Perekonomian Global Akan Membaik setelah AS-China Berdamai
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Setelah Amerika Serikat dan China menunjukkan gelagat berdamai, ekonom memperkirakan kondisi perekonomian global akan membaik. Perbaikan ekonomi global bisa berdampak positif pada kinerja ekspor Indonesia.
Presiden AS Donald Trump, Minggu (24/2/2019), menunda kenaikan tarif impor sebesar 25 persen terhadap komoditas China. Trump berencana akan bertemu Presiden China Xi Jinping dalam waktu dekat untuk membahas perjanjian perdagangan. Pasar global optimistis perang dagang AS-China akan berakhir.
Kepala Ekonom Samuel Asset Management, Lana Soelistianingsih, Selasa (26/2) di Jakarta, mengatakan, berakhirnya tensi perang dagang antara AS dan China, sebagai dua negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia, akan meredakan ketidakpastian perekonomian global.
“Saya kira dalam waktu dekat Dana Moneter Internasional (IMF) akan kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Berakhirnya perang dagang AS-China akan kembali memacu perekonomian China,” tutur Lana.
Berakhirnya perang dagang AS-China akan kembali memacu perekonomian China
Dalam World Economic Outlook pada January 2019, IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,5 persen. Proyeksi itu lebih rendah dari pertumbuhan pada 2018, sebesar 3,7 persen.
Lana berpendapat, meredanya perang dagang AS-China akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,1 persen. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi global akan naik menjadi 3,6 persen.
Dengan kembali melajunya pertumbuhan perekonomian China, ekspor nonmigas Indonesia ke negara ini diharapkan dapat ikut bertumbuh. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nonmigas Indonesia ke China mencapai 24,39 miliar dollar AS. Batu bara merupakan salah satu komoditas andalan Indonesia yang diserap oleh industri China.
“Potensi penyerapan ini akan memberi harapan bagi kinerja ekspor Indonesia dari segi volume. Ini dapat menjadi kompensasi karena harga komoditas ekspor andalan Indonesia di pasar global saat ini masih rendah,” kata Lana.
Kepala Kajian Makro Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Febrio Kacaribu menambahkan, isu perang dagang antara AS-China sebenarnya memberikan pengaruh tidak langsung ke Indonesia. Indonesia perlu lebih fokus mengejar ketertinggalan untuk bergabung dalam rantai nilai global (global value chains).
“Selain itu, Indonesia harus lebih agresif mengejar investasi langsung asing di sektor high value added dan berorientasi ekspor. Indonesia harus memperbaiki struktur produksi hingga lima tahun ke depan sehingga ekspor dan impor menjadi lebih seimbang,” ujarnya.
Indonesia, menurut Febrio, dapat melakukan pendekatan secara bilateral untuk meningkatkan perdagangan dengan negara lain. Indonesia harus lebih menggali peluang kerja sama perdagangan dengan Uni Eropa, Australia, Jepang, dan Korea Selatan.
Rencana kerja sama Korea Selatan dan Indonesia untuk mengembangkan mobil listrik perlu didorong agar selesai lebih cepat
Febrio mencontohkan, Korea Selatan telah banyak berinvestasi di Indonesia, terutama di sektor manufaktur. Rencana kerja sama Korea Selatan dan Indonesia untuk mengembangkan mobil listrik perlu didorong agar selesai lebih cepat. Produk tersebut berpotensi besar untuk ekspor.