Kemeriahan Cap Go Meh di Pulau Kemarau
Perayaan Cap Go Meh di Pulau Kemarau kota Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (17/2/2019), selalu ditunggu oleh ribuan wisatawan domestik dan mancanegara. Sejumlah kebudayaan khas Tionghoa termasuk peribadatan agama Tao menjadi daya tarik pariwisata tersendiri.
Pulau Kemarau adalah delta kecil yang berada di tengah Sungai Musi Palembang, letaknya sekitar 6 km dari Jembatan Ampera. Di hari biasa, warga harus menggunakan perahu ketek untuk sampai ke pulau tersebut, dengan membayar sekitar Rp 30.000- Rp 50.000 per sekali jalan. Namun, setiap perayaan Cap Go Meh, seperti saat ini, panitia telah menyiapkan rangkaian enam tongkang sepanjang 200 meter sebagai akses bagi ribuan pengunjung yang ingin berwisata di Pulau Kemarau.
Begitu memasuki pulau, pengunjung disambut dengan indahnya hiasan 3.000 lampion yang dipasang di hampir semua sisi Pulau Kemarau. Puluhan stand juga dibuka untuk memeriahkan acara. Beragam produk ditawarkan, seperti makanan, minuman, aksesoris, dan buah tangan khas Palembang. Pedagang kaki lima pun turut memeriahkan kegiatan ini dengan menyajikan jajanan pasar.
Pusat perayaan Cap Go Meh berada di Kelenteng Hok Ceng Bio Pulau Kemarau. Di sana ratusan umat berdoa di depan makam Siti Fatimah dan juga Dewa Bumi (Hok Tek Cin Sin). Mereka berharap berkah di tahun baru. Di sana, pengunjung meminta kembang yang telah didoakan di atas makam Siti Fatimah. Bunga itu disandingkan dengan kantong warna kuning, yang melambangkan kemakmuran dan kesehatan, berisikan bulir padi dan jagung.
Perayaan ini berlangsung sejak dua hari terakhir. Namun puncaknya terjadi sekitar Senin (18/2/2019) dini hari. Tepat pukul 00.10 WIB, seorang pendeta agama Taoisme berdiri di depan makam Siti Fatima yang berada di dalam Kelenteng dan berdoa menggunakan bahasa mandarin.
Keramaian juga terpusat pada momen penyembelihan kambing hitam. Warga percaya darah kambing membawa rezeki. Untuk mendapatkannya ratusan pengunjung Pulau Kemarau dan umat rela antre di depan pendeta untuk melihat penyembelihan seekor kambing hitam, sembari memegang uang dengan beragam nilai. Uang yang dilumuri dengan darah kambing korban sembelihan tersebut dipercaya mendatangkan peruntungan.
Akhirnya, seekor kambing hitam pun disembelih. Darahnya ditampung di kantong plastik dan dibawa masuk oleh panitia, baru sisa dari ceceran darah itulah yang diincar oleh pengunjung.
Erwan (31) menjadi salah satu pengunjung yang beruntung dapat melumuri tiga lembar uang Rp 10.000 nya dengan darah kambing tersebut, mengatakan ini adalah kali pertama ia datang untuk mengikuti prosesi tersebut. “Lumayan sebagai penglaris,” ujar Erwan yang sehari-harinya bekerja sebagai penjual sembako di daerah Kertapati Palembang. Walau pun berhasil mendapatkan darah, badannya terasa sakit karena harus berdesak- desakan.
Bagi Erwan, perayaan ini sangat dinantikan karena menjadi daya tarik baginya terutama mendapatkan darah tersebut. Rencananya, uang yang dilumuri itu akan dimasukan di tempat ia menyimpan uangnya.
Berbeda dengan Erwan, Yuyun (54) pengunjung asal Plaju Palembang menuturkan, kedatangannya hanya untuk berdoa meminta berkat dan tuntunan menjalani tahun yang baru. Sejak enam tahun lalu, Yuyun rutin merayakan Cap Go meh di Pulau Kemarau. Tahun ini dia datang bersama anak dan adiknya.
Keberadaan ribuan umat dan wisatawan di Pulau Kemarau menciptakan pedagang bunga dadakan. Yudi (33) tahun penjual bunga dari Indralaya Kabupaten Ogan Ilir mampu menjual rangkaian kembang tujuh rupa yang dia tawarkan di depan pintu kelenteng. Setiap bunga Yudi jual dengan harga Rp 2.000. Dalam perayaan tahunan ini, setidaknya dia bisa mendapatkan keuntungan hingga Rp 200.000-Rp 3.000 per hari.
Wisata Budaya
Pengurus Pulau Kemarau, Tjik Harun menuturkan, perayaan Cap Go Meh di Pulau Kemarau adalah agenda wisata yang selalu digelar setiap tahunnya. Dalam tiga hari penyelenggaraanya, jumlah pengunjung yang datang bisa mencapai 90.000 orang.
Tidak hanya pengunjung dari dalam kota Palembang tetapi dari daerah lain, bahkan mancanegara. “Wisatawan mancanegara biasanya datang dari Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hongkong,” katanya. Hal itu terlihat dari uang persembahan yang dikumpulkan, ada uang yang berasal dari sejumah Negara tersebut,” ucapnya.
Pengamat Budaya Tionghoa Hengky Onggoh mengatakan perayaan ini merupakan rangkaian dari perayaan tahun baru Imlek. “Ini adalah hari ke 13 setelah imlek dan hanya terjadi di Palembang,” ucap Hengky.
Sebenarnya, yang dirayakan di Pulau Kemarau ujar Harun adalah Cap Sa Me (malam hari ke 13) bukan Cap Go Meh (hari ke 15). Namun, masyarakat menilai perayaan ini merupakan rangkaian dari Cap Go Meh. “Kalau kita adakan saat Cap Go Meh tentu Palembang akan kalah dengan sejumlah daerah lain ambil contoh Singkawang,” ucapnya.
Dengan merayakan lebih dulu, maka wisatawan akan datang ke Palembang terlebih dahulu sebelum merayakan Cap Go Meh di daerahnya.
Wisatawan mancanegara biasanya datang dari Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hongkong
Harun mengatakan, wisatawan juga tidak hanya berasal dari warga keturunan Tionghoa tetapi juga mereka yang ingin menyaksikan kemeriahan dan pertunjukan kebudayaan yang ada di tempat ini. “Jadi di Pulau Kemarau lah kita bisa melihat toleransi dan juga sikap saling menghargai sesama,” kata Harun.
Menurutnya, kegiatan ini merupakan cara dari masyarakat keturunan Tionghoa menghormati para leluhur. Dalam hal ini adalah Siti Fatimah dan Tan Bun An. Kisah cinta mereka pun menjadi lagenda yang bertahan sampai saat ini. Tradisi ini terus berkembang hingga saat ini. Perkembangan pesat terjadi setelah kelenteng Hok Ceng Bio dibangun sekitar tahun 1970.
Hengky menerangkan, kalau di Negara asal di China, perayaan Imlek dirayakan dengan festival lampion, namun seiring berjalannya waktu, ada perubahan menyesuaikan dengan kondisi di daerah, salah satunya adalah Cap Sa Me (hari ke 13) yang diadakan hanya di Palembang. “Ini merupakan bentuk asimilasi kebudayaan yang ada di masyarakat,” kata dia.
Ini merupakan bentuk asimilasi kebudayaan yang ada di masyarakat
Kepala Kepolisian Resor Kota Palembang Komisaris Besar Didi mengatakan untuk menjaga keamanan perayaan Cap Go Meh di Pulau Kemarau, telah dikerahkan 846 personel gabungan Polri, TNI, dan Satuan Polisi Pamong Praja yang dikerahkan di dalam area dan di sekitar area pulau Kemarau.
Pengamanan dilakukan mulai dari pengaturan lalu lintas menuju ke Pulau Kemarau yang sangat padat. Panjang kemacetan mencapai 5 kilometer. Tidak hanya itu, pengamanan juga dilakukan di dalam area perayaan. “Sampai saat ini keamanan di sekitar Pulau Kemarau, terkendali,” ucapnya.
Baca juga Pesta Rakyat Cap Go Meh di Bogor Diselenggarakan Lagi