Kawasan Ekonomi Bengkulu Tingkatkan Peluang Ekspor
Oleh
Karina Isna Irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Provinsi Bengkulu diyakini mampu meningkatkan geliat ekonomi daerah. Mobilitas perdagangan akan lebih lancar sehingga peluang ekspor komoditas unggulan terbuka.
Meski demikian, pembangunan KEK memerlukan dukungan dari aspek komitmen pemerintah daerah, kesiapan infrastruktur, dan ketersediaan tenaga kerja. Hal ini mengemuka dalam diskusi Teras Kita tentang investasi Bengkulu 2019 bertema KEK Pulau Baai Bengkulu Sebagai Penggerak Ekonomi Kawasan Barat Pulau Sumatera, yang diselenggarakan Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) dan Harian KOMPAS di Jakarta, Jumat (1/3/2019).
Hadir sebagai pembicara kunci, yaitu Sekretaris Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus Enoh Suharto Pranoto, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Kepala Bank Indonesia (BI) Bengkulu Endang Kurniawan Saputra, Direktur Operasi PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Prasetyadi, dan Rektor Universitas Bengkulu Ridwan Nurazi.
Enoh menuturkan, pembangunan KEK diprioritaskan untuk wilayah luar Jawa. Tujuannya mengatasi persoalan ketimpangan antarwilayah karena sekitar 58 persen perekonomian nasional masih terkonsentrasi di Jawa. Sejauh ini pemerintah sudah menetapkan 12 KEK dengan rincian 6 KEK sudah beroperasi dan 6 KEK sedang dibangun.
Berdasarkan data Dewan Nasional KEK per Januari 2019, total komitmen investasi di 12 KEK tersebut mencapai Rp 104,76 triliun. Komitmen investasi terbesar di KEK Galang Batang Rp 36,25 triliun, KEK Mandalika Rp 19,89 triliun, dan KEK Tanjung Api-api Rp 13,42 triliun. Adapun realisasi tenaga kerja di semua KEK sebesar 10.700 orang.
Dari 12 KEK yang ditetapkan pemerintah, lanjut Enoh, ada 5 KEK yang terletak di wilayah Pulau Sumatera. Namun, kelima KEK tersebut masih terpusat di bagian timur. “KEK perlu ada di bagian barat Pulau Sumatera. Untuk itu, butuh kajian lebih lanjut termasuk komitmen pemerintah daerah dan usulan industri atau komoditas unggulan,” kata Enoh.
Salah satu KEK yang diusulkan ada di barat Pulau Sumatera adalah kawasan Pulau Baai Bengkulu. Menurut Enoh, kawasan Pulau Baai Bengkulu dapat diusulkan masuk KEK prioritas pemerintah karena lokasinya cukup strategis. Namun, pemerintah daerah masih harus menentukan industri atau komoditas yang akan menjadi prioritas ekspor.
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengatakan, Bengkulu memiliki enam komoditas unggulan, yaitu kopi, batubara, minyak sawit, karet, perikanan, dan panas bumi. Peluang ekspor keenam komoditas unggulan itu cukup besar karena lokasi geografis Bengkulu yang strategis, yakni berbatasan dengan empat provinsi besar di barat Sumatera dan menghadap Samudera Hindia.
“Kawasan Pulau Baai bisa menjadi gerbang ekspor ke Afrika dan India. Saat ini sudah ada 6-7 investor yang masuk untuk mengembangkan KEK Pulau Baai,” ujar Rohidin.
Investasi di kawasan Pulau Baai, kata Rohidin, antara lain pembangkit tenaga listrik 2 x 100 megawatt, pengepakan Semen Padang termasuk industri kawasan pergudangan, pembangunan terminal cair seluas 40 hektar - 50 hektar, dan instalasi karantina hewan. Untuk kemudahan berusaha, pemerintah sudah menerapkan sistem perizinan terintegrasi berbasis daring (Online System Submission/OSS).
Dampakekonomi
Kepala BI Bengkulu Endang Kurniawan Saputra mengatakan, dampak ekonomi yang ditimbulkan jika kawasan Pulai Baai ditetapkan sebagai KEK cukup besar. Dari penelitian BI, perekonomian Bengkulu bisa tumbuh 0,67 persen dalam 2-3 tahun ke depan. Pertumbuhan ekonomi Bengkulu tahun 2018 sebesar 4,99 persen. Akselerasi pertumbuhan ekonomi terjadi karena mobilitas perdagangan semakin besar.
“Arus ekspor-impor barang ke empat provinsi di sekitar Bengkulu akan melalui kawasan Pulau Baai,” kata Endang.
Pintu masuk ekspor nasional juga semakin terbuka karena kawasan Pulau Baai Bengkulu dinilai strategis sebagai alur perdagangan internasional, antara lain dari dan ke India, Srilanka, Afrika Barat, dan Timur Tengah. Biaya logistik untuk ekspor akan lebih efisien karena lokasi pengiriman lebih dekat ketimbang dari Pulau Jawa.
Menurut Endang, pembangunan KEK secara bertahap akan mengubah struktur perekonomian nasional yang selama ini terkonsentrasi di Jawa. Pusat-pusat ekonomi di luar Jawa akan mendorong migrasi tenaga kerja terampil sehingga menggeliatkan ekonomi daerah.
“Bengkulu ini sangat kecil dan seringkali tidak dilirik, padahal sangat prospektif,” kata Endang.
Direktur Operasi PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Prasetyadi menambahkan, selama ini sebagian besar barang-barang ekspor asal Bengkulu dilakukan dari Lampung, seperti kopi dan karet. Kondisi tersebut mengakibatkan sumbangan ekspor terhadap pendapatan asli daerah relatif kecil. Harapannya, penetapan KEK Pulau Baai bisa mengatasi persoalan tersebut karena kawasan industri terletak dekat pelabuhan.
Menurut Rektor Universitas Bengkulu Ridwan Nurazi, penetapan KEK mesti dibarengi studi kelayakan (feasibility study) dan analisis dampak lingkungan yang komprehensif. Hal itu diperlukan agar risiko akibat konflik sosial atau bencana alam saat KEK beroperasi dapat diperkecil. Penyusunan dokumen-dokumen tersebut membutuhkan waktu sehingga butuh kerjasama dan keseriusan berbagai pemangku kebijakan.