Perbankan Waspadai Potensi Persaingan dengan Perusahaan Teknologi Finansial
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri perbankan mewaspadai potensi persaingan penyaluran kredit dengan perusahaan teknologi finansial pembiayaan. Persaingan dapat terjadi karena perusahaan teknologi finansial menyasar segmentasi calon nasabah yang juga menjadi target bank.
Executive Vice President Retail Payment Division PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Arif Wicaksono saat ditemui di Jakarta, Jumat (1/3/2019), mengatakan, BRI lambat laun akan terpengaruh oleh keberadaan perusahaan teknologi finansial (tekfin) peer to peer (P2P) lending atau pembiayaan berbasis teknologi informasi.
BRI adalah bank yang fokus menyalurkan kredit ke segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pada akhir 2018, BRI menyalurkan kredit UMKM Rp 645,7 triliun atau 76,5 persen dari total kredit.
Pada akhir 2018, BRI menyalurkan kredit UMKM Rp 645,7 triliun atau 76,5 persen dari total kredit.
”Kami pasti terpengaruh, tetapi belum dirasakan sekarang. Oleh karena itu, kami mengantisipasinya dengan membuat produk serupa yang ditawarkan perusahaan financial technology (fintech),” kata Arif.
Pada Februari 2019, BRI melalui anak perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk (BRI Agro) meluncurkan aplikasi Pinang (Pinjaman Tenang). Aplikasi tersebut merupakan produk peminjaman digital yang dapat disalurkan dalam waktu sekitar 10 menit.
Prinsip penyaluran kredit dalam waktu cepat melalui aplikasi digital telah diterapkan lebih dulu oleh perusahaan tekfin pembiayaan. Namun, menurut Arif, perbankan masih lebih unggul dari segi keamanan dan kepercayaan konsumen.
Secara terpisah, Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) Agus Mulyana menyampaikan, keberadaan perusahaan tekfin pembiayaan belum memberikan dampak yang signifikan terhadap penyaluran kredit bank.
”Penyaluran kredit oleh perusahaan P2P lending lebih menyasar kepada segmen yang belum tergarap secara optimal oleh perbankan. Segmen belum tergarap karena terkendala syarat administrasi ataupun masalah kelayakan lainnya,” ujar Agus.
Dalam Laporan Keuangan Konsolidasian per 30 September 2018, jumlah realisasi penyaluran kredit Bank BJB Rp 74,57 triliun atau tumbuh 4,9 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.
Agus melanjutkan, Bank BJB juga mengantisipasi kemungkinan persaingan dengan meningkatkan daya saing produk dan pelayanan agar kepercayaan nasabah terjaga. Bank BJB turut meluncurkan produk berbasis digital, misalnya permintaan kredit kini dapat diajukan secara daring.
Bank BJB juga mengantisipasi kemungkinan persaingan dengan meningkatkan daya saing produk dan pelayanan agar kepercayaan nasabah terjaga.
Namun, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja, beberapa waktu lalu, menyampaikan, sejumlah bank besar kemungkinan tidak akan bersaing dengan perusahaan tekfin pembiayaan. Hal ini karena bank besar mayoritas menyalurkan kredit untuk segmentasi nasabah yang lebih besar, yaitu korporasi.
Keniscayaan
Arif melanjutkan, keberadaan perusahaan tekfin merupakan suatu keniscayaan. Keberadaan perusahaan tekfin didukung oleh masih besarnya cakupan pangsa pasar yang belum terjamah layanan jasa keuangan.
”Perusahaan tekfin menjadi pelengkap dari industri jasa keuangan. Kami memandang mereka sebagai pesaing dan mitra. Apalagi, kami sama-sama ingin mendorong agar Indonesia menjadi cashless society,” kata Arif.
”Perusahaan tekfin menjadi pelengkap dari industri jasa keuangan. Kami memandang mereka sebagai pesaing dan mitra,” kata Arif.
Agus sepakat, keberadaan perusahaan tekfin tidak bisa dihindari seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat. Perusahaan tekfin dapat menawarkan diversifikasi produk pinjaman, khususnya bagi konsumen di segmen mikro.