Akan Kemana Superliga Bulu Tangkis Indonesia?
Diselenggarakan untuk pertama kalinya pada 2007, Superliga Bulu Tangkis Indonesia digelar terlebih dulu dibandingkan liga di negara lain. Namun, 12 tahun setelah penyelenggaraan pertama, Superliga Indonesia kalah populer dengan liga bulu tangkis di India, China, dan Jepang. Panitia penyelenggara Superliga masih berkutat menangani masalah dasar, yaitu waktu dan tempat penyelenggaraan.
Superliga bertujuan mempopulerkan cabang bulu tangkis dan memberi kesempatan pada atlet-atlet di klub untuk bersaing atau bermain bersama pemain asing. Berformat kejuaraan beregu putra dan putri, seperti Piala Thomas dan Uber, Superliga 2007 diawali dengan babak kualifikasi yang diikuti 11 tim putra dan 8 tim putri. Setelah itu, putaran final di Jakarta diikuti 8 tim putra dan 8 tim putri.
Tantangan terlihat sejak Superliga pertama yang putaran finalnya diselenggarakan di GOR Soemantri Brodjonegoro dan Britama Arena, Jakarta.
Berbeda dengan kejuaraan beregu level nasional, Superliga memiliki peraturan berbeda. Setiap tim boleh diperkuat pemain dari tim lain yang tak memperkuat klub asalnya. Mereka juga boleh mengontrak pemain asing dengan jumlah sesuai peraturan yang berlaku pada setiap penyelenggaraan. Tahun 2019, tim boleh diperkuat maksimal empat pemain asing, namun hanya boleh menurunkan dua orang dalam setiap pertandingan.
Tantangan terlihat sejak Superliga pertama yang putaran finalnya diselenggarakan di GOR Soemantri Brodjonegoro dan Britama Arena, Jakarta. Mendatangkan penonton untuk menyaksikan pertandingan putri tak mudah. Pada pertandingan di Britama Arena yang berkapasitas 4.000 kursi, jumlah penonton yang datang sekitar 300-1.000 orang.
Direktur Badan Liga Bulu Tangkis ketika itu, Yacob Rusdianto, juga mengatakan, sosialisasi pada klub-klub di daerah harus dilakukan lebih cepat agar mereka memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan diri.
Setelah itu, sulitnya memilih waktu yang tepat untuk penyelenggaraan membuat Superliga baru bisa digelar lagi pada 2011, 2013, 2014, 2015, dan 2017. Kecuali pada 2015 yang digelar di Denpasar, Bali, ajang lainnya diselenggarakan di Surabaya, Jawa Timur.
Bandung, Jawa Barat, untuk pertama kalinya dipilih menjadi tuan rumah Djarum Superliga Bulu Tangkis Indonesia 2019, yaitu pada 18-24 Februari. Tak pernah menjadi tuan rumah kejuaraan bulu tangkis internasional, penyelenggara pun tersadar bahwa kota besar terdekat dari Jakarta itu tak memiliki gedung yang memenuhi syarat untuk tempat kejuaraan bulu tangkis internasional.
Sabuga, yang bagian dalamnya berbentuk setengah oval biasa dipakai untuk menggelar konser. Kursi penonton sebanyak 1.400 buah pun hanya ada di setengah sisi. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan Istora, satu-satunya tempat yang memenuhi standar turnamen internasional, dengan kapasitas 6.000-an penonton.
Dengan bentuk setengah oval, jarak antara lapangan ke tribun penonton pun sangat sempit. Fotografer yang akan memotret di lapangan tengah, dari tiga lapangan yang dibuat, harus melewati hakim garis yang bertugas di lapangan lain.
Tinggi langit-langit pun tak memenuhi standar Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF). Lampu yang seharusnya berjarak 9 meter dari lantai, hanya bisa dipasang dengan tinggi maksimal 8,8 meter.
Dengan kapasitas penonton yang sedikit, banyak yang datang untuk menyaksikan final putra pada hari terakhir, Minggu (24/2/2019), hanya bisa menyaksikan dari televisi yang dipasang di berbagai tempat di luar lapangan. Untuk menonton final yang dimulai pukul 13.00 WIB, calon penonton yang akan membeli tiket telah antre di loket sejak pukul 03.00 WIB. Potensi mendapat lebih banyak pentonton pun tersia-siakan karena kapasitas kursi terbatas.
Salah waktu
Superliga 2019 diselenggarakan hanya dua pekan menjelang turnamen prestisius All England (6-10 Maret), serta Jerman Terbuka sepekan sebelumnya. Ini membuat kejuaraan dengan total hadiah sekitar Rp 4,2 miliar itu sepi pemain bintang asing.
Pada penyelenggaraan sebelumnya, seperti pada 2011, 2013, dan 2017, Superliga berhasil mendatangkan Lee Chong Wei (Malaysia). Dua tahun lalu, penggemar bulu tangkis Indonesia juga bisa menyaksikan penampilan Kenichi Tago (Jepang), Tan Boon Heong (Malaysia), Chou Tien Chen (Taiwan), serta sederet pemain Korea Selatan, yaitu Lee Yong-dae, Yoo Yeon-seong, Kim Sa-rang, dan Ko sung-hyun.
Di Bandung, hanya Lee Yong-dae, bintang top asing yang berhasil didatangkan oleh Tim Musica Trinity. Pemain lain bisa dibilang sebagai atlet-atlet medioker, seperti Vladimir Ivanov (Rusia), Zhang Beiwen (AS), dan Cheung Ngan Yi (Hongkong).
Pemain-pemain top luar negeri sulit didatangkan karena mereka lebih memilih tampil di Jerman Terbuka atau bersiap untuk All England. Tim Mutiara Cardinal Bandung, yang menjadi juara beregu putri, semula mengincar tunggal putri peringkat kedelapan dunia, Ratchanok Intanon. Namun, pemain asal Thailand itu lebih memilih tampil di Jerman Terbuka sebagai persiapan menuju All England.
Manajer Mutiara Umar Djaidi berpendapat, Superliga seharusnya bisa dilaksanakan sepekan atau dua pekan lebih awal agar tidak terlalu berdekatan dengan turnamen Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) di Eropa.
Superliga seharusnya bisa dilaksanakan sepekan atau dua pekan lebih awal agar tidak terlalu berdekatan dengan turnamen Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) di Eropa.
Manajer Jaya Raya Jakarta Imelda Wigoeno dan Fung Permadi (Djarum Kudus) juga berpendapat sama. Fung, bahkan, menilai, semakin banyak pemain asing top dunia yang tampil di Superliga, semakin baik.
“Dengan demikian, unsur pembinaan dalam Superliga pun dapat tercapai karena pemain-pemain di klub memiliki kesempatan untuk melawan atau bermain bersama pemain asing,” kata Fung yang mengantarkan tim putra menjadi juara 2019.
Memilih waktu yang tepat di antara padatnya jadwal turnamen bulu tangkis internasional memang tak mudah. Kalender BWF 2019 memperlihatkan, terdapat 197 turnamen yang diselenggarakan sejak pekan kedua Januari hingga pekan ketiga Desember.
Di antara kepadatan itu, waktu renggang tanpa turnamen besar hanya ada pada pekan pertama hingga ketiga Februari dan pekan pertama hingga ketiga Mei. Namun, setelah waktu kosong tersebut, atlet dihadapkan pada All England dan kejuaraan beregu campuran, Piala Sudirman, di China, 19-26 Mei.
Tantangan pada tahun ini bertambah dengan berlangsungnya masa kualifikasi Oimpiade Tokyo 2020, pada 29 April 2019 hingga 26 April 2020. Masa senggang untuk menyelenggarakan Superliga pun kian terbatas.
Ketua Panitia Djarum Superliga Bulu Tangkis 2019 Achmad “Budi” Budiharto mengakui kesulitan yang dihadapi timnya untuk menyelenggarakan kejuaraan pada tahun ini. Ada berbagai faktor yang membuat Superliga belum bisa diselenggarakan secara rutin dalam periode tertentu dan makin populer di kalangan pebulu tangkis top dunia, seperti Liga Primer Bulu Tangkis India (PBL) yang dimulai pada 2013. Pemilihan waktu kejuaraan di antara padatnya turnamen BWF adalah salah satu faktor utamanya.
Melihat perjalanan Superliga yang telah tujuh kali digelar, ajang ini direncanakan diselenggarakan dua tahun sekali pada tahun ganjil. Ini karena pada tahun genap terdapat ajang penting, yaitu Asian Games dan Olimpiade.
“Memegang komitmen tim peserta juga tak mudah karena butuh biaya besar untuk mengikuti kejuaraan ini, apalagi jika mendatangkan pemain asing,” kata Budi.
Sponsor memang menyediakan subsidi 10.000 dollar AS untuk tim yang menggunakan pemain asing. Namun, jumlah itu tak seberapa jika dibandingkan dengah harga pemain top dunia. Dengan harga “pertemanan”, karena relasi yang dimiliki antara klub dan atlet, harga pemain asing untuk tampil dalam Superliga 2019 lebih rendah dibandingkan jika tampil di negara lain.
Budi menyebut 5.000-25.000 dollar AS (Rp 70-350 juta) menjadi harga kontrak pemain asing untuk bermain di Superliga selama sepekan. “Untuk mendatangkan Viktor Axelsen, bahkan, lebih mahal lagi. Dia minta 100.000 dollar AS (Rp 1,4 miliar),” katanya. Nilai itu setara dengan jumlah yang diterima Axelsen saat mengikuti PBL selama tiga pekan pada Desember 2018 hingga Januari 2019.
PBL memang telah menjadi liga bulu tangkis yang menjadi incaran pemain top dunia untuk menambah pundi-pundi uang mereka. Data dari InsideSport, media yang membahas bisnis olahraga, memperlihatkan, penghasilan atlet yang tampil selama tiga pekan dalam kejuaraan beregu campuran itu lebih besar dibandingkan hadiah uang yang mereka terima selama mengikuti turnamen BWF selama 2018. Padahal, PBL digelar pada masa liburan Natal 2018 dan Tahun Baru 2019.
Tunggal putri India, Saina Nehwal, menerima 108.000 dollar AS (Rp 1,5 miliar) dari kontrak dengan North Eastern Warriors. Nilai yang sama, yang merupakan nilai maksimal untuk atlet ikon, didapat Carolina Marin (Spanyol), Pusarla V Sindhu (India), Lee Yong-dae (Korea Selatan), dan Viktor Axelsen (Denmark). Nilai kontrak itu didapat melalui sistem lelang.
Tunggal putra Indonesia, Tommy Sugiarto, menjadi atlet non ikon dengan kontrak terbesar. Dikontrak Delhi Dashers, Tommy mendapat 94.500 dollar AS (Rp 1,3 miliar). Ikut serta pula dalam PBL 2018-2019, pemain Indonesia lainnya, yaitu Pia Zebadiah Bernadeth (Delhi Dashers), serta Hendra Setiawan dan mohammad Ahsan (Bengaluru Raptors). Hendra dan Ahsan membawa timnya menjadi juara.
“Waktu saya untuk mencari uang dari bertanding tidak lama lagi. Mungkin sekitar 2-3 tahun lagi. Jadi, saya pun memanfaatkan tawaran yang ada,” kata Hendra yang harus melewatkan masa liburan dengan keluarga karena bermain di PBL 2018-2019.
Hendra bercerita, pengalaman mengikuti liga India, China, dan Jepang didapat setelah dia mendapat tawaran untuk pertama kalinya pada 2010. Beda negara, berbeda pula sistem kontraknya. “Ada yang membayar langsung di muka, ada pula yang bayarnya per pertandingan. Kalau dilihat jumlahnya, lebih besar yang membayar per pertandingan,” kata Hendra.
Pemain ganda putra yang pernah menjadi juara dunia dan Olimpiade itu mengatakan, selain mencari uang, mengikuti liga mendatangkan keuntungan lain, yaitu memperluas relasi. Ini menjadi faktor penting bagi atlet yang berstatus profesional. Apalagi, PBL mempromosikan diri melalui jaringan TV internasional, yaitu Star Sports, Fox Sports, Sky Sports, dan ESPN. Siarannya mencakup juga wilayah Inggris dan Amerika Serikat
Kendala dana
Di saat PBL telah mendunia, panitia Superliga masih kesulitan memegang komitmen tim untuk menjadi peserta dalam jangka panjang. Meski mendapat subsidi dari sponsor, tim harus mengeluarkan dana untuk transportasi, akomodasi, dan konsumsi untuk semua anggotanya.
Jika mendatangkan pemain dengan kategori pemain top, total anggaran yang dibutuhkan sebuah tim bisa mencapai lebih dari Rp 2 miliar. Sementara, dengan materi pemain “sederhana”, tim setidaknya harus meenyediakan anggaran Rp 300-400 juta. Bagi tim-tim yang tidak berasal dari klub besar, nilai itu memberatkan.
Terkait pemain asing, tantangan lain adalah adanya peraturan dari federasi bulu tangkis negara lain yang melarang pemain nasional untuk tampil dalam liga. Korea Selatan, Thailand, dan Taiwan adalah federasi yang memiliki peraturan ini, seperti juga yang dilakukan PP PBSI pada pemain-pemainnya.
Kendala klasik lain untuk menyelenggarakan kejuaraan bulu tangkis internasional di Indonesia adalah faktor infrasturktur dan sarana pelengkap. Jika merujuk pada standar BWF, seperti disebutkan Budi, syarat yang harus dipenuhi adalah gedung yang bisa memuat empat lapangan bulu tangkis, lantai terbuat dari kayu, terdapat ruang untuk tempat kerja panitia, tempat istirahat atlet dan tim, ruang medis, ruang media, tes doping, dan ruang untuk logistik. Peserta juga harus memiliki akses mudah untuk akomodasi dan transportasi.
“Daerah di Indonesia banyak yang memiliki gedung tetap pemeliharaannya buruk dan tidak memenuhi standar. Padahal, antusiasme untuk menonton bulu tangkis cukup bagus. Alangkah baiknya jika pemerintah daerah berperan serta dalam membuat dan merawat infrasturktur ini agar pilihan untuk menyelenggarakan kejuaraan bulu tangkis makin banyak,” kata Budi.
Setelah tujuh kali diselenggarakan, Superliga Bulu Tangkis Indonesia masih berkutat pada tantangan untuk membenahi masalah dasar. Masih butuh waktu untuk menjadikan ajang ini sebagai pesaing liga di negara lain, terutama PBL, yang telah mengklaim sebagai liga bulu tangkis terbaik di dunia.