Penduduk Modal Pembangunan, Kualitas SDM Rendah Harus Diatasi
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kualitas penduduk menjadi modal pembangunan karena produktivitas penduduk menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. Namun, Indonesia masih menghadapi tantangan yang harus diatasi, yakni rendahnya kualitas sumber daya manusia dan tingginya kematian ibu dan bayi.
Direktur Perencanaan Kependudukan dan Perlindungan Sosial Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Maliki, Rabu (27/2/201) di Jakarta, mengatakan, penduduk merupakan modal dari pembangunan. Ia mengingatkan, lima tahun ke depan Indonesia mengalami puncak bonus demografi.
Pada 2020 hingga 2024, jumlah penduduk usia produktif Indonesia di atas 180 juta. Jumlah tersebut menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara.
“Tantangan yang harus segera diatasi pada saat ini, yaitu kualitas sumber daya manusia yang masih rendah dan kasus kematian ibu serta anak,” tutur Maliki pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) 2019 di Jakarta, Rabu.
Selain itu, tantangan yang ada yakni cakupan jaminan sosial yang belum menyeluruh dan ubanisasi yang belum tertata. Akibatnya, masih terdapat kemiskinan, ketimpangan antar kelompok pendapatan dan wilayah, serta pengangguran usia muda.
Situasi tersebut menyebabkan konflik sosial dan produktivitas yang rendah sehingga Indonesia masih belum dapat beranjak dari negara berpendapatan menengah. Ia berharap, lima tahun ke depan Indonesia mampu meningkat.
Menurut Maliki, program Keluarga Berencana dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, pertumbuhan penduduk harus dijaga keseimbangannya.
Adapun proyeksi yang digunakan untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan penduduk yakni menjaga keseimbangan rata-rata anak yang dilahirkan seorang wanita selama masa usia subur (TFR). Menurut Maliki, strategi tersebut dapat menekan jumlah kematian bayi.
Untuk mendukung program Keluarga Berencana, Maliki berharap adanya peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan. Usaha tersebut dapat ditempuh melalui peningkatan kesehatan ibu, anak, KB, dan kesehatan reproduksi.
Selain itu, dibutuhkan percepatan perbaikan gizi masyarakat dan peningkatan pengendalian penyakit. Ia berharap, gerakan masyarakat hidup sehat (Germas) dan pelayanan kesehatan serta pengawasan obat dan makan dikuatkan.
Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan Usman Sumantri mengatakan, cakupan kesehatan semesta, yaitu menjamin seluruh masyarakat mempunyai akses untuk kebutuhan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang berkualitas serta efektif.
Karena itu, perlu penyempurnaan akses terhadap pelayanan kesehatan esensial yang berkualitas. Di samping itu, dibutuhkan pengurangan jumlah orang menderita kesulitan keuangan untuk kesehatan.
“Akses terhadap obat-obatan, vaksin, diagnostik, dan alat kesehatan esensial pada pelayanan kesehatan primer juga perlu disempurnakan,” tutur Usman.
Pembangunan desa
Untuk mewujudkan bangsa yang mampu berdaya saing, maka dibutuhkan pemerataan pembangunan daerah dan wilayah. Staf Ahli Menteri Bidang Pengembangan Ekonomi Lokal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Ekatmawati mengatakan, pada saat ini ada perubahan paradigma.
“Sekarang, desa menjadi subyek pembangunan,” kata Ekatmawati. Ia menjelaskan, desa diberikan pengakuan dan keberadaannya dihormati. Untuk mewujudkan pembangunan tersebut, pemerintah menggelontorkan dana Rp 70 triliun atau Rp 933,9 juta per desa pada 2019.
Dana tersebut digunakan untuk pebangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Sejak 2018 beberapa program prioritas dijalankan, seperti Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades), Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), Embung Desa, dan Sarana Olahraga Desa. Dana tersebut juga digunakan untuk Padat karya Tunai Desa.
Dana desa juga digunakan untuk meningkatkan fasilitas sanitasi dan meningkatkan kesehatan serta gizi. Strategi tersebut dipandang berpengaruh pada penurunan angka stunting atau tengkes. Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar 2018, pada 2013 jumlah tengkes sebesar 37,2 persen dan pada 2018 menurun menjadi 30,8 persen.