JAKARTA, KOMPAS — Produktivitas tanaman kelapa sawit perlu ditingkatkan untuk menggenjot produksi. Hal ini seiring peningkatan permintaan domestik, terutama untuk program penggunaan solar dengan campuran minyak sawit.
Selain itu, produktivitas yang membaik juga bisa diarahkan untuk menyasar pasar ekspor.
Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat peta jalan untuk mengimplementasikan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.
Hal itu disampaikan Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto di Jakarta, Selasa (19/2/2019). Menurut Darto, untuk mengembangkan program B20, B30, atau B100, diperlukan pengembangan sektor hulu atau peningkatan produktivitas tanaman sawit.
Saat ini telah berlaku mandatori B20. Artinya, dalam setiap liter solar mengandung 20 persen biodiesel. Penggunaan campuran biofuel ke dalam setiap liter solar akan terus ditingkatkan.
Akan tetapi, tidak mudah meningkatkan produktivitas tanaman sawit. Penyebabnya, antara lain, keterbatasan bibit unggul, kualitas sumber daya petani yang belum banyak mengetahui tata kelola perkebunan sawit yang baik, dan masalah ketersediaan pupuk.
Saat ini, kata Darto, tingkat produktivitas petani kelapa sawit rata-rata 12 ton per hektar per tahun. Sementara, tingkat produktivitas perusahaan sawit rata-rata 21 ton per hektar per tahun. Idealnya, produktivitas tanaman sawit bisa mencapai 36 ton per hektar per tahun.
Oleh karena itu, menurut Darto, diperlukan peta jalan untuk melaksanakan ketentuan Inpres Nomor 8 Tahun 2018 agar pelaksanaannya di lapangan dapat berjalan dengan baik.
”Namun, inpres itu belum dapat terlaksana dengan baik,” katanya.
Darto mencontohkan, inpres itu mengatur pendataan lahan petani kelapa sawit. Masalah pendataan itu perlu melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah. Namun, pemerintah daerah memiliki dana terbatas untuk memetakan lahan petani sawit.
Darto berharap, pemerintah memperhatikan petani sawit, terutama petani swadaya, dalam pengembangan industri hilir kelapa sawit.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengungkapkan, produksi minyak sawit (CPO) pada 2025 diperkirakan 60 juta ton. Saat ini, produksi CPO, di luar jumlah produksi produk turunan CPO, mencapai 43 juta ton.
Menurut Joko, penerapan program B20, B30, atau B100, perlu dikaji lebih dulu, baik dari aspek teknis maupun komersial. Namun, pelaku usaha industri minyak kelapa sawit siap memenuhi kebutuhan biodiesel di dalam negeri sesuai tahapan yang direncanakan. (FER)