkat produsen mencerminkan titik kronis kondisi deflasi ada di tingkat petani. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. ”Kondisi deflasi akibat tekanan harga di tingkat petani menjadi disintensif bagi petani. Hal ini membuat kegiatan pertanian bisa ditinggalkan,” katanya. (JUD/DIM/CAS)