Menyongsong usia seabad dengan tantangan revolusi industry 4.0, Nahdlatul Ulama menyiapkan langkah 4G. Dengan begitu, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut dapat terus menyebarkan agama Islam yang penuh kasih sayang terhadap sesama.
Oleh
Abdullah Fikri Ashri/Rini Kustiasih
·3 menit baca
BANJAR, KOMPAS - Menyongsong usia seabad dengan tantangan revolusi industri 4.0, Nahdlatul Ulama menyiapkan langkah 4G. Dengan begitu, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut dapat terus menyebarkan agama Islam yang penuh kasih sayang terhadap sesama.
"Saat ini, dunia memasuki revolusi industri 4.0. Mari kita melakukan kontekstualisasi ulang. Apa yang benar dan salah dalam bingkai persaudaraan," ujar Rais Aam Pengurus Beras Nahldatul Ulama KH Miftachul Akhyar saat Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU 2019 di Pondok Pesantren Miftahul Huda - Al-Azhar, Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Rabu (27/2/2019).
Turut hadir Presiden Joko Widodo, Mustasyar PBNU yang juga calon wakil presiden nomor urut 01 KH Ma\'ruf Amin serta ulama NU dan perwakilan pengurus wilayah dan cabang NU di 34 provinsi. Menteri Agama Lukman Hakim, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Keluatan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Wakil Ketua MPR Muhaimin Iskandar, Gubernur Jabar Ridwan Kamil dan pejabat lainnya.
Revolusi industri 4.0 merupakan transformasi digital yang mengombinasikan kecerdasan buatan, data raksasa, komputasi awan, produk terkoneksi internet (internet of things), robotik dan cetak tiga dimensi.
Menurut Miftachul, revolusi industri keempat yang bersamaan dengan usia ke-93 tahun NU tersebut harus diimbangi dengan 4G. 4G yang dimaksud merupakan singkatan dari grand idea (ide besar), grand strategy (strategi besar), grand design (desain besar), dan grand control (pemantauan menyeluruh).
Menurut dia, masyarakat NU, baik kultural dan struktural harus memiliki ide besar berupa visi misi NU. Kedua, NU harus memiliki desain besar atau program yang terukur bagi masyarakat. Program yang dimaksud adalah bagaimana menjaga NKRI, seperti konsep NU yakni persaudaraan sesama umat Islam, sesama sebangsa, dan sesama manusia.
Ketiga adalah strategi besar. "Selama ini, distribusi kader NU banyak berkumpul di Kementerian Agama. Seharusnya, kader-kader terbaik tersebar ke ruang-ruang yang lain," ujar Miftachul.
Jika ketiga hal itu terpenuhi, terakhir, NU harus mempunyai pemantauan secara menyeluruh atau grand control. Artinya, pandangan PBNU harus seiya sekata dengan pengurus NU tingkat cabang bahkan ranting yang paling kecil.
"Jadi, organisasi ini sistemik, proaktif, reaktif, dan responsif yang terus menebarkan kasih sayang di alam ini," ungkapnya.
Ketua PBNU Said Aqil Siroj mengatakan, saat ini, sekitar 60 persen tenaga kerja di Indonesia memiliki pendidikan sekolah menengah pertama ke bawah. Kondisi ini menjadi tantangan bagi masyarakat Indonesia, termasuk NU di era revolusi 4.0.
"Oleh karena itu, pemerintah perlu mengelola hal ini sekaligus mengantisipasi dampak revolusi keempat, seperti hilangnya tenaga kerja karena digantikan robot," ujarnya.
Anggota Komite Pengarah Munas Alim Ulama dan Konbes NU Robikin Emas mengatakan, dengan jumlah 92 juta jiwa, warga NU punya potensi untuk maju. "Tetapi, sebagian besar warga NU berada di piramina bawah struktur masyarakat, menengah ke bawah," ujarnya.