Wisata London (1): Jalan-jalan Naik Tube
Bagi pendatang yang ingin jalan-jalan untuk menikmati obyek-obyek wisata favorit di London tentu tak perlu khawatir soal transportasi murah. Di ruang-ruang publik di ibu kota Inggris itu tersedia berbagai informasi tentang jalur angkutan publik yang mudah diakses, sekalipun oleh pendatang baru.
Selama seminggu berada di London, di sela-sela acara formal, saya selalu memulai perjalanan ke beberapa tempat dari stasiun kereta bawah tanah Shepherd’s Bush. Sebab, stasiun ini hanya berjarak sekitar 150 meter dari Hotel Dorsett, tempat saya menginap di Distrik Shepherd’s Bus, London barat.
Berjalan kaki selama 7 menit dari hotel, stasiun angkutan umum massal berbasis rel \'London Underground\', yang sering disingkat \'The Underground\' atau juga disebut \'Tube\' itu sudah dicapai. Stasiun Shepherd’s Bush berada di Central Line, jalur penghubung Epping di timur laut dan Eling Broadway di barat.
Jika mau jalan-jalan di London, sebaiknya membeli tiket multi-trip seharga 15 poundsterling untuk perjalanan 1-2 hari atau 40,10 pound untuk 7 hari. Kita akan mendapat kartu multi-trip Oyster dan bebas ke mana saja selama itu. Dengan Oyster kita bisa menghemat separuh dari harga dibandingkan dengan membeli tiket single-trip setiap hari.
Kartu Oyster memiliki banyak fungsi. Selain bisa dipakai untuk Tube, kartu ini juga bisa digunakan untuk angkutan publik lainnya seperti bus, bus sungai, Transport for London (TfL) Trail, The Overground, Docklands Light Railway (DLR) dan Trem. Besaran tarifnya beragam, tergantung jarak tempuh, dan jenis modanya.
Kartu Oyster itu juga masih bisa kita gunakan kapan saja, tak mengenal masa kedaluwarsa. Bisa kita simpan untuk suatu waktu dapat digunakan lagi jika akan kembali ke London, atau dapat dipinjamkan kepada anggota keluarga atau teman yang hendak pergi ke London, dan tinggal mengisi ulang (top up).
Hari itu sudah pukul 10.00 waktu setempat ketika saya memulai perjalanan dari stasiun Shepherd’s Bush. Saya ingin melihat Palace of Westminster (Istana Westminster), yang tidak lain adalah Gedung Parlemen Kerajaan Inggris, yang terletak di Distrik Westminster.
Baca juga: Wisata London (2): Masuk British Museum Gratis
Setelah mencermati peta jalur Tube yang terdekat dengan Istana Westminster, saya harus memilih stasiun terdekat, yakni Stasiun Westminster. Namun, kereta Central Line dari Shepherd\'s Bush ternyata tidak mengarah ke sana.
Rupanya saya nantinya harus pindah jalur di stasiun lain untuk mendapatkan Tube yang mengarah ke Westminster. Ternyata ada dua altenatif . Saya bisa turun di stasiun Hotting Hill Gate yang berada di Circle Line dan Distric Line. Di sana tinggal memilih platform kereta yang menuju ke Stasiun Westminster.
Pilihan kedua, saya bisa turun di stasiun Bond Street lalu berpindah ke Jubilee Line dan memilih platform kereta yang akan bergerak menuju ke Stratford, lalu turun di Stasiun Westminster. Hari itu saya memutuskan untuk turun di Bond Street untuk memilih kereta yang akan bergerak ke Westminster.
Hanya dalam 15 menit dari Shepherd’s Bush, saya sudah tiba di Westminster. Setelah keluar stasiun, saya melangkah ke Istana Westminster. Gedung ini berada di utara Sungai Thames dan berseberangan dengan Westminster Abey, yakni gereja bergaya Gothik, tempat para raja dan ratu Inggris biasa dilantik.
Di jalan yang memisahkan gedung Parlemen Inggris dan Gereja Kolegiat St Petrus atau Westminster Abey, tampak ada dua kelompok kecil massa yang berunjuk rasa terkait Brexit. Mereka beraksi di tempat yang sama setiap hari sejak tahun lalu tetapi tidak pernah bentrok.
Si Hati Singa
Pada halaman depan Istana Westminster, bagian yang disebut Old Palace Yard, berdiri patung berkuda Raja Richard I yang memerintah Inggris pada Abad XII, yakni dari 6 Juli 1189 sampai kematiannya pada 6 April 1199.
Nama Richard I ini juga lebih dikenal dengan julukan Richard Si Hati Singa (Richard the Lionheart) karena reputasinya sebagai pemimpin militer nan gagah berani. Meski menguasai Inggris, ia sebenarnya menghabiskan waktunya lebih banyak di Perancis sehingga disebut Richard Coeur de Lion dan tewas di negara itu setelah terkena panah saat terjadi bentrokan memperebutkan sebuah kastil.
Richard I adalah tokoh inti Perang Salib III, saat pertempuran melawan pemimpin Muslim Saladin. Sepak terjangnya itu dibahas dalam pelajaran Sejarah Dunia di SMP dulu. Teringat kembali akan sosok itu dalam pelajaran sejarah dulu, saya pun berpose di depan patung berkuda Richard I.
Setelah beberapa menit berada di kawasan itu, termasuk di Westmisnter Abey, saya berjalan kaki ke London Eye, salah satu destinasi wisata paling terkenal di ibu kota Inggris itu. London Eye terletak di sisi selatan Sungai Thames.
Saya melintasi Jembatan Westminster untuk menyeberangi Sungai Thames setelah sempat berpose di jembatan dengan latar belakangnya London Eye. Setelah tiba di ujung selatan jembatan, saya belok kiri menuju London Eye melewati Shrek’s Adventure, London Dungeon, dan Sea Life Aquarium.
Tak ada waktu cukup untuk mencoba London Eye. Ke wilayah yang disebut South Bank itu, hanya sekadar ingin melihat tentang sebagian kecil dari keindahan pinggiran sungai yang telah berubah menjadi pusat peradaban.
Baca juga: Wisata London (3): Panorama Kota dari Puncak Katedral
Menjelang sore, sudah saatnya untuk memilih jalan pulang. Sekalipun badan sudah dibalut baju tebal, sarung tangan, penutup kepala, dan syal melingkar di leher, udara dingin tetap menusuk. Suhu udara siang hari di London berkisar 6-8 derajat Celsius, sedangkan waktu malam dan pagi lebih rendah lagi.
Saya pun kembali ke Stasiun Westminster untuk pulang ke Shepherd’s Bush. Di jalan pulang, saya memilih rute yang berbeda, yakni memilih kereta Circle Line dan turun di stasiun Notting Hill Gate untuk pindah ke Central Line yang akan membawa saya ke Shepherd’s Bush lagi.
Mudah bepergian
Tidak begitu sulit bagi pelancong asing untuk bepergian dengan kereta bawah tanah di London ini. Jika kita tidak paham dengan rute transportasi publik dan juga tak bisa membaca peta jalur Tube, sebaiknya bertanya kepada petugas jaga stasiun. Mereka semua akan melayani dengan ramah.
Selama berada di London, saya selalu menggunakan Tube untuk bepergian. Selalu ada kereta yang datang dan pergi dalam waktu tiga menit atau paling lama menunggu lima menit. Waktu singgah kereta di setiap stasiun sekitar 30 detik hingga 1 menit. Tidak perlu merasa ketinggalan atau terlambat.
Walau demikian, setiap jam berangkat kerja di waktu pagi atau pulang kerja di waktu sore, satu dua kereta selalu penuh sesak oleh penumpang. Namun, kondisinya tidak sampai separah jika naik kereta komuter di Jabodetabek, yang membuat kita terjepit di antara penumpang yang lain.
Menurut data pada Desember 2018 yang dirilis situs internal Transport for London, Tube beroperasi pertama pada 10 Januari 1863. Kini Tube memiliki 12 jalur (line), yakni Bakerloo Line, Central, Circle, District, Jubilee, Hammersmith, Metropolitan, Nothern, Piccadilly, Victoria, Waterloo, dan City Line.
Tube memiliki satu terowongan terkenal, yakni Terowongan Thames, terowongan pertama di dunia yang dibangun di bawah sungai. Menurut BBC. terowongan ini dibuka pada 9 Januari 1843, 20 tahun sebelum resmi beroperasi. Kini Tube mengangkut sedikitnya 200 juta orang per tahunnya.
Jaringan angkutan cepat listrik ini kini tidak hanya melayani Kota London, tetapi juga London Raya seperti Buckinghamshire, Hertfordshire, dan Essex. Saat ini London Underground memiliki hampir 300 stasiun.
Pada Agustus 2016, bocah 13 tahun bernama Alasdair Clift dari Wirral, Inggris, mendapat donasi lebih dari 11.000 poundsterling setelah mengikuti "Tube Challenge" karena berhasil mengunjungi 270 stasiun hanya dalam sehari. Ia mengikuti tantangan ini setelah saudaranya, Adam, meninggal akibat kanker.
Jika berkesempatan ke London dan ingin jalan-jalan ke berbagai pelosok kota itu, lebih hemat dan murah naik angkutan publik, terutama Tube. Namun, kalau mau menjejakkan kaki di semua stasiun dalam sehari seperti yang dilakukan Alasdair, mungkin perlu waktu yang lama berada di London. Silahkan mencoba!