Tampilan konten kampanye calon legislator di media sosial, Selasa (29/1/2019).
JAKARTA, KOMPAS - Pengaturan iklan kampanye peserta Pemilu 2019 hanya dilakukan pada ranah media massa. Adapun beriklan di media sosial, termasuk memasang iklan di mesin pencari, dianggap sama dengan metode kampanye secara umum dan tidak diatur oleh Komisi Pemilihan Umum.
Hal tersebut terungkap dalam rapat koordinasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama partai-partai politik peserta Pemilu 2019, perwakilan Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin dan perwakilan Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Uno, Badan Pengawas Pemilu, dan Komisi Penyiaran Indonesia, Rabu (27/2/2019) di Gedung KPU, Jakarta.
Anggota KPU, Wahyu Setiawan, memastikan, pengaturan iklan kampanye peserta Pemilu 2019 hanya dilakukan di media cetak, televisi, radio, dan media daring. Adapun untuk iklan di media sosial tidak diatur.
Menurut dia, memasang iklan di media sosial dan juga termasuk beriklan di platform mesin pencari, tidak termasuk dalam ranah instrumen aturan penayangan iklan kampanye di media. Pasalnya, yang dianggap iklan berada di ranah media massa.
“Iklan itu ada di media massa,” ujar Wahyu.
Ia menambahkan, jika memang ada peserta kampanye membeli ruang dan waktu untuk beriklan di media sosial, maka itu dianggap sebagai kampanye dan bukan sebagai tindakan memasang iklan kampanye yang perlu diatur. Wahyu memastikan, media sosial merupakan salah satu metode untuk kampanye yang bisa dilakukan peserta Pemilu 2019. Kampanye tersebut berlaku pada 23 September 2018 hingga 13 April 2019.
Berdasarkan data survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia tahun 2017, sebanyak 143,26 juta jiwa dari total populasi 262 juta orang di Indonesia telah terpenetrasi internet. Survei yang sama menyebutkan bahwa media sosial merupakan layanan yang diakses dengan persentase sebesar 87,13 persen.
Adapun penayangan iklan kampanye di media massa berlaku mulai 24 Maret 2019 hingga 13 April 2019. Wahyu mengatakan bahwa KPU memfasilitasi pasangan capres dan cawapres, parpol peserta pemilu, calon anggota DPD, dan parpol lokal di Aceh dengan ketentuan masing-masing. Ini didasarkan pada jenis media dan kelompok peserta pemilu.
Untuk televisi misalnya, pasangan capres dan cawapres memperoleh paling banyak tiga spot (paling lama 30 detik) per media dikali paling banyak tiga media perhari. Sementara parpol lokal Aceh memperoleh 3 spot di paling banyak satu media perhari.
Selain iklan kampanye yang difasilitasi KPU, peserta pemilu juga bisa membuat iklan kampanye mandiri dengan mekanisme penambahan iklan kampanye. Akan tetapi hal itu tetap dibatasi dengan sejumlah aturan.
Misalnya untuk iklan kampanye di televisi, paling banyak 10 spot untuk setiap stasiun televisi perhari. Ini berarti, jika peserta pemilu memasang iklan di stasiun sama dengan yang difasilitasi KPU, maka jatah spot iklan mandirinya di stasiun televisi tersebut menjadi tujuh spot perhari.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Relawan Masyarakat anti fitnah Indonesia melakukan kampanye Anti Hoax saat berlangsung Car Free Day di Jalan Darmo, Surabaya, Minggu (14/1). Kegiatan dilakukan untuk mengajak masyarakt agar cerdas menyingkapi banyak beredarnya berita di medsos.
TV Internet
Asisten Komisioner bidang Pengawasan Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Hafidhah Farwa menambahkan, pengaturan di media sosial menjadi ranah Kementerian Komunikasi dan Informatika. Akan tetapi ia menambahkan, bahwa terkait pemilu, yang bisa berkoordinasi langsung adalah pihak penyelenggara dan pengawas pemilu.
“Kalau KPI mempunyai regulasi sendiri yang fokus pada TV dan radio, yang mana berfungsi dalam gugus tugas adalah (sebagai) supporting system,” katanya.
Ia menambahkan, hal itu juga yang membuat siaran televisi di internet belum menjadi jangkauan KPI. Menurut Hafidhah, KPI saat ini mengawasi 16 televisi berjaringan, lembaga penyiaran berlangganan, dan radio. “Untuk TV di internet, KPI belum mendapatkan mandat dalam undang-undang penyiaran,” ujar Hafidhah.