OJK Menyiapkan Langkah
JAKARTA, KOMPAS — Kondisi likuiditas industri perbankan sampai dengan akhir 2018 masih ketat. Tekanan likuiditas terjadi akibat penyaluran kredit yang lebih deras dari laju penghimpunan dana.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit pada 2018 tumbuh 12,05 persen, sedangkan dana pihak ketiga tumbuh 6,45 persen.
Statistik perbankan Indonesia yang diterbitkan OJK menunjukkan, rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) pada bank umum konvensional sebesar 94,78 persen per akhir Desember 2018.
Regulator memastikan telah menyiapkan langkah jika pengetatan likuiditas terus berlanjut.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyampaikan, ada banyak cara untuk mengurangi tekanan likuiditas jika terus berlanjut. Namun, upaya melonggarkan tekanan likuiditas tersebut harus diberikan sesuai dosis yang dibutuhkan.
”Ada banyak cara melonggarkan likuiditas, tergantung situasi dan kondisinya, nanti kita gunakan kadar yang paling tempat untuk mengobati likuiditas,” kata Wimboh saat berkunjung ke Kompas, Jakarta, Selasa (26/2/2019)
”Obat” yang disiapkan OJK antara lain memanfaatkan arus masuk modal asing ke instrumen portofolio pada awal tahun ini, memperbolehkan perbankan menggadaikan surat utang ke Bank Indonesia untuk memperoleh likuiditas, serta mengatur ulang porsi pemenuhan giro wajib minimum rupiah.
”Yang terakhir hanya akan digunakan ketika benar-benar dibutuhkan. Kita pernah melakukannya ketika krisis 2008,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Anton Hermanto Gunawan mengatakan, ada kemungkinan arus masuk modal portofolio membuat likuiditas perbankan sedikit melonggar.
”Secara logika, hal itu bisa terjadi. Dana masuk dari luar dibelanjakan dalam bentuk saham atau obligasi sehingga masuk ke dalam sistem perbankan,” ujarnya.
Wimboh menambahkan, potensi pengetatan likuiditas terutama terjadi pada bank konvensional bank umum kegiatan usaha (BUKU) I dan BUKU II. Pada dua kelompok itu, LDR melesat dalam beberapa bulan terakhir 2018. Pengetatan likuiditas juga terjadi pada bank konvensional BUKU III akibat pelambatan pertumbuhan penghimpunan dana.
Modal inti BUKU I di bawah Rp 1 triliun, BUKU II Rp 1 triliun-Rp 5 triliun, dan BUKU III Rp 5 triliun-Rp 30 triliun.
”Ada perbaikan penghimpunan dalam beberapa waktu terakhir. Namun, masih ada hambatan pada beberapa kelompok bank, khususnya kelompok bank BUKU I dan BUKU II. Tidak semua, hanya beberapa bank saja,” tuturnya.
Konsolidasi
Menurut Wimboh, pembicaraan mengenai konsolidasi perbankan sebagai solusi untuk menekan LDR telah dibicarakan dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Namun, otoritas menginginkan konsolidasi itu terjadi karena kepentingan tiap-tiap bank, bukan karena diatur dalam regulasi.
”Bank kecil mencari mitra yang sesuai dengan kebutuhan jika merasa sudah tidak bisa bersaing. Dengan begitu, dapat melakukan efisiensi pada sistem teknologi dan jumlah pegawai, sementara skala operasi menjadi lebih besar,” ujarnya.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiatmadja menyampaikan, BCA mengambil peluang untuk mengakuisisi bank kecil. ”Saat ini sedang kami pikirkan fokus dari bisnis bank yang akan berkonsolidasi dengan BCA, akan diarahkan ke industri apa, bisa ke pengelolaan kekayaan atau perbankan mikro,” kata Jahja.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menilai, bank dengan kapasitas modal terbatas berpotensi kesulitan menghimpun dana dari pendapatan berbasis biaya. Tantangan bagi bank bermodal kecil di antaranya datang dari disrupsi digital dan persaingan suku bunga
”Bank-bank kecil harus mencari jalan keluar dengan menambah modal untuk bisa bersaing atau cari mitra,” ujarnya.
Saat ini, menurut Heru, beberapa bank dengan modal menengah tengah menjajaki proses konsolidasi. OJK baru akan mengumumkan rencana konsolidasi tersebut jika proses hukum penggabungan bank sudah selesai.
Konsolidasi diharapkan juga dilakukan bank perkreditan rakyat (BPR). Berdasarkan Peraturan OJK Nomor 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Modal Minimum BPR disebutkan, bank harus memenuhi ketentuan modal minimal Rp 3 miliar pada tahun ini. Sementara pada 2024, modal minimal BPR ditingkatkan menjadi Rp 6 miliar.