Arkeolog Temukan Petak-Petak Lahan Pertanian Kuno di Situs Liyangan
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·4 menit baca
Sejumlah artefak dan bukti sejarah purbakala terus ditemukan di Situs Liyangan. Terakhir, arkeolog menemukan petak-petak lahan pertanian kuno di situs itu.
YOGYAKARTA, KOMPAS — Peneliti Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta menemukan petak-petak lahan pertanian kuno di Situs Liyangan, Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah. Lahan pertanian tersebut berupa gundukan-gundukan yang disekat-sekat menggunakan susunan batu-batu boulder berbentuk bulat berdiameter sekitar 20 sentimeter.
Lahan pertanian kuno di Situs Liyangan itu berada di luar area pemujaan, di bagian paling atas situs. Hal yang menarik adalah, di atas gundukan-gundukan memanjang itu ditemukan bekas-bekas tanaman yang bertumbangan akibat empasan material vulkanik Gunung Sindoro.
Di lokasi tersebut arkeolog juga menemukan jejak sistem irigasi, teknologi terasiring, dan artefak berupa yoni bundar pipih yang melambangkan kesuburan menurut konsep agama Hindhu. Yoni tersebut ditemukan di area pertanian paling atas dengan ukuran diameter sekitar 1 meter dan ketebalan hanya sekitar 10 sentimeter.
“Diperkirakan, yoni ini merupakan perlengkapan ritual sebelum musim tanam. Yoni memiliki cerat untuk mengalirkan air ke sebuah kali kecil berdiameter setengah meter yang alirannya menuju ke bawah untuk pengairan lahan pertanian,” kata Sugeng Riyanto, Kepala Balai Arkeologi (Balar) Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (25/2/2019), di Yogyakarta.
Dugaan bahwa areal paling atas Situs Liyangan merupakan lahan pertanian kuno semakin diperkuat dengan penemuan onggokan gabah yang telah hangus karena sapuan panas material vulkanik Gunung Sindoro. Saat ditemukan, onggokan gabah itu dalam posisi terikat dan tertata seperti metode penyimpanan gabah masa kini di lumbung-lumbung padi.
Dugaan bahwa areal paling atas Situs Liyangan merupakan lahan pertanian kuno semakin diperkuat dengan penemuan onggokan gabah yang telah hangus karena sapuan panas material vulkanik Gunung Sindoro.
Selain sisa padi yang telah hangus, arkeolog juga menemukan beberapa produk pertanian lain, yaitu buah berbentuk bulat yang telah menghitam mirip kluwak dan dedaunan yang telah terkonservasi oleh lapisan abu vulkanik. Diperkirakan, dedaunan tersebut adalah daun pohon nangka.
Penemuan petak-petak lahan pertanian kuno di Situs Liyangan berawal saat Balai Pelestarian Cagar Budaya Jateng membersihkan material buangan bekas tambang di bagian atas situs pada 2018. Begitu dibersihkan, ternyata ditemukan susunan struktur batu-batu bulat yang memisahkan gundukan-gundukan tanah yang ternyata merupakan lahan bercocok tanam.
Temuan istimewa
Arkeolog senior Balar DIY Harry Widianto menyebut situs Liyangan sebagai temuan istimewa masyarakat bersama para peneliti Balar DIY karena sebelumnya Liyangan tidak pernah tercatat oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda. Dalam rangka mengonservasi temuan-temuan di Situs Liyangan, pemerintah pusat dan daerah telah membebaskan lahan seluas 4 hektar. Diperkirakan, total luasan areal Situs Liyangan mencapai 12 hektar.
“Temuan-temuan di Situs Liyangan setiap tahun bermunculan dan ke depan situs ini masih akan terus-menerus menarik untuk diteliti karena kompleksnya yang begitu luas,” kata Harry.
Penelitian di Situs Liyangan dilakukan oleh Balar DIY sejak 2009. Situs Liyangan merupakan komplek pemukiman kuno yang tertutup material letusan Gunung Sindoro kira-kira 1.000 tahun lalu. Diperkirakan, kawasan tersebut telah dihuni manusia sejak abad ke-2 Masehi hingga kira-kira abad ke-11 Masehi saat Gunung Sindoro meletus hebat.
Kompleks Situs Liyangan terdiri dari beberapa bagian, mulai dari tempat hunian, tempat pemujaan berupa candi yang juga bernama Candi Liyangan, dan lahan pertanian. Penemuan bagian-bagian situs ini berlangsung secara bertahap setelah para peneliti melakukan sejumlah ekskavasi.
Dari areal Situs Liyangan yang telah dibebaskan seluas 4 hektar, saat ini baru sekitar 30 persen yang berhasil disingkap temuan-temuannya oleh para peneliti, baik dari Balar DIY maupun Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Agar masyarakat sekitar turut menjaga situs tersebut, kini Balar DIY bekerja sama dengan Kelompok Sadar Wisata dan Badan Usaha Milik Desa setempat membuat Pojok Rumah Peradaban di Situs Liyangan.
Dari areal Situs Liyangan yang telah dibebaskan seluas 4 hektar, saat ini baru sekitar 30 persen yang berhasil disingkap temuan-temuannya oleh para peneliti.
Di Pojok Rumah Peradaban tersebut, Balar DIY setiap empat bulan sekali memperbarui data-data dan keterangan seputar sejarah Situs Liyangan. Dengan demikian, diharapkan warga serta wisatawan semakin memahami dan mengenal situs tersebut.
Di sekitar Jateng dan DIY terdapat sekitar 44 candi yang menarik untuk diekspose satu per satu. Beberapa candi besar seperti Borobudur, Prambanan, Mendut atau Kalasan mungkin sudah banyak dikenal publik, namun demikian masih ada puluhan candi lain yang menyimpan banyak sejarah unik di dalamnya sehingga menarik untuk dikemas menjadi obyek wisata edukasi serta wisata minat khusus. (DAHONO FITRIANTO / ARBAIN RAMBEY)