TULUNGAGUNG, KOMPAS – Kalangan petani kopi dibantu Bank Indonesia, Senin (25/2/2019), mengadakan, lelang perdana hasil panen Kopi Sendang Wilis dalam Coffee Camp Generasi Baru Indonesia (GenBI) Kediri 2019 di Bumi Perkemahan Jurang Senggani, Tulungagung, Jawa Timur.
Biji kopi yang dilelang merupakan hasil panen dari tanaman kopi yang ditanam pada April 2017 varietas Arabika Komasti Andungsari. Selain itu, ada sedikit hasil panen dari tanaman kopi specialty Arabika Kolombia Brasil (Kobra) yang merupakan peninggalan petani-petani generasi sebelumnya. Kopi yang dilelang dalam ukuran 500 gram.
Komasti Andungsari green bean laku dilelang di kisaran harga Rp 550.000-Rp 700.000 dengan salah satu pembelinya ialah Pelaksana Tugas Bupati Tulungagung Maryoto Birowo. Kobra green bean dibeli Kepala BI Perwakilan IV Jawa Timur Difi Ahmad Johansyah senilai Rp 800.000. Komasti Andungsari roasted atau biji telah dipanggang laku dilelang di kisaran harga Rp 600.000-Rp 750.000 dengan salah satu pembelinya ialah Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar.
Ketua Kelompok Usaha Bersama Omah Kopi Mandiri Kristian Yuono mengatakan, kopi yang dilelang merupakan bagian dalam program Bantuan Sosial BI Kantor Perwakilan Kediri untuk wilayah dua desa yakni Nglurup dan Geger di Kecamatan Sendang. Wujudnya ialah perbaikan kualitas dan produktivitas tanaman kopi yang sudah ada sekaligus penanaman baru.
Kemudian oleh BI kami dibantu dengan pelatihan budidaya kopi hulu hilir
Kristian mengatakan, sudah ada tanaman kopi Robusta dan Arabika Kobra yang dibudidayakan tetapi kurang serius oleh petani yang rata-rata juga peternak sapi perah atau sapi pedaging dan peladang. Akibat ketidaktahuan dalam budidaya kopi, hasil panen kopi Robusta terutama hanya dapat dijual di pasar-pasar tradisional dengan harga jual rendah yakni Rp 18.000-Rp 22.000 per kilogram green bean. “Kemudian oleh BI kami dibantu dengan pelatihan budidaya kopi hulu hilir,” ujarnya.
Sejumlah petani kopi kemudian diikutkan dalam pelatihan teknik budidaya di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember. Selanjutnya, mereka magang di PT Perkebunan Nusantara XII Sepawon untuk fokus pembibitan, cara tanam, perawatan, penanganan hama, pemetikan, pemrosesan, dan produk akhir. “Selanjutnya ada juga pelatihan pengolahan, pengemasan, pemasaran reguler hingga pemasaran digital,” ujar Bendahara KUB Omah Kopi Mandiri Kurnia Eka Kusuma menambahkan.
Memperbaiki budidaya
Setelah pelatihan, petani dapat memperbaiki budidaya Robusta dari 2.000 tanaman yang sudah ada. Penjualan hasil panen pun membaik yakni menjadi Rp 30.000 per kg green bean di pasar tradisional. Saat dijual ke pengusaha kopi, harganya lebih tinggi.
Selain itu, petani didorong menanam varietas baru yang unggul. Bantuan bibit ialah Arabika Komasti Andungsari yang ditanam pertama kali pada April 2017 sebanyak 2.000 tanaman. Selanjutnya, November 2017 sebanyak 2.500 tanaman, April tahun lalu sebanyak 9.500 tanaman, dan Desember tahun lalu sebanyak 23.000 tanaman.
Tanaman kopi Arabika ini ternyata dapat dipanen sepanjang tahun dengan potensi 1 ton green bean per hektar per tahun dengan areal tanam seluas 20 hektar
Kopi yang ditanam pada April 2017 ternyata telah bisa dipanen pada awal tahun ini dan laku terjual Rp 100.000 per kg green bean atau Rp 300.000 per kg roasted bean. “Tanaman kopi Arabika ini ternyata dapat dipanen sepanjang tahun dengan potensi 1 ton green bean per hektar per tahun dengan areal tanam seluas 20 hektar,” kata Kristian.
Kepala BI Perwakilan Kediri Djoko Raharto mengatakan, kopi merupakan komoditas amat potensial dikembangkan di wilayah kerja lembaganya. Permintaan tinggi dan secara historis cukup intensif dibudidayakan di sekeliling Gunung Wilis.
Sebenarnya, banyak perkebunan peninggalan Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda tetapi banyak tutup akibat salah urus. Yang ada di kebun rakyat tetap dikelola tetapi perlu sentuhan teknik budidaya yang baik.
Plt Bupati Tulungagung Maryoto Birowo mengatakan, warga Sendang kebanyakan pekebun dan peternak. Dengan budidaya kopi, diharapkan dapat mengintegrasikannya dengan mata pencaharian yang sudah ada. “Kotoran ternak diolah untuk tanaman kopi sehingga petani tidak perlu jauh-jauh mencari pupuk apalagi mereka ingin organik,” katanya.