JAKARTA, KOMPAS — Selain program pemberantasan sarang nyamuk, upaya tambahan untuk pencegahan penyakit demam berdarah dengue dapat dilakukan melalui pemberian vaksinasi. Di Indonesia, vaksinasi demam berdarah dengue dapat diberikan kepada anak usia 9 tahun hingga 16 tahun.
Ketua Divisi Infeksi dan Pediatri Tropik Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (RSCM-FKUI) Mulya Rahma Karyanti mengatakan, vaksin DBD sudah disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sekitar 2 tahun lalu.
”Vaksin DBD dapat mencegah terjadinya DBD berat sampai 93 persen,” kata Karyanti saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (23/2/2019).
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cissy B Kartasamita menyebutkan, vaksin DBD berguna untuk mencegah penyakit demam berdarah. Di Indonesia, vaksin DBD dapat diberikan kepada anak usia 9 tahun hingga 16 tahun.
Karyanti menambahkan, di beberapa negara, vaksin DBD mulai digunakan untuk orang dewasa. ”Ada yang diberikan untuk orang berumur 9-45 tahun, bahkan ada juga yang diberikan kepada orang hingga umur 60 tahun,” ujarnya.
Sebelum diberikan vaksin DBD, anak tersebut diperiksa zat kekebalan tubuh terhadap dengue yang dinamakan antibodi IgG dengue. Jika positif, dapat diberikan vaksin DBD sebanyak 3 kali dengan interval 6 bulan.
Karyanti mengatakan, vaksin DBD tersedia di beberapa tempat praktik swasta dokter anak.
Meskipun demikian, Karyanti menganjurkan masyarakat tetap melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
PSN adalah menguras, menimbun, dan menutup (3M) tempat penampungan air, plus menyemprot, menggunakan repelen antinyamuk, dan membuang barang bekas yang berpotensi jadi tempat perkembangbiakan.
PSN pada prinsipnya membersihkan tempat genangan air bersih untuk nyamuk Aedes aegypti betina berkembang biak.
Ia mengatakan, PSN dapat mengurangi kepadatan nyamuk dan mampu memberantas tempat nyamuk berkembang biak. Namun, tidak semua tempat dapat dijangkau melalui PSN, seperti gedung tinggi. Karena itu, dengan berkembangnya inovasi ilmu teknologi baru, industri vaksin membuat vaksin DBD agar mencegah penyakit DBD.
Belum tahu
Meskipun vaksin DBD sudah ada di Indonesia sejak 2 tahun lalu, masyarakat belum mengetahuinya.
Sukini (41), warga Kebon Jeruk, Jakarta Barat, belum pernah mengetahui adanya vaksin DBD. Ketika anaknya, Yusup (11), mulai terjangkit penyakit DBD, Sukini memilih memberikan ramuan tradisional angkak untuk menurunkan panas anaknya.
Ia menceritakan, tubuh Yusup terasa panas selama 3 hari. Lantas, ia membawa anaknya ke dokter terdekat.
Selama tiga hari, Yusup selalu mengeluh lelah dan mukanya terlihat memerah. Selain mengonsumsi obat dari dokter, Sukini memberikan ramuan tradisional angkak setelah diberikan saran oleh tetangganya.
Setelah diberikan ramuan tersebut dan mengonsumsi buah-buahan serta makan yang teratur, suhu tubuh Yusup dapat turun.
Karyanti menjelaskan, vaksin DBD belum masuk program nasional pemerintah. Selain itu, banyak masyarakat yang mendapatkan informasi terkait vaksin DBD.
Selain itu, banyak masyarakat Indonesia yang sadar dengan perilaku hidup sehat, tetapi belum tentu perilaku dan sikapnya berubah. Di samping itu, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya vaksinasi juga masih kurang.
”Vaksinasi yang dianjurkan pemerintah seperti vaksin DPT (difteri, pertusis, dan tetanus) atau MR (measles rubella) saja belum tentu dilakukan walaupun masyarakat sudah tahu,” ujar Karyanti.
Terkait dengan ramuan tradisional angkak, Karyanti menuturkan, belum ada kajian ilmiah terkini yang membuktikan angkak efektif mengobati DBD.