Di Situ Gintung, waktu seperti melambat. Puluhan orang dengan sabar duduk di pinggir situ. Sengatan matahari tak menghilangkan niat mereka memancing ikan. Bagi mereka, memancing menjadi pelepas penat setelah bekerja sepanjang pekan.
Sudah dua jam Afri (26) memegang batang pancing atau joran. Tetapi belum ada satupun ikan yang menyambar mata pancingnya.
“Kalau lagi memancing begini, pikiran jadi plong. Stres akibat pekerjaan jadi hilang,” kata Afri saat ditemui di pinggir Situ Gintung, Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, Minggu (24/2/2019).
Kalau lagi memancing begini, pikiran jadi plong. Stres akibat pekerjaan jadi hilang.
Sebagai pekerja konveksi di Jakarta Selatan, Afri hanya libur di hari Minggu. Selama enam hari sebelumnya, ia bekerja menjahit gamis. Jika model gamis yang dipesan tergolong rumit, ia bisa seharian duduk di mesin jahit.
“Bosan juga setiap hari mantengin jarum,” kata dia.
Lajang asal Jawa Tengah itu memilih berlibur di Situ Gintung karena situasinya yang tenang. Pandangannya lepas memandang hamparan danau yang pernah jebol tahun 2009 ini. Maklum, selama bekerja, ia terkurung di ruang pengap yang berisik oleh bunyi mesin jahit.
Agar terlindung dari terik matahari, ia membuat songkok kepala. Jika dilihat dari jauh, songkok itu terlihat seperti jilbab. “Ini saya buat dari sisa-sisa bahan di tempat kerja,” katanya.
Sedikitnya, sekali sebulan ia berkunjung ke Situ Gintung. Selain menenangkan, memancing di situ membuat Afri bisa berhemat. Sebulan ia hanya dibayar Rp 3 juta. Separuh dari gajinya itu habis buat beli makan.
“Modalnya liburan di sini hanya Rp 50.000, itu sudah termasuk makan,” katanya.
Hartani (43), tukang ojek yang rumahnya di Jakarta Selatan, memancing untuk mengusir rasa jenuh. Ia merupakan tukang ojek yang punya langganan tetap. Hari Minggu, ia libur dan merasa bosan seharian di rumah.
Tak tanggung-tanggung, ia membawa tiga joran. Sejak pagi, dia menangkap enam ekor ikan mujair. “Kalau dapat banyak, saya bawa pulang. Kalau sedikit, saya bagi sama warga sekitar,” kata Hartani.
Merdeka
Berjarak lima meter dari Hartani, Aji Pratama (21) meloloskan mata kail di sela-sela batu tepian situ. Aji sedang memancing belut. Dia sudah berada di tempat ini sejak pukul 08.00. Ini kesempatan bagi Aji untuk terbebas dari aturan ketat sang pacar soal rokok.
“Saya merdeka kalau lagi mancing, soalnya dia pasti nggak bakal mau saya ajak ke sini,” kata karyawan showroom mobil di Tangerang Selatan ini.
Pada Minggu siang itu, sedikitnya ada 20 pemancing mengadu peruntungan di pinggir Situ Gintung. Ada juga beberapa keluarga yang membawa anaknya bermain air di tepi situ. Sejumlah anak-anak mengayuh sepeda di bahu jalan, di sekeliling situ.
Tempat jeda
Pada medio 2017, sejumlah seniman Tangerang Selatan mengadakan Festival Literasi Tangerang Selatan. Situ menjadi tema yang diangkat dalam festival itu.
Situ, dalam catatan pembuka festival literasi Tangerang Selatan 2017 disebutkan, menjadi tempat jeda di tengah pesatnya pembangunan Tangerang Selatan. Warga sekitar menjadikan situ sebagai bagian dari keseharian mereka.
“Begitulah situ, keberadaannya seperti anti-tema dari percepatan dan perkembangan di dalam kota,” demikian nukilan catatan pembuka itu.
Begitulah situ, keberadaannya seperti anti-tema dari percepatan dan perkembangan di dalam kota.
Sejumlah seniman dan penyiar diundang untuk menulis karya berdasarkan keberadaan situ di Tangerang Selatan. Karya itu terangkum dalam Situ, Kota dan Paradoks. Tujuannya sederhana, agar situ tak menjadi alien di kotanya sendiri. (INSAN ALFAJRI)