Hujan Lebat Menambah Volume Sampah di Aliran Sungai
Oleh
Hamzirwan Hamid
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hujan lebat pada Minggu (17/2/2019) dini hari, menyebabkan jumlah sampah yang masuk ke aliran sungai di kawasan Jakarta Barat bertambah. Sebagian sampah yang bercampur dengan batang, ranting, daun, dan kayu sisa bangunan menambah pekerjaan petugas dalam memilah sampah.
Berdasarkan pantauan Kompas, Minggu siang, sampah tampak menumpuk di sungai sekitar kawasan Cengkareng Drain dan Season City. Sampah yang menumpuk di kawasan tersebut merupakan limpahan dari wilayah Bogor, Tangerang, serta sampah dari arah kawasan Pintu Air Manggarai.
Di Season City, sampah yang berasal dari Pintu Air Manggarai, Jakarta Selatan, menumpuk sepanjang tiga meter di sekitar sungai. Sementara itu, Cengkareng Drain juga menumpuk limpahan sampah yang lebih banyak, yakni setinggi 4 meter dan belum diangkut oleh truk.
Koordinator Anggota Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Barat Sahbani mengatakan, penambahan jumlah sampah ini terjadi di seluruh kawasan sungai. Karena hujan semalam, sampah yang terkumpul di setiap kawasan sedikitnya mencapai dua hingga tiga truk angkut.
"Kalau sedang tidak hujan, sampah yang diangkut cukup dengan satu truk atau sekitar 9 meter kubik. Hari ini, sampah bisa tiga kali lipatnya, bahkan sampah di Season City butuh tiga truk angkut dengan muatan sekitar 21 meter kubik," kata Sahbani.
Sejak pukul 09.00 WIB, petugas UPK Badan Air telah bergerak untuk pengangkutan sampah di sungai. Hal ini diwanti-wanti sejak hujan lebat terjadi pada dini hari, yang juga turut membuat tinggi muka air di sejumlah sungai meningkat.
Sisa pepohonan
Sejumlah sampah yang diangkut truk ke tempat perhentian sampah sementara di Cengkareng Drain, tampak tercampur antara plastik dengan kayu dan dedaunan dari sisa pepohonan. Menurut Sahbani, sampah yang sudah tercampur biasanya langsung diangkut ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat.
Ahmad Juli (30), seorang petugas UPK Badan Air setempat, mengatakan proses pemilahan sampah lebih sulit bila tercampur. Sampah yang tercampur dengan sisa pepohonan setelah hujan, misalnya, butuh waktu lebih lama untuk dipilah.
"Seringkali, ranting sisa pepohonan juga tersangkut di mesin pengangkut sampah. Kalau hal ini terjadi, biasanya kami harus dorong sampah itu secara manual ke truk pengangkut," kata Ahmad.
Kepala Satuan Pelaksana Prasarana dan Sarana UPK Badan Air Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Barat Hariyanto Silalahi mengatakan, sistem pengolahan untuk sisa pepohonan saat ini memang belum tersedia. Sebab, sebagian besar kayu tersebut biasanya sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi.
Walau dinilai tidak dapat dimanfaatkan, sisa pepohonan itu tidak ingin ia biarkan begitu saja di sungai. Sisa pepohonan yang diperkirakan sebagai kiriman dari wilayah Bogor itu tetap diangkut ke TPST Bantar Gebang.
"Apabila ada kayu yang masih bermanfaat, kadang masih dipilah oleh petugas kami. Kalau yang tidak bisa diolah, kami angkut ke TPST Bantar Gebang,"tutur Hariyanto.
Pengamat tata kota Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengatakan, sisa pepohonan itu semestinya bisa diolah kembali sebagai media tanam atau pupuk kompos. Menurut dia, Indonesia bisa menjadikan Singapura dan Australia sebagai acuan dari sistem pengolahan ini.
"Hal ini memungkinkan bila berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan dinas terkait saling bekerja sama. Sisa pepohonan berupa batang besar, misalnya, bisa dimanfaatkan sebagai bibit pohon dengan cara stek batang," kata Nirwono. (ADITYA DIVERANTA)