Remaja Bergabung ke Geng Motor karena Kurang Aktualisasi Diri
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keterlibatan beberapa remaja pada sejumlah kejahatan geng motor di Jakarta Barat dinilai karena penyaluran aktualisasi diri mereka yang masih minim. Padahal, ada banyak sarana yang dapat dimanfaatkan remaja untuk menyalurkan kebutuhan tersebut.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Rita Pranawati, di Jakarta, Rabu (20/2/2019), mengatakan, temuan sejumlah remaja yang terlibat sebagai anggota geng motor menjadi suatu hal yang memprihatinkan.
Selama dua bulan terakhir, Kepolisian Resor (Polres) Metro Jakarta menangkap 61 tersangka anggota geng motor dan sebagian dari mereka merupakan remaja yang masih berstatus pelajar. Pihak kepolisian mencatat, sedikitnya ada 4 pelajar SMP dan 2 pelajar SMA di Tanjung Duren, serta 12 remaja dari kalangan bukan pelajar.
Hal yang lebih mengkhawatirkan, dalam setiap aksi geng motor ini, sejumlah tersangka mengaku sedang dalam pengaruh konsumsi narkoba. Obat-obatan terlarang ini mereka dapat dari jaringan siswa alumni yang telah rutin menjalin komunikasi antargeng sebelumnya.
Dalam konferensi pers, Selasa (19/2/2019), Kepala Polres Metro Jakarta Barat Hengki Haryadi mengatakan, penangkapan dari kepolisian tidak memberikan efek jera. Ada sejumlah tersangka yang sudah ditangkap lebih dari satu kali dan dihitung sebagai residivis.
”Mereka ini dengan bangganya memimpin kelompok dan berada di barisan paling depan dalam setiap aksi. Walaupun dihitung sebagai residivis, mereka tidak bisa dihukum selayaknya residivis karena masih di bawah umur,” kata Hengki.
Menurut Rita, aktivitas geng motor tersebut menjadi medium mereka dalam mengaktualisasi diri. Hal ini terlihat pada kecenderungan mereka menggunakan media sosial untuk melakukan provokasi serta kebiasaan mengonsumsi narkoba.
”Kebutuhan aktualisasi diri itu akhirnya mengarah ke hal-hal yang tidak baik, seperti tawuran dan konsumsi narkoba,” kata Rita.
Menurut dia, medium aktualisasi diri perlu diwujudkan dengan pendampingan sejumlah pihak. Baik dari sekolah maupun lingkungan rumah, semuanya perlu ikut berperan.
Medium aktualisasi diri ini tidak melulu diukur dari bidang akademik. Hal yang menjadi penting adalah mereka merasa terfasilitasi dalam perjalanan mencari jati diri.
”Anak muda yang sedang dalam fase mencari jati diri sangat membutuhkan kehadiran orangtua. Berarti, ketika punya anak, orangtua harus memiliki komitmen penuh untuk mengasuh dan mendidik anak,” ujar Rita.
Upaya pendampingan
Sebagai upaya pendampingan, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi mengusulkan adanya kehadiran lembaga perlindungan untuk anak di tingkat pengurus rukun tetangga (RT). Hal itu telah diusulkan ke pemerintah kota melalui program yang dinamakan seksi perlindungan anak tingkat rukun tetangga atau sparta.
Kebutuhan ini dinilai penting sebagai lembaga yang mendorong media aktualisasi diri bagi pemuda di luar ruang kelas. Dengan adanya lembaga ini, masyarakat juga didorong lebih peduli dengan aktivitas yang dilakukan pemuda di lingkungan mereka.
Kepala Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Barat Tadjuddin Nur mengatakan, pendampingan pemuda di sekolah saat ini juga dilakukan melalui sejumlah pendekatan. Salah satunya ialah penerapan program jam belajar pada malam hari.
”Berdasarkan temuan kasus kejahatan geng motor ini, kejadian selalu terjadi pada malam hari. Hal ini yang coba kami antisipasi dengan menerapkan program jam belajar malam hari, baik di rumah maupun di luar rumah,” kata Tadjuddin.
Selain itu, pendekatan melalui alumni juga dilakukan pada kegiatan-kegiatan yang bersifat ekstrakurikuler. Hal ini karena sebagian besar pelajar kerap kali berjejaring (networking) dengan siswa alumni sehingga mereka perlu dikenalkan dengan alumni yang berprestasi.
Dari penanganan kasus kejahatan geng motor, Hengki mengatakan, Polres Metro Jakarta Barat masih mengincar 17 geng motor lain. Selain itu, razia narkoba juga terus dilakukan dengan menyita 120.000 butir narkoba yang beredar dalam dua bulan terakhir. (ADITYA DIVERANTA)