14 Anak Pengidap HIV/AIDS di Solo Segera Bersekolah Lagi
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·3 menit baca
SOLO, KOMPAS — Sebanyak 14 siswa sekolah dasar yang mengidap HIV/AIDS di Solo, Jawa Tengah, dipastikan bisa segera kembali bersekolah dalam waktu dekat. Saat ini, mereka tinggal menunggu pengurusan administrasi untuk pindah ke sekolah baru.
”Masalah sudah selesai, sudah ada solusinya. Sekarang ini tinggal teknis administrasi,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Solo Etty Retnowati di Solo, Jawa Tengah, Senin (18/2/2019).
Proses administrasi yang kini sedang diselesaikan adalah pencabutan berkas peserta didik untuk pindah sekolah. Pencabutan berkas ini dilakukan setelah ada kepastian kesediaan untuk pindah sekolah.
Menurut Etty, sembilan sekolah dasar negeri dan swasta siap menerima anak-anak tersebut. Keberadaan sembilan SD itu tidak akan dipublikasikan untuk umum. Hal ini untuk menghindari berulangnya kejadian penolakan para orangtua siswa lain di sekolah yang baru. ”Sembilan sekolah itu sudah menyatakan siap, sekolah swasta juga antusias,” ujarnya.
Meski demikian, ujar Etty, 14 siswa itu tidak ditampung di satu sekolah dasar saja. Hal ini karena keterbatasan kuota pada setiap kelas di sekolah-sekolah tersebut. ”Dari sisi Pemerintah Kota Solo, Dinas Pendidikan Solo, dan sekolah, kami menerima dengan terbuka, tidak ada masalah,” katanya.
Secara terpisah, Yunus Prasetyo, Ketua Yayasan Lentera, Solo—yayasan yang mengasuh 14 anak dengan HIV/AIDS itu—mengatakan telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Solo. Pihaknya kini juga sedang mengurus berkas-berkas yang dibutuhkan untuk pendaftaran siswa ke sekolah yang baru. ”Mudah-mudahan minggu ini bisa kami selesaikan sehingga anak-anak bisa segera bersekolah lagi,” katanya.
Yunus menuturkan, tidak masalah jika 14 anak yang duduk di bangku kelas I-IV itu nantinya pindah bersekolah di beberapa sekolah berbeda. Sebab, yang paling penting anak-anak bisa kembali mengenyam pendidikan di sekolah formal. Soal jarak sekolah dengan shelter atau rumah singgah Lentera dekat atau jauh juga bukan halangan. ”Yang penting sekolah mau menerima, sudah bagus,” ujarnya.
Ia berharap sekolah yang nantinya menerima 14 anak dengan HIV/AIDS itu tidak dipublikasikan. Hal itu demi kebaikan semua pihak dan untuk menghindari munculnya protes orangtua siswa. Jadi, anak-anak yang sudah lebih dari sepekan tidak masuk sekolah dapat kembali bersekolah dengan normal.
Sebelumnya diberitakan Kompas, 14 siswa SD pengidap HIV/AIDS di Solo terpaksa meninggalkan bangku sekolah tempat mereka belajar karena ditolak orangtua siswa lain. Para orangtua khawatir anak-anak mereka tertular HIV/AIDS.
Kejadian itu berawal ketika SD di mana mereka bersekolah sebelumnya, yakni SDN Bumi 2, digabung dengan SDN Purwotomo, Solo, Januari 2019. Setelah penggabungan sekolah, para orangtua siswa di SDN Purwotomo mengajukan keberatan jika siswa yang mengidap HIV/AIDS tetap bersekolah di SDN Purwotomo. Akibatnya, 14 siswa kelas I-IV yang merupakan anak asuh Yayasan Lentera terpaksa meninggalkan bangku sekolah.
”Kami tidak mengeluarkan (siswa). Itu karena keberatan orangtua,” kata Etty. Ia mengatakan, pihaknya tidak ingin menyalahkan para orangtua siswa atas kejadian itu. ”Dari sisi orangtua siswa, mereka punya sudut pandang sendiri,” katanya.
Kebijakan penggabungan (regrouping) sekolah tersebut, lanjutnya, sudah lama direncanakan. Hal itu lantaran jumlah total siswa di SDN Bumi 2 di bawah 100 orang sehingga tidak efisien.
Menurut Etty, sembilan sekolah dasar negeri dan swasta siap menerima anak-anak tersebut. Keberadaan sembilan SD itu tidak akan dipublikasikan untuk umum.