Piala Oscar 2019: Rapsodi Freddie Mercury....
Indonesia tidak cukup beruntung menjadi salah satu negara di kawasan Asia yang sempat ”disinggahi” konser band legendaris Queen. Khususnya ketika band itu masih menampilkan sang vokalis yang eksentrik sekaligus flamboyan, Freddie Mercury.
Saat formasinya masih lengkap, sebelum kematian Freddie, Queen pernah beberapa kali menggelar konser di Asia, tetapi sebatas di Jepang. Tur mereka di beberapa kota di Jepang antara lain ”The Game Tour” (1980), ”Hot Space Tours” (1982), dan ”The Work Tour” (1984).
Namun, sejak 31 Oktober 2018, para penggemar Queen di seluruh Indonesia bersama pencinta lainnya di seluruh dunia bisa ”merasakan” kembali kehadiran kuartet legendaris yang dibentuk di Inggris tahun 1970 itu. Mereka hidup lagi walau hanya sebatas di layar bioskop.
Sebagai film kronik, Bohemian Rhapsody sepertinya memang dibuat untuk menjadi pengobat rindu setelah lebih dari 25 tahun kematian Freddie akibat AIDS. Lagu hit Queen, ”Bohemian Rhapsody”, yang menjadi judul film ini sangat tepat mewakili tidak hanya sosok Freddie yang menulis lagu itu, tetapi juga ikon kesuksesan awal Queen.
Aktor Amerika Serikat, Rami Malek, menuai pujian karena dinilai mampu tampil menjiwai sebagai Freddie di film ini. Malek bahkan meraih predikat Aktor Pemeran Utama Terbaik di Piala Oscar 2019.
Malek sebelumnya dikenal lewat serial televisi Mr Robot yang kini telah memasuki musim keenam.
Baca lagi: Pengalaman Pertama Rami Malek
Dalam film ini, Malek beradu akting dengan sejumlah aktor yang cukup punya nama. Lucy Boynton memerankan Mary Austin, kekasih yang juga menjadi ”Love of My Life” sang legenda. Boynton sebelumnya juga tampil dalam film Murder on the Orient Express memerankan Countess Elena Andrenyi.
Selain itu, ada juga Gwilym Lee sebagai Brian May (gitaris Queen), Ben Hardy sebagai Roger Taylor (drumer), dan Joe Mazzello sebagai John ”Deacy” Deacon (pemetik bas). Aidan Gillen yang dikenal melalui karakter licik Petyr ”Littlefinger” Baelish di serial HBO Game of Thrones memerankan manajer pertama Queen, John Reid, sedangkan Mike Myers memerankan Ray Foster dari perusahaan rekaman raksasa EMI.
Latar imigran
Menurut sang produser, Graham King, selain menjadi sebuah selebrasi musik, film Bohemian Rhapsody juga sekaligus membawa warisan dari band legendaris Queen dan Freddie. Dalam film juga dikisahkan secara singkat latar belakang sang legenda dengan orangtua asal Zanzibar yang masuk ke Inggris sebagai imigran.
Sebelum nekat melamar menjadi vokalis band cikal bakal Queen, Smile, yang dimotori Brian May dan Roger Taylor, Freddie hanyalah kuli angkut koper di bandar udara London. Freddie juga digambarkan hidup dengan banyak prasangka di sekelilingnya. Selain berstatus orang asing, penampilan wajahnya pun unik lantaran kelebihan empat gigi seri.
”Dalam film juga dikisahkan bagaimana Freddie dengan kejeniusannya sebagai seorang musisi sekaligus penulis lagu menemukan kehadiran keluarga lain dalam bandnya. Periode 1970 hingga 1985 saya rasa memang menjadi periode paling penting, baik dalam hidup Freddie sendiri maupun Queen, yang kemudian diakhiri dengan kegempitaan konser Live Aid,” ujar King.
Lewat akting total, Malek dalam film ini seolah mampu ”membangkitkan” kembali sosok Freddie dari kubur. Untuk menjadi Freddie, banyak hal dilakukan Malek. Ketika berperan, ia memakai gigi palsu, yang memang khusus dirancang mirip dengan gigi sang legenda.
”Anda tak ingin sekadar meniru Freddie. Anda harus juga bisa memahami mengapa dia ingin melakukan sesuatu yang dia lakukan. Dalam proses (pengambilan gambar), saya banyak dibantu koreografer papan atas. Namun, kemudian saya sadar bahwa saya sebenarnya tidak hanya butuh koreografer, melainkan juga seorang pelatih gerak-gerik (movement coach),” ujar Malek.
Oleh pelatih itu, Malek juga diajari bisa meniru dan melakukan sejumlah gestur khas sang legenda, seperti tatapan mata, caranya memegang dan menggunakan mikrofon yang khas saat bernyanyi, bahkan dialek dan pilihan kata Freddie saat mengatakan sesuatu.
Saya tidak hanya butuh koreografer, melainkan juga seorang pelatih gerak-gerik.
Hasilnya, sang produser pun mengaku sangat terkejut dengan totalitas Malek dalam berakting menjadi Freddie. King memuji Malek seolah tidak lagi sekadar berakting sebagai Freddie. Ia melakukannya seolah semua itu alami dan ada di dalam dirinya.
Totalitas akting
Pujian lain juga datang dari gitaris Queen, Brian May, terhadap aktor pemeran dirinya, Gwilym Lee. May mengaku juga mengajari Lee beberapa trik cara memainkan dawai gitar dan gestur saat tampil di atas panggung. Saat May mengintip pengeditan film, dia kaget dan merasa tengah menonton dirinya sendiri tengah bermain gitar di film itu
”Keempat aktor yang memerankan kami di film ini sangatlah fenomenal. Mereka benar-benar menghidupkan kembali semuanya. Mereka telah menjadi kami. Kenyataan itu seolah membuatmu ketakutan sekaligus gembira (sends shivers up your spine),” ujar May mengutip penggalan lirik lagu ”Bohemian Rhapsody”.
Brian May dan Roger Taylor memang dilibatkan sejak awal sang produser menyatakan ingin membuat film ini. Keduanya berperan penting sebagai semacam ”konsultan” yang sangat kompeten memberikan wawasan dan pengetahuan mendalam yang sangat berharga, terutama tentang apa yang sebenarnya telah terjadi di saat-saat tertentu yang coba dihidupkan kembali dalam film ini.
”Tak ada seorang pun yang sangat mengetahui cerita tentang band ini selain mereka berdua. Masukan dari mereka sangatlah berharga. Cara mereka menyemangati kami juga menjadi dorongan yang sangat baik. Memang tak mudah memercayakan kisah-kisah itu ke tangan orang asing. Namun, kami jadi bisa mengenal mereka, bahkan pada tingkat kepercayaan tertentu, kami sangat berupaya untuk tidak mengecewakan mereka,” ujar Malek.
Lebih lanjut, walaupun tak dimaksudkan untuk menjadi film biografi (biopic), Bohemian Rhapsody tak bisa tidak memang lebih menonjolkan sosok dan penggambaran Freddie Mercury ketimbang ketiga personel Queen lainnya.
Baik sang sutradara Bryan Singer maupun penulis naskah Anthony McCarten, keduanya lebih banyak memfokuskan jalan cerita pada perjalanan Freddie yang bernama asli Farrokh Bulsara ini.
Kisah-kisah tentang naik turun kehidupan Freddie, kejeniusan dan keeksentrikannya menjadi bagian amat menarik. Lihatlah bagaimana ia membuat dan menampilkan karya-karya masterpiece, termasuk lagu ”Bohemian Rhapsody” itu!
Ketika film ini berakhir, tertinggal kesan, ini bukan film tentang kesedihan atau pesimisme, melainkan bentuk perayaan kehidupan.
Long live the Queen!
(BBC.COM/WWW.ETONLINE.COM/WISNU DEWABRATA)
Catatan:
Tulisan ini pernah dimuat di harian Kompas, Minggu, 28 Oktober 2018.