”Kalau ada gempa lindungi kepala, kalau ada gempa masuk ke kolong meja. Kalau ada gempa hindari kaca, kalau ada gempa pergi ke titik kumpul”.
Nanyian lagu ”Kalau Ada Gempa” itu menggema begitu Presiden Joko Widodo memasuki sebuah kelas di Sekolah Dasar Negeri Panimbang Jaya 1, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten, Senin (18/2/2019) pagi. Puluhan pelajar berseragam putih-merah menyanyikan lagu ”Kalau Ada Gempa” yang merupakan gubahan dari lagu anak-anak berjudul ”Dua Mata Saya”.
Tak berapa lama, sirene tanda bahaya berbunyi. Anak-anak pun dengan sigap menutup kepala dengan tas masing-masing. Mereka kemudian berlari ke luar, ke titik kumpul yang berada di tanah lapang, begitu sirene tanda bahaya berhenti berbunyi.
Pendidikan kebencanaan seperti ini akan dilakukan di semua provinsi, dan diutamakan, diprioritaskan, yang rawan bencana.
Para pelajar itu merupakan peserta program Taruna Siaga Bencana (Tagana) Masuk Sekolah, sebuah program yang bertujuan memberikan edukasi kesiapsiagaan bencana kepada siswa sekolah. Menurut Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita, Program Tagana Masuk Sekolah diikuti oleh 5.500 pelajar dan 275 guru di 55 sekolah di Kabupaten Pandeglang.
Pagi itu, Presiden Jokowi melihat langsung simulasi kesiapsiagaan para peserta Tagana Masuk Sekolah dalam menghadapi bencana. Presiden juga menghadiri apel siaga bencana yang diikuti masyarakat peserta pelatihan Kampung Siaga Bencana di Lapangan Desa Tanjungjaya, Kecamatan Panimbang.
Presiden Jokowi datang untuk memastikan proses edukasi siaga bencana masyarakat berjalan sesuai harapan. ”Saya hanya ingin memastikan pendidikan kebencanaan untuk anak-anak serta warga di sini berjalan dengan benar. Sebab, kita tidak tahu kapan bencana datang,” ucap Jokowi saat memberikan arahan.
Dalam kunjungan kerja ini, Presiden didampingi Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal Doni Monardo, Gubernur Banten Wahidin Halim, Bupati Pandeglang Irna Narulita, serta pejabat lainnya.
Dikelilingi cincin api
Kesempatan itu juga dimanfaatkan Presiden Jokowi untuk kembali menyampaikan letak geografis Indonesia yang dikelilingi oleh cincin api. Dengan demikian, hampir seluruh daerah di Indonesia rawan bencana, baik gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, maupun banjir. Oleh karena itu, masyarakat harus selalu siap siaga menghadapi bencana yang bisa datang sewaktu-waktu.
Presiden Jokowi menegaskan, tidak ada yang bisa mencegah datangnya bencana. Karena itu, hal yang harus dilakukan adalah melakukan mitigasi, mengurangi dampak serta korban bencana. Untuk keperluan mitigasi, edukasi kebencanaan bagi masyarakat menjadi penting.
Presiden Jokowi mengharapkan pendidikan kebencanaan tidak hanya dilakukan di Pandeglang, tetapi juga seluruh wilayah di Indonesia, terutama daerah-daerah rawan bencana. Tidak hanya program Tagana Masuk Sekolah, program Kampung Siaga Bencana juga diminta untuk diperluas.
”Edukasi kebencanaan ini paling penting, dan ini sudah dimulai. Pendidikan kebencanaan seperti ini akan dilakukan di semua provinsi, dan diutamakan, diprioritaskan, yang rawan bencana,” tuturnya.
Kurangi risiko
Sementara itu, Agus Gumiwang menjelaskan, selain program Tagana Masuk Sekolah, dilaksanakan pula program Kampung Siaga Bencana. Pelatihan kebencanaan untuk masyarakat itu dilaksanakan di tujuh kecamatan rawan bencana, yakni Panimbang, Labuan, Pagelaran, Cigeulis, Carita, Sukaresmi, dan Sumur, pada 17-19 Februari 2019. Sekitar 420 warga dan tokoh masyarakat mengikuti program tersebut.
”Program itu merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden (Joko Widodo) tentang pentingnya edukasi kebencanaan untuk masyarakat,” ujarnya.
Menurut Agus, program tersebut dilaksanakan dalam rangka mengurangi atau mencegah risiko bencana.
Kementerian Sosial berkolaborasi dengan sejumlah pihak untuk melakukan program itu, antara lain Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, BNPB, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), TNI, Polri, pemerintah daerah, serta masyarakat.
”Kami ingin membangun pemahaman dan kesiagaan masyarakat serta petugas penanggulangan bencana, termasuk potensi terjadinya bahaya itu,” ujar Agus.
Penanggulangan bencana berbasis masyarakat sangat penting karena mereka berhadapan langsung dengan bencana.
”Keberhasilan mitigasi sangat bergantung pada pemahaman dan kesiagaan masyarakat. Selain melaksanakan program itu, kami menanam 2.230 bibit pohon keras dan buah,” lanjutnya.
Agus menyebutkan, 1.000 bibit tersebut merupakan bantuan KLHK dan selebihnya diberikan BNPB.
Penanaman pohon itu dilaksanakan masyarakat, aparatur pemerintah, TNI, Polri, Tagana, dan pendamping desa. Agus mengatakan, pohon bisa menjadi benteng alam. Selain itu, pemerintah menyerahkan bantuan logistik dengan nilai Rp 1,37 miliar.
Kepala SD Negeri 2 Teluk di Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Dedeh Arnawati menyambut positif penyelenggaraan program Tagana Masuk Sekolah. ”Murid-murid bisa mendapatkan pengetahuan mengenai mitigasi. Sebelumnya, mereka tidak tahu,” ujarnya.
Dedeh menuturkan, aktivitas itu telah dilaksanakan di sekolahnya dengan jumlah peserta sekitar 100 murid. Mereka melaksanakan simulasi gempa, tsunami, dan banjir. ”Para murid dilatih enam Tagana dan bisa mengikuti simulasi dengan baik,” ujarnya.