JAKARTA, KOMPAS — Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia mengapresiasi rencana Pemerintah Indonesia untuk membantu pembangunan kembali masjid di kota Marawi, Filipina, yang hancur karena konflik berkepanjangan. Langkah itu dinilai sangat relevan dengan semangat solidaritas ASEAN, baik dalam hubungan antarpemerintah maupun antarmasyarakat.
”Insya Allah Dewan Masjid Indonesia (DMI) yang selama ini sudah bekerja sama dengan pihak-pihak terkait, seperti Baznas, PKPU, dan Human Initiative, akan mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka memperkuat solidaritas bangsa Asia Tenggara,” kata Ketua Pimpinan Pusat DMI M Natsir Zubaidi dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (2/3/2019).
Natsir melanjutkan, DMI juga bersyukur bahwa pemerintahan transisi Moro sudah mulai berjalan dengan pengesahan pelaksanaan Undang-Undang Plebisit Bangsa Moro dan pengambilan sumpah pejabat pemerintah transisi di Istana Malacanang, Manila, Filipina, Jumat (22/2/2019). Hal itu diharapkan akan mempermudah jalur masuk Indonesia untuk membuka kerja sama dengan umat Islam di wilayah tersebut.
Natsir menambahkan, Pimpinan Pusat DMI sudah memprogramkan silaturahmi masjid ASEAN yang menurut rencana akan diadakan di Jakarta seusai Pemilu 2019. Acara itu juga dalam rangka memperkuat hubungan masyarakat ASEAN dengan komunitas masjid Asia Tenggara.
”Dalam rangka persiapan silaturahmi masjid dan membangun komunitas masjid Asia Tenggara, kami sudah mengadakan diskusi grup terpusat (FGD) bersama Kementerian Luar Negeri, Balitbang Kementerian Agama, dan Baznas. DMI juga sudah mengunjungi komunitas masjid-masjid di Bangkok dan Songkhla, Thailand selatan,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam acara penutupan Musyawarah Nasional Nahdlatul Ulama di Banjar, Jawa Barat, Jumat (1/3/2019), menyatakan, pemerintah akan membantu pembangunan kembali masjid yang hancur di kota Marawi akibat perang antara Pemerintah Filipina dan pemberontak Moro. Presiden Joko Widodo, kata Wapres Kalla, sudah menyetujui rencana itu.
”Ini sangat penting sebagai tanda bahwa Indonesia selalu berperan baik untuk bangsa-bangsa tersebut,” kata Wapres. Dalam kesempatan itu, Wapres Kalla menyinggung pula konflik keagamaan yang mendera negara ASEAN lainnya, seperti Thailand selatan dan Myanmar.
Ketidakadilan
Kalla menuturkan, konflik di sejumlah negara Islam atau konflik keagamaan di negara kawasan umumnya terjadi akibat ketidakadilan terhadap kelompok masyarakat tertentu. Akhirnya muncul peperangan satu sama lain.
Wapres merujuk pada konflik yang pernah terjadi di Indonesia, seperti pemberontakan DI/TII dan PRRI/Permesta. Pemberontakan DI/TII pecah akibat kelompok itu merasakan ketidakadilan, yakni tidak mendapatkan peran penting dalam pemerintahan, padahal mereka ikut berjuang. Sementara itu, perlawanan PRRI/Permesta pecah karena kelompok itu merasa pembangunan hanya terpusat di Jawa, sedangkan di daerah terabaikan.
”Sebelumnya banyak konflik (di Indonesia), tetapi kita sudah selesaikan dengan damai. Itu menjadi pelajaran untuk kita semua. Semua masalah intinya adalah keadilan. Oleh sebab itu, kita semua berjuang bagaimana meningkatkan kedaulatan dan keadilan,” ujarnya. (YOLA SASTRA)