KENDAL, KOMPAS - Dalam mewujudkan Indonesia Bersih, pemerintah masih memiliki berbagai pekerjaan, termasuk dalam pengelolaan tempat pengolahan akhir atau TPA. Dari sekitar 500 kabupaten/kota di Indonesia, baru 55 persen yang memiliki TPA berkategori baik.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, pada kegiatan bersih-bersih pantai di Pantai Sendang Sikucing, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Minggu (24/2/2019), mengatakan, penyediaan serta pengelolaan TPA bukan hal mudah. Selain soal lahan, juga diperlukan pembiayaan yang tak sedikit.
Siti mencontohkan, untuk menata TPA yang sederhana saja dibutuhkan biaya sekitar Rp 40 miliar. "Untuk yang kategori baik, butuh sekitar Rp 500 miliar. Belum lagi pemerintah daerah perlu menyiapkan lahan. Dalam rapat kerja nasional lalu, kami coba carikan jalan," ujarnya.
Menurut Siti, persoalan ketiadaan TPA layak juga yang membuat kota besar seperti Medan, Bandung, dan Makassar tidak mendapat Adipura pada Januari lalu. Penataan TPA pun menjadi perhatian pemerintah pusat, selain terkait pembiayaan pemungutan sampah rumah tangga.
Sebelumnya, pada Rapat Kerja Nasional Indonesia Bersih di Jakarta, Kamis (21/2), pemerintah tahun ini mulai mengalokasikan secara khusus dana bagi pemerintah daerah untuk pengelolaan sampah. Dana insentif daerah sekitar Rp 10 triliun dialokasikan untuk pemda dengan menggunakan parameter peran pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah. Dana tersebut diambil dari dana transfer ke daerah dan Dana Desa 2019 yang totalnya mencapai Rp 826,77 triliun (Kompas, 22/2).
Menindaklanjuti hal itu, kata Siti, sinergi perlu terus dibangun dan diperkuat. "Daerah memiliki profiling atau rumusan terkait persoalan, kemudian apa yang akan dilakukan. Itu dapat dikomunikasikan (dengan pemerintah pusat). Sekarang sudah ada tim nasional," ucapnya.
Siti mencontohkan, saat pemda memiliki rencana untuk membuat sampah menjadi energi listrik dan terkendala biaya pemungutan dari rumah tangga, maka pusat akan mendukung. Ini seiring dengan target pemerintah dalam pengurangan sampah sebanyak 30 persen pada 2025.
Salah satu contoh pengelolaan TPA yang baik, menurut Siti, yakni TPA Jatibarang, Semarang, dengan sarana pemanfaatan gas metana (landfill gas). "TPA ini mendapat dukungan dari Denmark untuk mengolah sampah menjadi listrik," ujar Siti.
Siti mengatakan, model pengelolaan seperti itu harus terus dikembangkan, meskipun akan membutuhkan biaya tinggi. Namun, tingginya antusiasme dan gerakan masyarakat untuk peduli pada sampah dalam tiga tahun terakhir harus dijadikan momentum sehingga sinergi semua pihak terbangun.
Kemarin, Siti menghadiri peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) di Jateng. Setelah bersih-bersih di Pantai Sendang Sikucing, Kendal, ia menuju TPA Jatibarang Semarang. Di Pantai Sendang Sikucing, terkumpul 2,7 ton sampah.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jateng Teguh Dwi Paryono menuturkan, volume sampah di Jateng sekitar 500.000 ton per hari, mayoritas berupa sampah plastik. Selain pengurangan sampah di TPA, pihaknya terus menggalakkan edukasi pentingnya pengelolaan sampah.
Gerakan mengedukasi itu coba dilakukan secara intens. "Contohnya, kami lakukan di kantor Pemprov Jateng yang sudah tak menggunakan air mineral dalam kemasan. Setiap rapat, kami gunakan cangkir. Kemudian, penggunaan gembes (tumbler)," ujar Teguh.
Irsan Ainur Rohmat (15), siswa SMA NU 03 Muallimin Weleri, Kendal, mengikuti kegiatan bersih-bersih di Pantai Sendang Sikucing. Dia mengakui, tak mudah untuk mengubah kebiasaan membuang sampah sembarangan. Namun, dampak jangka panjang, yakni rusaknya ekosistem, termasuk laut, menjadi pengingat akan bahaya membuang sampah sembarangan.