JAKARTA, KOMPAS — Setelah Pemerintah Provinsi Aceh menetapkan peraturan daerah atau qanun, yaitu Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayah dan Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2016 tentang Sistem Jaminan Produk Halal, PT Bank BCA Syariah akan memperkuat layanannya di Aceh. Dengan perda itu, semua layanan perbankan dan pembiayaan harus menggunakan produk syariah.
Penguatan layanan akan dilakukan dengan membuka kantor cabang di Aceh untuk mengakuisisi nasabah-nasabah dari bank konvensional.
”Saat ini, layanan digital memang sudah sangat diterima masyarakat. Semua transaksi perbankan bisa dilakukan melalui digital. Namun, kantor cabang tetap diperlukan, terutama untuk pembukaan rekening. Pembukaan kantor cabang di Aceh diperlukan karena Pemprov Aceh mengharuskan layanan perbankan harus dilakukan secara syariah,” tutur Presiden Direktur BCA Syariah John Kosasih di Jakarta, Kamis (28/2/2019).
Ia menambahkan, saat ini, BCA Syariah sudah mempunyai 64 cabang di seluruh Indonesia dan menurut rencana akan menambah delapan cabang di Jawa dan Sumatera.
”Utamanya, kami akan membuka di Aceh dan Lampung karena di kedua daerah itu kami melihat potensi yang sangat besar,” ujar John.
Pembukaan cabang menjadi bagian dari ekspansi yang akan dilakukan BCA Syariah pada tahun ini. Oleh karena itu, BCA Syariah membutuhkan suntikan modal dari induk, yakni PT Bank Central Asia Tbk. Namun, John belum mengetahui nilai modal yang akan disuntikkan.
”Setiap tahun, karena ekspansi dan pertumbuhan kredit, membuat rasio kecukupan modal atau CAR kami susut sekitar 5 persen. Jika tidak ditambah, CAR kami bisa di bawah 20 persen, seperti batas minimal yang ditetapkan OJK,” ucap John.
Sementara dalam kinerja 2018, BCA Syariah mencatat pertumbuhan positif. Aset BCA Syariah mencapai Rp 7,1 triliun per Desember 2018 atau meningkat 18,5 persen dibandingkan 2017 yang sebesar Rp 6 triliun. Aset naik, antara lain, karena peningkatan dana pihak ketiga yang mencapai Rp 5,5 triliun atau tumbuh 16,3 persen secara tahunan.
Laba perusahaan setelah pajak pada Desember 2018 mencapai Rp 58,4 miliar atau meningkat 22 persen dibandingkan periode yang sama pada 2017, yaitu Rp 47,9 miliar. Pertumbuhan pembiayaan mencapai 16,9 persen, menjadi Rp 4,9 triliun.
”Pertumbuhan pembiayaan ini di atas rata-rata industri perbankan syariah nasional yang mencapai 12 persen,” kata John.