JAKARTA, KOMPAS – Aliran pendanaan dan pelatihan terus mendukung tumbuh kembang usaha mikro, kecil, dan menengah nusantara. Secara simultan, merek produk-produk unit usaha juga perlu diperkuat demi membangun loyalitas konsumen.
Salah satu penyalur modal bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) adalah lembaga keuangan bukan bank yaitu PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Direktur Utama PNM Arief Mulyadi di Jakarta, Selasa (26/2/2019), mengatakan, kredit sebesar Rp 14,4 triliun disalurkan kepada 4,127 juta nasabah selama 2018. Kini sudah tersedia dua produk kredit PNM, yaitu Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar) dan Unit Layanan Modal Mikro (UlaMM).
“Per Desember 2018, nasabah Mekaar berjumlah 4,057 juta orang, naik dari 2,3 juta pada 2017. Jumlah dana yang disalurkan Rp 10,4 triliun. Sekitar Rp 4 triliun sisanya disalurkan kepada 70.000 nasabah UlaMM. Nasabah UlaMM tidak banyak, tetapi bisa jadi role model untuk pengusaha mikro lainnya,” kata Arief dalam gelar wicara “Strategi UMKM Membangun Brand” di Jakarta.
Sebanyak 70 persen dari Rp 10 triliun dana yang dihimpun pada 2018 berasal dari pasar keuangan seperti obligasi dan surat utang jangka menengah (medium term note/MTN). Sisanya berasal dari bank-bank komersial dan anggaran pemerintah seperti pendanaan ultramikro (UMi) di bawah Kementerian Keuangan.
Rasio kredit macet (non-performing loan/NPL) pun hanya 1,33 persen. “99 persen nasabah Mekaar tidak pernah gagal membayar angsuran. NPL Mekaar saja sekarang 0,19 persen, sedangkan UlaMM kurang dari 3 persen,” imbuh Arief.
Plafon kredit Mekaar tanpa agunan berkisar Rp 2,5 juta-Rp 5 juta. Adapun untuk pinjaman UlaMM lebih besar, antara Rp 25 juta dan Rp 200 juta dengan agunan dan bunga 1,09 persen per bulan. Ke depan, kata Arief, akan dibuat UlaMM Plus dengan rentang nilai pinjaman Rp 5 juta-Rp 25 juta.
PNM juga membukukan peningkatan nilai aset sebesar 70 persen menjadi Rp 18,3 triliun pada 2018, naik dari Rp 11,1 triliun tahun 2017.
Kini, PNM telah memiliki cabang di ke-34 provinsi. Selama 2019, kredit sebesar Rp 15,1 triliun ditargetkan mencapai 4,75 juta usaha mikro, terutama di Bali bagian utara dan timur, Kalimantan Utara dan Tengah, serta Bangka Belitung.
Modal intelektual
Meski demikian, modal finansial saja dinilai tidak cukup. Arief mengatakan, penyalur dana juga perlu menyalurkan modal intelektual melalui pelatihan serta modal sosial untuk membangun jejaring para pengusaha UMKM.
Salah satu nasabah Mekaar, Handayani yang memiliki toko kue Maulida di Kramatjati, Jakarta Timur, mengatakan, ia tergabung dalam kelompok beranggotakan 20 nasabah lainnya dan rutin mendapatkan pelatihan. Desember 2018 lalu, ia mengikuti pelatihan membuat rendang dari seorang nasabah UlaMM asal Padang, Sumatera Barat.
“Setelah ikut pelatihan, saya bisa tambah menu seperti lemper ayam rendang dan pizza topping ayam rendang. Omzet saya juga bisa meningkat dua kali lipat jadi Rp 400.000 per hari,” kata Handayani.
Selama 2018, PNM menggelar 1.777 pelatihan, termasuk pelatihan memanfaatkan pasar dalam jaringan (e-dagang) bersama Google dan beberapa perusahaan e-dagang. Setelah pelatihan, Handayani berniat memanfaatkan Instagram untuk berjualan. Sementara itu, nasabah UlaMM, Indarti, telah mulai menjual rendang dalam kemasan bermerek Uni Linda miliknya di Tokopedia.
Komisaris Utama PNM Agus Muharram mengatakan, PNM telah ditunjuk oleh Kementerian Koperasi dan UMKM untuk memfasilitasi perolehan hak merek bagi UMKM binaannya secara gratis. Hak merek dapat memberikan kepastian hukum bagi keberadaan produk. Selain itu, merek juga membuat produk lebih mudah diingat.
“Hak cipta lebih mudah diperoleh, cukup 1-3 bulan saja dari Kementerian Hukum dan HAM. Nah, hak merek ini yang tidak mudah didapatkan, bisa 1-2 tahun. UMKM binaan PNM perlu didorong untuk mendapatkan hak merek agar bisnisnya tidak terganggu saat sudah semakin besar,” kata Agus.
Strategi bangun merk
Di sisi lain, Aktivis merk produk-produk dalam negeri, Arto Soebiantoro, mengatakan, merek produk UMKM perlu dikembangkan untuk membangun kecintaan konsumen. Merek yang kuat dapat menjadikan UMKM memberikan dampak besar bagi perekonomian dan ikatan kebangsaan.
“Brand yang kuat akan meningkatkan loyalitas konsumen pada produk. Keberlangsungan produk UMKM bisa mengurangi angka pengangguran dan membangun perekonomian di daerah. Selain itu, masyarakat Indonesia bisa semakin bangga dengan brand asli Indonesia,” kata Arto.
Arto menyarankan pengusaha UMKM untuk fokus membuat mereknya terkenal di target pasar yang diinginkan meskipun skalanya cenderung kecil seperti kelurahan, kecamatan, atau kota/kabupaten. Ia mencontohkan, produk rendang kemasan milik Indarti yang bermerek Uni Linda telah menerapkan strategi ini karena produknya sudah dikenal di Kabupaten Tangerang, Banten.
Di samping itu, UMKM perlu menambahkan cerita tentang produknya agar ikatan emosional dengan konsumen dapat tumbuh. “Misalnya, produk kopi bisa diberi cerita tentang orang-orang pembuatnya. Orang jadi punya alasan untuk membeli. Emosi pelanggan ini juga tidak ternilai secara nominal, tapi bisa membuat harga produk 80 persen lebih besar dari biaya produksi,” kata Arto.
Dirut PNM Arief menambahkan, nasabahnya juga difasilitasi untuk mendapatkan standarisasi produk dari Badan Standarisasi Nasional. Untuk menggenjot ekspor, PNM juga bekerja sama dengan Japan External Trade Organization (Jetro) dan Netherlands Enterprise Agency (RVO) untuk memberikan standar Asia dan Uni Eropa bagi produk UMKM.