Fasilitas Kawasan Berikat Masih Terkonsentrasi di Jawa
Oleh
Karina Isna Irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fasilitas kawasan berikat dan kemudahan impor tujuan ekspor (KB-KITE) masih terkonsentrasi di Jawa. Kondisi ini mengakibatkan industri bernilai tambah yang diandalkan untuk mendongkrak ekspor menjadi kurang signifikan.
Untuk itu, pemerintah menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK) baru tentang KB-KITE guna mendorong lebih banyak industri bernilai tambah. Kendati tak ada jenis insentif pajak baru, tetapi industri mendapat jaminan kecepatan dan kepastian prosedur ekspor berbasis elektronik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berpendapat, risiko ekonomi global ‘memaksa’ pemerintah dan dunia usaha beralih dari ekspor komoditas mentah menjadi barang bernilai tambah. Selama ini industri bernilai tambah masih terkonsentrasi di Jawa, terutama Jawa Barat. Relokasi industri memang terjadi, tetapi masih seputar Jawa, itu pun ditengarai persoalan upah buruh.
“Bayangkan dekat sekali kita dengan pasar ASEAN bisa melalui Malaysia dan Singapura, tetapi (industri bernilai tambah ekspor) di Sumatera sangat sedikit. Begitu juga di Sulawesi, celah masuk ke pasar China,” ujar Sri Mulyani dalam acara bertema kontribusi ekonomi fasilitas KB-KITE, Senin (18/2/2019) di Jakarta.
Selama ini industri bernilai tambah masih terkonsentrasi di Jawa, terutama Jawa Barat. Relokasi industri memang terjadi, tetapi masih seputar Jawa
Neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2019 defisit 1,16 miliar dollar AS lebih dalam dari periode yang sama tahun lalu. Perdagangan nonmigas defisit 704,7 juta dollar AS, sementara pada Januari 2018 surplus 179,6 juta dollar AS. Adapun defisit neraca perdagangan migas berkurang dari 935,6 juta dollar AS pada Januari 2018 menjadi 454,8 juta dollar AS pada Januari 2019.
Sri Mulyani mengatakan, upaya mendorong ekspor tak bisa hanya mengandalkan diversifikasi pasar seiring perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Hal yang mesti dilakukan adalah memperbaiki daya saing dan efisiensi biaya ekspor. Pemerintah akan memanfaatkan instrumen fiskal agar industri bernilai tambah dan berorientasi ekspor bisa tumbuh secara berkelanjutan.
Salah satu instrumen fiskal yang digunakan adalah pemberian fasilitas KB-KITE. Namun, berdasarkan laporan penelitian University Network for Indonesia Export Development (UNIED), sebanyak 1.453 dari 1.606 perusahaan atau sekitar 90,5 persen yang mendapat fasilitas KB-KITE terkonsentrasi di Jawa.
Porsi terbesar ada di Jawa Barat berjumlah 705 perusahaan, Jawa Tengah 253 perusahaan, Banten 197 perusahaan, Jawa Timur 181 perusahaan, dan DKI Jakarta 88 perusahaan.
Fasilitas KB-KITE yang dikucurkan pemerintah pada 2017 setara Rp 57,28 triliun. Kontribusi terhadap ekspor dari total fasilitas KB-KITE itu senilai Rp 780,8 triliun dan pembentukan modal tetap bruto Rp 178,17 triliun.
Berdasarkan laporan penelitian University Network for Indonesia Export Development (UNIED), sebanyak 1.453 dari 1.606 perusahaan atau sekitar 90,5 persen yang mendapat fasilitas KB-KITE terkonsentrasi di Jawa.
Revisi PMK
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi menuturkan, fasilitas KB diatur dalam PMK Nomor 131 Tahun 2018 berupa pembebasan cukai dan atau tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) untuk barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean ke kawasan berikat.
Adapun fasilitas KITE diatur dalam PMK Nomor 160 Tahun 2018 dan PMK Nomor 161 Tahun 2018. Fasilitas ini berupa pembebasan bea masuk dan PPN atas impor bahan baku yang akan diproduksi untuk barang ekspor. Fasilitas KITE diintegrasikan dengan layanan berbasis elektronik guna memudahkan prosedur dan pantauan dokumen ekspor.
“PMK baru dari fiskal tidak ada insentif baru, tetapi kita berikan kemudahan layanan, cepat, murah, dan otomasi,” ujar Heru.
Ekonom Indonesia Economic Intelligence Sunarsip mengatakan, fasilitas KB-KITE mesti lebih gencar ditawarkan di luar Jawa. Sebab, Indonesia membutuhkan diversifikasi produk ekspor bernilai tambah dari komoditas sumber daya alam. Industri bernilai tambah di Jawa sebagian besar tekstil dan alas kaki.
“Fasilitas mesti dikembangkan di luar Jawa terutama di daerah berbasis komoditas, seperti Kalimantan dan Sulawesi,” kata Sunarsip.
Berdasarkan laporan UNIED, fasilitas KB-KITE hanya dinikmati 23 perusahaan di Sulawesi dan 12 perusahaan di Kalimantan.
Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga ketua UNIED Arif Satria menambahkan, investasi di luar Jawa terutama Indonesia bagian timur belum menarik bagi investor asing. Salah satu penyebabnya adalah persoalan izin yang rumit dan berbelit. Padahal, ada banyak potensi yang bisa digarap di wilayah Indonesia bagian timur itu.
Menurut Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, pemerintah pusat dan daerah harus memperkuat koordinasi yang disertai pedoman sehingga kebijakan bisa tepat sasaran. Selain pemberian fasilitas, pemerintah diminta lebih aktif menjalin kerjasama internasional untuk mengurangi beban bea masuk yang kini melemahkan daya saing ekspor Indonesia.