Kenali Gejala DBD, Segera Periksa Saat Gejala Muncul
Gejala demam berdarah dengue tidak berbeda dengan penyakit pada umumnya. Gejala yang muncul pada pasien yang tertular virus dengue perlu segera direspons agar memperoleh tata laksana yang tepat dari dokter. Jika terlambat, kondisi pasien bisa memburuk hingga menyebabkan kematian.
Dokter spesialis penyakit dalam Divisi Penyakit Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Erni Juwita Nelwan, menyampaikan, masyarakat perlu mengenali gejala demam berdarah dengue (DBD) dengan baik.
”Biasanya ketika gejala awal muncul, pasien masih mengobati sendiri, belum ke puskesmas atau rumah sakit. Ketika hari kelima, gejala mulai hilang sehingga merasa sudah membaik. Padahal, saat itu sudah masuk fase kritis. Ketika merasa lemas baru dibawa ke dokter dalam keadaan pembuluh darah sudah bocor dan masuk pada sindrom syok sehingga sudah sulit ditolong,” ujarnya.
Pada fase awal atau fase febris, gejala yang dialami pasien DBD antara lain demam tinggi yang muncul mendadak, nyeri kepala, nyeri pada ulu hati, mual dan muntah, serta badan terasa lemah dan lesu. Biasanya fase ini berlangsung pada hari pertama sampai ketiga. Meski begitu, virus sebenarnya sudah masuk ke tubuh selama 4-7 hari sebelum gejala awal muncul.
Pada fase awal atau fase febris, gejala yang dialami pasien DBD antara lain demam tinggi yang muncul mendadak, nyeri kepala, nyeri pada ulu hati, mual dan muntah, serta badan terasa lemah dan lesu.
Pada hari ke empat dan kelima, demam akan turun sehingga pasien mengira tubuhnya sudah membaik. Sementara trombosit di dalam tubuh sudah menurun, hematokrit atau sel darah merah dalam tubuh meningkat, serta kemungkinan ada kebocoran pada pembuluh darah.
”Pasien baru datang saat tubuh sangat lemas. Di fase ini, saat sudah terjadi syok, kami ganti cairan juga sudah tidak terkejar. Fase kritis awal bisa dikatakan sebagai fase membaik palsu, jadi harus waspada,” kata Erni.
Ia mengatakan, deteksi gejala DBD sejak dini sangat penting agar tata laksana yang tepat bisa diberikan kepada pasien. Pasien yang datang di fase awal bisa langsung terdeteksi karena pada pemeriksaan laboratorium bisa terlihat adanya sisa virus dengue atau yang disebut NS1 (protein nonstruktural) pada tubuh. Sementara pada fase kritis, virus ini sudah tidak lagi terdeteksi.
Pasien yang datang di fase awal bisa langsung terdeteksi adanya sisa virus dengue atau yang disebut NS1 (protein nonstruktural) pada tubuh. Pada fase kritis, virus ini sudah tidak lagi terdeteksi.
Pasien demam berdarah dengue sebenarnya tidak perlu perawatan khusus. Hanya saja, tenaga kesehatan perlu mengontrol kondisi pasien secara rutin. Setidaknya setiap empat jam sekali, kadar trombosit dalam tubuh pasien harus dicek. Pastikan trombosit tidak terus menurun.
Normalnya kadar trombosit dalam tubuh lebih dari 150.000 per milimeter kubik darah. Pasien pun disarankan untuk menghindari aktivitas yang berisiko menimbulkan pendarahan, seperti menyikat gigi terlalu keras yang menyebabkan gusi berdarah ataupun membersihkan bagian dalam hidung.
Selain kadar trombosit, kondisi lain yang perlu dikontrol adalah tekanan darah pasien, kadar hematokrit dalam tubuh, tekanan nadi, serta kondisi fisik lain, seperti adanya gangguan kesadaran dan gangguan gastrointestinal, seperti muntah berkelanjutan dan nyeri perut berlebihan.
Apabila fase kritis tersebut terlewati, kondisi pasien akan membaik. Nafsu makan pun akan pulih serta hasil laboratorium untuk kadar trombosit dan hematokrit akan kembali normal. Tidak ada obat khusus untuk pasien DBD. Saat perawatan, dokter cukup memastikan kebutuhan cairan pasien terpenuhi sesuai dengan hitungan yang tepat.
Risiko pendarahan meningkat
Menurut Erni, pasien yang datang ke layanan kesehatan pada fase awal mengalami penurunan trombosit yang cenderung lebih tajam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. ”Kalau dulu, pasien datang dengan trombosit 90.000-112.000 (per milimeter kubik darah). Kalau sekarang bisa datang dengan trombosit di bawah 10.000 (per milimeter kubik darah), bahkan sampai 2.000,” katanya.
Pasien yang datang ke layanan kesehatan pada fase awal mengalami penurunan trombosit yang cenderung lebih tajam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Akibatnya, risiko pendarahan pasien pun semakin tinggi. Penyebab dari kondisi ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Erni menyebutkan, berbagai faktor bisa menyebabkan rendahnya kadar trombosit seseorang, seperti komponen virus dengue yang berubah atau reseptor dalam tubuh yang berubah sehingga mekanisme tubuh saat menerima virus berubah.
Terkait upaya pencegahan, Erni mengatakan, belum ada cara yang efektif selain menekan populasi vektor penular DBD dengan pemberantasan sarang nyamuk. Meskipun vaksin dengue sudah diproduksi, efektivitasnya belum maksimal sehingga belum bisa digunakan secara massal.
Belum ada cara yang efektif selain menekan populasi vektor penular DBD dengan pemberantasan sarang nyamuk.
Secara terpisah, Direktur Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, vaksin dengue yang ada saat ini belum bisa dijadikan sebagai program nasional. Vaksin yang diproduksi saat ini baru bisa diberikan kepada seseorang yang sudah pernah terinfeksi DBD sebelumnya. Jika belum pernah terinfeksi, efektivitas vaksin ini hanya sekitar 50 persen.
”Efektivitasnya masih kurang maksimal. Baru efektif untuk pasien yang sudah pernah terkena DBD, yakni 80-90 persen. Sementara vaksin bisa dikatakan dapat memberikan perlindungan ketika efektivitasnya di atas 95 persen,” ujarnya.
Menurut dia, pencegahan yang lebih didorong adalah pengendalian vektor secara terintegrasi, baik dengan pendekatan kimiawi, biologis, maupun lingkungan. Pendekatan kimiawi dilakukan dengan menaburkan bubuk abate pada tempat penampungan air serta metode pengasapan atau fogging. Pendekatan biologis bisa dilakukan dengan memanfaatkan hewan seperti ikan cupang yang memakan jentik-jentik nyamuk.
Sementara pendekatan lingkungan dilakukan melalui program 3M plus (menutup, menguras, dan mendaur ulang barang bekas), mengganti air pada vas bunga atau tempat minum hewan peliharaan, serta membersihkan tempat lain yang bisa menampung air, seperti saluran di atap rumah, selokan, daun-daun yang berbentuk cekung, serta pot tanaman.
”Setiap genangan, meskipun hanya setetes air, bisa dimanfaatkan nyamuk untuk berkembang biak,” ucap Nadia.