Gubernur DKI Bantah Ada Motif Politisasi di Balik Rotasi Pejabat
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG/NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membantah jika rotasi 1.125 pejabat dilakukan karena adanya motif politik. Rotasi pejabat dilakukan karena kebutuhan organisasi birokrasi sesuai prosedur yang berlaku. Pemprov DKI membuka lelang jabatan untuk mengisi kekosongan sejumlah posisi pejabat DKI.
Anies menjelaskan, sudah ada prosedur penilaian terhadap tiap pejabat yang dirotasi. Menurut ia, rotasi, demosi, dan promosi merupakan hal yang lumrah dalam sebuah organisasi. "Saya menjabat sebagai gubernur sejak 2017 dan saya memiliki wewenang untuk merotasi pejabat setelah 6 bulan menjabat sebagai gubernur," ujarnya di Lapangan Sillang Monas, Jakarta.
Sebelumnya, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengatakan, demosi merupakan diskresi kepala daerah. Ia tak mempermasalahkan selama demosi itu memang karena kinerja yang tak mencapai target. Namun ia mempertanyakan demosi di tingkat camat dan lurah yang menurutnya terindikasi karena faktor suka dan tidak suka. Penurunan jabatan di tingkat camat dan lurah juga ia nilai tak memberi penghargaan pada orang-orang yang dicopot.
“Kasihan kan orang kerja keras. Dia kan birokrat, kerja dari bawah sampai ke atas meniti karir. Dari lurah jadi sekretaris kelurahan kan tidak betul,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Anies mengatakan bahwa adanya motif politisasi hanyalah imajinasi Prasetio semata. "Mereka (pejabat) kan sudah menjabat selama beberapa tahun, makanya ada istilah rotasi, promosi, dan demosi. Kalau mereka baru bekerja selama dua minggu, itu istilahnya dicopot," katanya.
Dihubungi secara terpisah, Komisoner Komisi Aparatur Sipil Negara ( KASN) I Made Suwandi menjelaskan, seorang pejabat eselon II memang baru boleh dirotasi setelah menjabat minimal dua tahun. "Hal tersebut tertuang dalam pasal 116 ayat 1 dan 2 UU nomor 5 tahun 2014 tentang ASN. Tetapi, aturan ini tidak berlaku bagi pejabat eselon III dan IV," ujarnya.
I Made Suwandi menjelaskan, seorang ASN dari semua eselon baru bisa dirotasi setelah minimal dua tahun menjabat. "Hal ini tertuang dalam pasal 190 ayat 2 dan 3 PP 11 tahun 2017," ujarnya.
Suwandi mengatakan, pejabat eselon II bisa saja dirotasi sebelum dua tahun apabila ia melanggar peraturan perundang-undangan atau tidak memenuhi syarat jabatan yaitu kinerjanya di bawah 25 persen.
"Selain itu, terkait jumlah, untuk 1.125 jabatan ini memang tidak ada batas minimal rotasinya dan hal ini memang sudah dikonsultasikan dulu dengan KASN terkait alasan rotasi untuk reorganisasi ataupun penyegaran lingkungan organisasi," ucapnya.
Lelang jabatan
Gubernur DKI melakukan rotasi pejabat dengan menyisakan kekosongan sejumlah posisi jabatan. Untuk sementara posisi itu ditempati oleh seorang pelaksana tugas (Plt). Anies telah berkonsultasi dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk segera membuka lelang jabatan. "Kami sudah berkonsultasi pada Selasa lalu, sekarang sedang diproses. Mudah-mudahan pada Senin (04/03/2019) nanti lelang jabatan bisa dibuka," tuturnya.
Anies menjelaskan, proses pendaftarannya akan dibuka selama dua minggu. Namun, proses seleksinya akan bergantung pada jumlah ASN yang mendaftar dan akan dilanjutkan dengan proses wawancara.
Suwandi menambahkan, posisi Plt hanya boleh maksimal dijabat selama tiga bulan. Setelah itu, pemerintah provinsi harus segera mengisi kekosongan tersebut dengan pejabat definitif.
Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta, Syarif mengingatkan agar kekosingan jabatan ini tidak boleh dibiarkan terlalu lama. Jika ini terjadi, pelaksanaan program pemerintah akan terhambat. "Karena biasanya yang dilakukan panitia seleksi (pansel) itu cukup lama dan bertele-tele, bisa sampai 4 bulan. Kalau bisa, dibuat lebih efisien selama satu bulan saja," tuturnya.