Keberagaman seharusnya tidak perlu dipersoalkan karena merupakan keniscayaan. Mempersoalkan kembali perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dengan mengedepankan politik identitas cuma membuat kemunduran. Padahal, bangsa-bangsa dituntut berkompetisi dalam berbagai kemajuan demi keberlangsungan manusia dan keberlanjutan peradaban.
Lebih dari 100 orang terutama muda mudi tampak tidak risih dengan perbedaan cara berbusana ketika mengikuti hari pertama rangkaian acara Kemah Kebangsaan, Sabtu (23/2/2019) malam, di Kedaton Tawangsari, Kedungwaru, Tulungagung, Jawa Timur. Mereka bersila dan menyimak diskusi Gerakan Pemajuan Kebudayaan dan Revolusi Industri Keempat.
Setelah itu, ditemani kudapan rebusan kacang, jagung, dan pisang juga kue tradisional, teh, dan kopi, mereka menikmati pergelaran ketoprak yang dipentaskan oleh pelajar SMP dan SLTA setempat. Beberapa di antaranya menikmati pergelaran sambil menyantap sompil atau patik, kuliner khas Tulungagung.
Sompil adalah lontong sayur buah pepaya muda pedas, urap pedas, diberi taburan bubuk kedelai dan kerupuk ikan asin. Patik adalah nasi sayur opor tahu kuning ditambah mie dan urap pedas, diberi taburan bubuk kedelai dan kerupuk ikan asin.
Ketoprak terdiri dari dua lakon. Yang pertama menceritakan peristiwa Mahapatih Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa dan sekilas kronik Kemaharajaan Majapahit setelahnya. Yang kedua menceritakan cukilan kehidupan KH Abu Mansur (Bagus Qosim), pendiri Tawangsari, dalam membangun kawasan perdikan Kesultanan Mataram itu sekaligus upaya mempertahankannya dari ancaman Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda.
Di era itu, Tulungagung dinamai Kadipaten Ngrowo. Untuk itu, terkadang Tulungagung dijuluki Bumi Ngrowo merujuk pada nama lama kabupaten tersebut. Setelah itu, ada macapat atau tembang tradisional Jawa tentang penjual jamu gendong Tulungagung. Tiga siswi SMP dengan gemulai mampu menembang dengan baik sekaligus menggugah para tamu mencicipi minuman tradisional itu.
Minggu (24/2) pagi, peserta Kemah Kebangsaan diajak melihat Festival Permainan Anak Tradisional di jalan Desa Simo, tetangga Desa Tawangsari. Di jalan yang sempit, di depan bangunan tua terbengkalai yakni Omah Gajah yang dibangun oleh juragan batik Arjokhoir pada 1916, panitia dari Forum Komunikasi Karang Taruna Kecamatan Kedungwaru, menampilkan 20 permainan tradisional. Pesertanya, anak lelaki dan perempuan, murid SD dari 19 desa di Kedungwaru.
Ada gendrik (engklek), lompat tali, dhelikan (sembunyi), betengan, gobak sodor, boi-boian, kekehan, gendiran, enthik, sepur-sepuran (ular naga), selontopan (senapanan), sepringan, tarik tambang, empol-empolan, cirak, engrang, balap karung, balap bangkiak, balap ban, balap bathok (bola batok). Di dalam Omah Gajah ada beberapa benda yang dipamerkan yakni batik tulis khas Tulungagung dan kerajinan dari bubur kertas dan ampas kopi karya karang taruna.
Selepas tengah hari, peserta Kemah Kebangsaan diajak menanam pohon di lereng Argo Patuk Candi Dadi di Junjung, Sumbergempol, Tulungagung. Mereka juga diceritakan tentang keberadaan benda-benda bersejarah di bukit itu yakni Candi Dadi, Candi Bubrah, Lumpang Naga, dan Gua Kodok. Penghijauan di bukit yang memiliki beberapa mata air itu diharapkan mendorong rasa cinta muda mudi terhadap alam dan berbagai peninggalan kebudayaan di sana.
Keberlangsungan
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, keberagaman merupakan keniscayaan bangsa nusantara. Dengan 1.340 suku bangsa dan 1.211 bahasa menjadi bukti Indonesia bangsa yang amat beragam. “Namun, mampu diikat dalam persatuan dan kesatuan dengan keinginan hidup bersama,” katanya.
Namun, masih saja ada kalangan warga yang memperdebatkan bahkan mencoba mempertentangkan keberagaman yang ada. Bahkan, mencoba mengganggu Pancasila, UUD 1945, dan Republik Indonesia. Padahal, dunia sedang bergerak cepat terkait dengan kemajuan teknologi informasi, internet of thing, yang turut mewarnai perang dagang antarnegara adidaya, dan menciptakan disrupsi.
Bangsa Indonesia diajak melihat jauh ke depan agar tidak tertinggal dalam kompetisi global yakni menjamin keberlangsungan peradaban manusia nusantara. Diharapkan pula bangsa Indonesia mempertahankan ciri khas atau karakter yang tak dimiliki bangsa lain yang terwujud dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Keberagaman termanifestasi dalam wujud produk kebudayaan misalnya tari, pusaka, lukisan, sastra, dan permainan tradisional. Produk kebudayaan dilahirkan dari orang-orang yang bukan sekadar terampil melainkan menjiwai secara penuh seni tradisi. Inilah yang diyakini tak akan mungkin tergantikan oleh revolusi industri. Meski saat ini sudah zaman robotika bahkan kecerdasan buatan, diyakini belum mampu menggantikan peran manusia dalam melahirkan produk kebudayaan.
Anggota Kaukus Pancasila DPR Eva Kusuma Sundari menambahkan, kebudayaan juga melahirkan karakter positif atau sifat kebaikan bangsa Indonesia. Yang dimaksud adalah keterbukaan pikir, hati, dan kehendak. Keterbukaan pikir membuat bangsa Indonesia kreatif misalnya zaman dahulu membuat kapal untuk arung samudra hingga diplomasi mancanegara.
Keterbukaan hati membuat perbedaan khususnya SARA bisa diterima dan hidup berdampingan. Namun, saat ini, keberagaman dirongrong terorisme, radikalisme, dan fundamentalisme yang menginginkan keseragaman.
Keterbukaan kehendak membuat bangsa Indonesia berani untuk memasuki situasi tak menentu. Revolusi Industri Keempat dapat teratasi apabila bangsa Indonesia mampu tetap terbuka pikirnya dan hatinya sehingga kreatif dan mampu bersaing dengan jujur dalam kompetisi.
Jangan melupakan semangat utama bangsa Indonesia yakni gotong royong dan musyawarah. Kedua semangat itu menjamin keberlangsungan hidup bangsa dan negara. “Yang menjadi fokus utama adalah manusia, memperjuangkan martabat bukan material atau politik,” katanya.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Joko Susanto mengatakan, revolusi industri membuat peradaban manusia kian encer atau mudah. Untuk itu, manusia perlu juga berpikir encer dengan terbuka, bersih, dan toleran. Sikap beku dengan menghasut atau menyebarkan berita bohong misalnya tidak akan membawa kebaikan tetapi masalah silih berganti bahkan perpecahan.