Manifesto Lingkungan untuk Capres
JAKARTA, KOMPAS — Pakar lingkungan dari berbagai organisasi yang tergabung dalam Forum Pembangunan dan Lingkungan memberikan masukan kepada calon presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto menjelang debat kedua Pemilu Presiden 2019, Minggu (17/2/2019).
Masukan itu disampaikan melalui sebuah manifesto yang dibacakan di Jakarta, Sabtu (16/2/2019).
Manifesto disusun oleh tujuh organisasi, yaitu Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia, Perkumpulan Ahli Ilmu Lingkungan, Perkumpulan Program Studi Ilmu Lingkungan, Badan Kerja Sama Pusat Studi Lingkungan, Ikatan Ahli Lingkungan Hidup Indonesia, Perhimpunan Cendekiawan Lingkungan Indonesia, dan Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia.
Seperti diketahui, debat kedua nanti malam salah satunya mengangkat tema soal lingkungan hidup dan sumber daya alam, selain energi, pangan, dan infrastruktur. Tak seperti debat perdana pada 17 Januari 2019, debat kali ini hanya diikuti oleh calon presiden.
Ketua Umum Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network) Mahawan Karuniasa, yang membacakan manifesto, mengatakan, masukan itu disampaikan agar isu lingkungan hidup menjadi salah satu prioritas presiden terpilih.
Ia menilai isu lingkungan selama ini kurang mendapatkan perhatian, padahal itu menyangkut kehidupan orang banyak.
Salah satu persoalan utama lingkungan adalah keterbatasan sumber daya alam (SDA). Hal itu mengkhawatirkan jika tidak segera ditangani karena jumlah SDA terus berkurang, sedangkan jumlah penduduk semakin bertambah.
Pada 2045, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 318 juta jiwa. Jumlah itu meningkat lebih dari 52 juta jiwa dibandingkan tahun 2018.
”Permintaan atas kebutuhan dasar, seperti air, pangan, energi, permukiman, serta infrastruktur sosial dan ekonomi, terus meningkat. Di sisi lain, sumber daya alam memiliki keterbatasan daya dukung,” kata Mahawan.
Persoalan lain terkait dengan keterbatasan pengembangan sumber daya manusia dan penguasaan teknologi. Padahal, hal itu merupakan faktor penentu dalam transisi ketergantungan terhadap SDA yang tidak terbarukan. ”Meski demikian, Indonesia tetap memiliki potensi untuk menjadi negara maju yang berwawasan lingkungan,” ujarnya.
Sementara Ketua Umum Perkumpulan Program Studi Ilmu Lingkungan Suyud Warno Utomo mengatakan, untuk menjadi negara maju yang berwawasan lingkungan, pendidikan lingkungan menjadi hal yang sangat penting. Kurangnya perhatian terhadap lingkungan tidak terlepas dari rendahnya kesadaran akan pentingnya lingkungan bagi kehidupan.
”Pendidikan ini tidak terbatas pada ranah formal saja, tetapi juga di dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, isu lingkungan akan menjadi roh dalam setiap aktivitas. Orang akan memikirkan dampak dari perbuatannya terhadap lingkungan,” ujarnya.
Sepuluh poin
Manifesto yang bertajuk ”Visi Indonesia Berkelanjutan 2045: Menuju Indonesia sebagai Negara Maju yang Berwawasan Lingkungan” itu berisi sepuluh poin.
Baca juga: Capres Siap Adu Gagasan di Debat
Pertama, SDA dan jasa lingkungan memiliki keterbatasan. Untuk menjamin tercapainya visi Indonesia menjadi negara maju, pembangunan nasional dan regional harus dikendalikan agar tidak melampaui daya dukungnya melalui pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Kedua, pertumbuhan jumlah penduduk perlu segera dikendalikan. Pertumbuhan penduduk menjadi faktor utama tekanan terhadap sumber daya alam dan jasa lingkungan. Keberhasilan pengendalian jumlah penduduk menjadi kunci pencapaian visi Indonesia menjadi negara maju yang berwawasan lingkungan.
Ketiga, perlunya percepatan pengembangan sumber daya manusia dan penguasaan teknologi ramah lingkungan dalam skala besar. Kapital manusia yang meliputi keterampilan, pengetahuan, serta teknologi menjadi faktor penentu transisi ketergantungan dari sumber daya alam tidak terbarukan ke sumber daya alam terbarukan.
Keempat, restorasi lingkungan penentu pembangunan ekonomi masa depan. Kapital alam dan kemampuan pengelolaan dan pemanfaatannya secara berkelanjutan menjadi penentu pembangunan masa depan karena semakin terbatasnya sumber daya alam global, terutama untuk menjaga ketahanan air dan pangan.
Kelima, industri ramah lingkungan menjadi modal menuju negara maju berwawasan lingkungan. Pengembangan industri ramah lingkungan, selain meningkatkan efisiensi penggunaan dan melestarikan sumber daya alam dan jasa lingkungan, juga mendukung pengembangan teknologi hijau.
Keenam, pengendalian perubahan iklim nasional bergantung pada reduksi emisi sektor energi dan kehutanan. Indonesia perlu membangun kemitraan internasional untuk pengembangan teknologi energi baru terbarukan dalam skala besar. Dalam sektor kehutanan, dibutuhkan inovasi pengelolaan kawasan konservasi dan hutan lindung yang mampu mendorong kesejahteraan masyarakat sekitar dan ekonomi wilayah, antara lain pengembangan pariwisata berkelanjutan.
Ketujuh, tata ruang menjadi landasan pencapaian Indonesia menjadi negara maju dan berwawasan lingkungan. Tata ruang sangat mempengaruhi aktivitas budidaya dan perlindungan wilayah pembangunan, struktur dan dinamika demografi, serta sentra-sentra ekonomi. Selain itu juga menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan penyediaan air serta pangan. Tata ruang juga perlu mempertimbangkan budaya dan kearifan lokal masyarakat.
Delapan, permasalahan lingkungan membutuhkan penegakan hukum yang tegas dan konsisten. Permasalahan deforestasi serta bencana kebakaran hutan dan lahan, banjir, longsor, juga permasalahan sampah, sangat terkait dengan penegakan hukum dalam pemanfaatan kawasan hutan dan penggunaan lahan.
Sembilan, perlu percepatan penanganan sampah. Pengurangan sampah perlu waktu yang relatif panjang dan terkait dengan perilaku. Oleh karena itu, dibutuhkan percepatan penanganan sampah. Apalagi, semakin meningkat kesejahteraan, produksi sampah akan semakin meningkat.
Baca juga: Prabowo Matangkan Strategi, Jokowi Sudah ”Ngelotok”
Sepuluh, pengembangan sumber daya manusia dan profesi bidang lingkungan hidup menjadi kunci daya saing masa depan. Dalam upaya mencapai visi Indonesia menjadi negara maju dan berwawasan lingkungan, sumber daya manusia yang menguasai ilmu lingkungan dan teknologi ramah lingkungan menjadi modal utamanya. Untuk itu, pengembangan lembaga pendidikan dan penelitian bidang lingkungan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan dinamika pembangunan. (YOLA SASTRA)