Indonesia-Korsel Tingkatkan Perdagangan hingga Rp 423,5 Triliun
Oleh
hendriyo widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan bersepakat membahas kembali perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif antara Indonesia dengan Korea Selatan (IK-CEPA). Perjanjian yang ditargetkan selesai pada tahun ini diharapkan dapat meningkatkan nilai perdagangan kedua negara hingga 30 miliar dollar AS atau Rp 423,5 triliun (dengan kurs Rp 14.119 per dollar AS) dalam tiga tahun ke depan.
“Indonesia-Korsel kembali mereaktivasi perjanjian IK-CEPA. Sebab, tanpa dipayungi perjanjian itu, kesepakatan-kesepakatan kedua negara, baik investasi maupun perdagangan, bisa ketinggalan. Dalam perjanjian itu, kedua pihak akan menyepakati penurunan tarif dan berbagai fasilitas yang saling diberikan,” kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, di Jakarta, Selasa (19/2/2019).
Hal itu mengemuka dalam acara Indonesia-Korea CEO Business Forum. Selain Enggartiasto, hadir pula Menteri Perdagangan, Industri, dan Energi Korea Selatan (Korsel) Kim Hyun-chong, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan Roeslani, Chairman of National Research Council Seong Kyoung Ryung, serta pejabat tinggi lainnya.
Kementerian Perdagangan mencatat, nilai perdagangan kedua negara pada 2018 sebesar 18,62 miliar dollar AS, tumbuh 14,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut Enggartiasto, melalui IK-CEPA, nilai perdagangan yang ditargetkan kedua negara dapat mencapai 30 miliar dollar AS dalam tiga tahun ke depan.
Melalui IK-CEPA, nilai perdagangan yang ditargetkan kedua negara dapat mencapai 30 miliar dollar AS dalam tiga tahun ke depan.
“Kami juga menyepakati agar perjanjian tersebut diharapkan dapat ditandatangani pada November 2019 dalam ASEAN-Korean Summit di Korsel oleh kedua kepala negara. Jadi, secara substansi harus selesai sebelumnya,” ujar Enggartiasto.
Kedua negara telah merundingkan perjanjian itu sejak 2012. Perundingan itu sempat terhenti pada 2014 atau di perundingan ke-7. Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Iman Pambagyo mengatakan, penyebab terhentinya perundingan itu kompleks, namun melalui perundingan ke-8 pada tahun ini diharapkan dapat lebih baik.
“Dari sembilan bab yang akan dibahas, kami telah merampungkan dua bab pada 2014 lalu. Meski demikian, pembahasannya tidak akan dari nol lagi, ini hanya masalah selera terkait istilah apa yang akan digunakan,” kata Iman.
Menurut Iman, Indonesia akan mendorong produk pertanian, perikanan tropis serta olahannya, dan produk manufaktur seperti tekstil, garmen, serta pakaian jadi. “Selain itu, Indonesia perlu mendorong sektor jasa. Indonesia akan mengadakan sekolah vokasi, mengembangkan pariwisata, terutama yang terkait dengan industri 4.0,” ujarnya.
Iman menegaskan, perjanjian itu bukan untuk besok dan tahun depan saja, namun untuk jangka panjang. Maka, harus ada perhatian mengenai bagaimana mengembangkan rantai suplai tingkat regional dan global. Di sektor itulah Indonesia akan berfokus.
Indonesia akan mendorong produk pertanian, perikanan tropis serta olahannya, dan produk manufaktur seperti tekstil, garmen, serta pakaian jadi. Selain itu, sektor jasa juga akan dikembangkan melalui sekolah vokasi, mengembangkan pariwisata, terutama yang terkait dengan industri 4.0.
Sejalan dengan itu, Kim Hyun-chong mengatakan, Indonesia merupakan negara yang sangat special bagi Korsel. Melalui IK-CEPA, diharapkan adanya pertumbuhan di sektor industri, mulai dari bidang kesehatan, pendidikan, tekstil, makanan dan minuman, elektronik, hingga otomotif.
“Tujuan kerja sama itu bukan semata meningkatkan perdagangan tetapi paling utama adalah memperkuat daya saing industri Indonesia. Kami akan mendukung penuh pengembangan sektor industri serta menciptakan satu juta lapangan pekerjaan di kedua negara,” ujar Kim.
Tujuan kerja sama itu bukan semata meningkatkan perdagangan tetapi paling utama adalah memperkuat daya saing industri Indonesia. Kami akan mendukung penuh pengembangan sektor industri serta menciptakan satu juta lapangan pekerjaan di kedua negara.
Dua arah
Menurut data BKPM, Korsel merupakan negara investor terbesar ke-6 di Indonesia. Nilai investasi Korsel pada 2018 sebesar 1,6 miliar dollar AS.
Thomas menyampaikan, BKPM terus mendukung upaya investasi itu. “Iklim investasi di Indonesia ramah bagi para pelaku usaha sehingga adanya jaminan stabilitas dan keberlanjutan,” paparnya.
Ketua Kadin Komite Korea Selatan Jongkie Sugiarto menyampaikan, Kadin akan berupaya mengenalkan produk lokal Indonesia ke Korsel.
“Kami akan memperkenalkan produk Indonesia melalui pameran dagang. Kami tidak ingin perdagangan itu hanya sepihak, maka harus ada banyak produk lokal yang diekspor. Jangan hanya Indonesia yang mengenal kimchi. Indonesia juga bisa menjual sambal goreng ke sana,” kata Jongkie.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Masyarakat Pertanian Organik Indonesia Subandriyo juga menyampaikan hal senada. Sebagai pelaku usaha kopi, ia ingin membawa budaya minum kopi Indonesia ke Korsel.
“Selama ini kan orang Korsel budayanya itu minum soju. Melalui peluang perdagangan itu, saya ingin memperkenalkan kopi Nusantara kepada mereka sehingga penjualan Indonesia pun dapat semakin meningkat,” ucap Subandriyo. (SHARON PATRICIA)