Tiga Negara Kembali Sepakat Tingkatkan Konsumsi Karet Domestik
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Selepas pertemuan terakhir International Tripartite Rubber Council atau ITRC, Thailand akhirnya turut menyepakati pembatasan ekspor karet mentah. Thailand bersama Indonesia dan Malaysia akan mengurangi ekspor karet mentah sebanyak 200.000 ton-300.000 ton dan meningkatkan serapan karet dalam negeri.
ITRC yang didirikan pada 12 Desember 2001 itu terdiri dari tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) mencatat, ITRC menyuplai 70 persen suplai karet dunia.
Tugas utama ITRC adalah mengelola produksi agar tercapai keseimbangan karet alam dalam jangka panjang (Supply Management Scheme/SMS, mengatur suplai jangka pendek karet global dengan cara membatasi ekspor karet (Agreed Export Tonnage Scheme/AETS), dan meningkatkan konsumsi karet domestik dan global (Demand Promotion Scheme/DPS).
Pertemuan terakhir ITRC berlangsung pada Jumat akhir pekan lalu di Thailand. Minister of Agriculture and Cooperatives Kerajaan Thailand Grisada Boonrach, Minister of Primary Industries Malaysia Teresa Kok, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution hadir dalam pertemuan tersebut.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Kasan, Minggu (24/2/2019), mengonfirmasi, ketiga negara dalam ITRC sudah sepakat membatasi ekspor karet mentah sebanyak 200.000 ton-300.000 ton. Rincian teknis pembatasan ekspor ini akan dibahas lebih lanjut pada pertemuan yang akan diadakan pada dua pekan mendatang.
Dalam pertemuan, ITRC mempertimbangkan adanya sentimen negatif terhadap pasar karet internasional yang mempengaruhi harga. Kondisi ekonomi global juga turut menekan harga karet.
ITRC menilai, pembatasan ekspor karet dari ketiga negara dapat menjadi instrumen efektif yang mengembalikan keseimbangan suplai dan permintaan di tingkat global. Harapannya, langkah itu berimbas pada perbaikan harga karet di pasar internasional.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo, mengapresiasi kesepakatan ketiga negara untuk membatasi volume ekspor tersebut. "Kami merasa lega atas tercapainya kesepakatan itu. Sebagai pendukung pemerintah, kami siap berperan aktif dalam melaksanakan keputusan itu," ujarnya saat dihubungi, Minggu.
Pembatasan ekspor itu dinilai sebagai langkah jangka pendek yang tepat untuk memperbaiki harga karet di pasar internasional. Moenardji berpendapat, perbaikan harga karet yang lebih mencerminkan kondisi permintaan dan suplai di tingkat internasional turut membentuk harga di tingkat petani.
Moenardi mengatakan, awal 2018 harga karet mentah dunia berkisar 1,5 dollar AS per kilogram (kg)-1,6 dollar AS per kg. Saat ini, harganya bergerak di kisaran 1,3 dollar AS per kg atau Rp 18.302 per kg (dengan kurs Rp 14.079 per dollar AS).
"Saat ini harga karet mentah di tingkat petani Rp 5.000 per kg-Rp 6.000 per kg. Tahun lalu harganya bisa mencapai Rp 7.000 per kg," kata dia.
Saat ini harga karet mentah di tingkat petani Rp 5.000 per kg-Rp 6.000 per kg. Tahun lalu harganya bisa mencapai Rp 7.000 per kg.
Pasar domestik
ITRC juga menyepakati meningkatkan permintaan pasar karet dalam negara masing-masing. Misalnya, Thailand telah meningkatkan permintaan dalam negeri melalui enam jenis pasar karet sehingga menaikkan harga karet domestik. Imbasnya, permintaan karet Thailand naik 105.600 ton atau setara dengan 225 juta dollar AS.
Malaysia akan melanjutkan proyek jalan dengan komponen karet. Pemerintah setempat telah menganggarkan 100 ringgit Malaysia untuk proyek itu.
Adapun Indonesia akan fokus meningkatkan penggunaan komponen karet dalam infrastruktur, seperti jalan raya atau bantalan rel kereta api. Moenardji menilai, peningkatan permintaan dalam negeri merupakan solusi perbaikan harga karet secara jangka menengah.
Selain itu, ITRC juga menyepakati angka luas peremajaan lahan karet sebagai skema pengelolaan suplai. Thailand akan meremajakan lahan karet seluas 65.000 hektar per tahun dan Malaysia 25.000 hektar per tahun.
Sementara itu, Indonesia akan meremajakan 50.000 hektar lahan karet tiap tahunnya. "Peremaaan karet itu merupakan langkah jangka panjang di tingkat hulu untuk mengendalikan jumlah suplai ke depannya," ucap Moenardji. (JUD)