Masuk Rantai Pasok Global, Komoditas Unggulan Ditentukan
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komoditas unggulan bukan hanya dipilih untuk mendorong ekspor, tetapi mendukung sistem rantai pasok global. Tujuannya agar defisit neraca perdagangan dapat diperbaiki secara struktural dan komprehensif.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, persoalan ekspor Indonesia sangat kompleks sehingga diperlukan pendataan yang detail. Identifikasi masalah dilakukan berdasarkan jenis komoditas dan destinasi pasar. Selanjutnya, kebijakan pemerintah diarahkan pada peningkatan daya saing ekspor.
“Potensi untuk pasar ekspor tidak terbatas kalau kita memahami situasi global dan kondisi geografi. Potensi itu tercermin dari peningkatan penduduk kaya dan kelas memengah di negara tujuan ekspor Indonesia,” kata Sri Mulyani dalam peresmian national export dashboard (NED) di kantor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia di Jakarta, Rabu (27/2/2019).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan 2018 defisit 8,496 miliar dollar AS. Adapun neraca perdagangan Indonesia per Januari 2019 defisit 1,159 miliar dollar AS. Neraca migas dan nonmigas defisit masing-masing 454,8 miliar dollar AS dan 704,7 miliar dollar AS.
Pada Januari 2019, ekspor Indonesia 13,869 miliar dollar AS, lebih kecil dibandingkan impor yang sebesar 15,028 miliar dollar AS. Sebanyak 76,21 persen impor berupa bahan baku/penolong. Sisanya barang modal (15,66 persen) dan barang konsumsi (8,13 persen).
Terkait pemilihan komoditas unggulan, Kementerian Keuangan melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia bekerjasama dengan sejumlah perguruan tinggi yang tergabung dalam University Network for Indonesia Export Development (UNIED) untuk melakukan riset dan penelitian akademik.
Ketua UNIED Arif Satria mengatakan, perguruan tinggi berperan penting untuk mendorong ekspor lebih nyata dan konkret. Dari penelitian UNIED, ada 10 komoditas unggulan yang disarankan untuk prioritas ekspor tahun 2019. Sementara itu, 5 dari 10 komoditas dapat diprioritaskan dalam sistem rantai pasok global.
Ada 10 komoditas unggulan yang disarankan untuk prioritas ekspor tahun 2019. Sementara itu, 5 dari 10 komoditas dapat diprioritaskan dalam sistem rantai pasok global.
Komoditas unggulan ekspor mencakup batu bara, minyak sawit, karet, ikan olahan, tekstil, kertas, kopi, nikkel, kakao, serta kayu dan furnitur. Pemilihan komoditas unggulan itu mempertimbangkan tiga aspek, yakni kontribusi terhadap neraca perdagangan, pertumbuhan ekonomi, dan penyerapan tenaga kerja.
"Sementara 5 komoditas unggulan dalam sistem rantai pasok global terdiri dari kayu dan furnitur, bubuk kayu dan kertas, perikanan, minyak sawit, serta tekstil dan produk tekstil," kata dia.
Rantai pasok
Peneliti UNIED Zakir Machmud mengatakan, komoditas unggulan untuk masuk sistem rantai pasok global diteliti lima perguruan tinggi, yaitu Universitas Diponegoro, Universitas Airlangga, Universitas Hasanuddin, Universitas Sumatera Utara, dan Universitas Sebelas Maret. Aspek yang diteliti mencakup persoalan di setiap sektor dan rekomendasi yang ditawarkan.
Persoalan komoditas kayu dan furnitur, misalnya, jumlah tenaga terampil semakin menyusut akibat kaum muda lebih memilih bekerja di pabrik ketimbang menjadi pengrajin. Selain itu, harga bahan baku dan biaya angkut yang dinilai tinggi mencapai 5-10 persen dari ongkos produksi. Kayu dikirim dari Semarang, Surabaya, dan Jakarta, ke sentra ukir Jepara.
"Salah satu rekomendasi yang ditawarkan untuk memperbaiki rantai pasok kayu dan furnitur adalah memanfaatkan moda transportasi laut untuk pengiriman bahan baku kayu," kata dia.
Zakir menambahkan, Jepara berlokasi di utara Jawa dan memiliki dermaga yang bisa dimanfaatkan untuk bongkar muat barang. Selain itu, teknik mengukir kayu dapat diterapkan dalam kurikulum sekolah vokasi.
Komoditas unggulan lainnya adalah tekstil dan produk tekstil. Dari hasil penelitian menunjukkan adanya disintegrasi dalam industri tekstil Indonesia. Kendati ekspor tekstil tinggi, tetapi impor bahan baku juga besar. Selain karena bahan baku di dalam negeri terbatas, penyebab lain karena eksportir harus memenuhi syarat impor bahan baku dari pembeli.
Menurut Zakir, untuk mendorong tekstil dan produk tekstil dalam sistem rantai pasok global, industri mesti dibenahi dari hulu ke hilir. Insentif perpajakan dan kemudahan regulasi tetap diperlukan untuk meningkatkan daya saing.
"Namun, lebih dari itu, keseriusan pemerintah dalam menjalin kerjasama dagang internasional penting untuk membuka akses pasar lebih luas," kata dia.