JAKARTA, KOMPAS - Nilai tukar rupiah diproyeksi akan terus menguat. Perkiraan ini muncul setelah tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China kemungkinan besar akan mereda.
Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah kembali menguat Rp 13.990 per dollar AS (26/1/2019). Rupiah sebelum ini berada di kisaran Rp 14.000 per dollar AS selama dua pekan terakhir.
Kepala Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (26/2/2019), mengatakan, penguatan nilai tukar tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di sejumlah negara Asia lainnya, seperti Hongkong dan Thailand.
“Penguatan di Asia terjadi akibat pelemahan dollar AS. Pelaku pasar keuangan hampir yakin bahwa isu perang dagang sudah hampir selesai. Mereka tidak lagi khawatir untuk menahan dana investasi kembali mengalir ke negara berkembang,” kata Lana.
Dua hari lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan, akan menunda kenaikan tarif impor sebesar 25 persen terhadap komoditas China. Sebelumnya, AS akan menaikkan tarif impor barang-barang China setelah 1 Maret 2019.
Penundaan terjadi berkat perwakilan AS-China mulai menemukan kesepakatan terkait perdagangan antara kedua negara. Menurut Trump, ia akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping dalam waktu dekat.
Lana menilai, meredanya ketegangan antara AS-China akan mengurangi ketidakpastian perekonomian global. Investor asing akan lebih berani untuk berinvestasi pada produk dengan risiko yang lebih tinggi.
Kepala Kajian Makro Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Febrio Kacaribu sepakat, perang dagang AS-China selama ini turut memengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah.
“Ketika perang dagang mereda, nilai tukar rupiah akan terus menguat. Rupiah dapat bertahan di kisaran Rp 13.000 ke depannya,” ujar Febrio.
Kabar meredanya perang dagang antara AS-China menjadi tambahan angin segar bagi negara berkembang. Pada awal 2019, bank sentral AS, The Fed, menunda kenaikan suku bunga acuan sehingga modal asing kembali mengalir ke negara berkembang.