Ukuran Kompetensi Sesuai Aturan Nasional
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan kompetensi organisasi kemasyarakatan dan kelompok masyarakat diperhitungkan sesuai aturan nasional. Perhitungan kompetensi ini dilakukan sebelum mereka menerima dana swakelola dari DKI Jakarta.
Pemprov DKI juga memastikan, tenaga ahli akan disediakan untuk mendampingi masyarakat. Seluruh parameter kompetensi ini diatur sesuai dengan peraturan nasional.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengikuti Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. DKI Jakarta akan menerbitkan ketentuan selanjutnya untuk mengatur pelaksanaan dana swakelola.
Anies menyebut, mekanisme ini sebagai kegiatan pembangunan partisipatif yakni melibatkan masyarakat dalam kegiatan pembangunan.
“Dalam peraturan yang lama, proses pembangunan itu tidak memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat. Alhamdulillah dengan peraturan baru ini memungkinkan adanya partisipasi masyarakat,” kata Anies usai peresmian pembangunan Gelanggang Remaja Kecamatan dan Rehabilitasi Prasarana Olahraga di Utan Kayu, Matraman, Jakarta Timur, Jumat (15/2/2019).
Selama ini, kata Anies, kegiatan gotong royong di masyarakat tidak didanai oleh negara. Lewat aturan ini, kegiatan bisa dikerjakan dengan gotong-royong antara pihak pemerintah dan juga masyarakat. Sejumlah organisasi kemasyarakatan yang dapat mengelola dana swakelola ini di antaranya RT, RW, PKK dan LMK.
Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa DKI Jakarta Blessmiyanda memastikan, kompetensi akan tetap menjadi perhitungan dalam pengucuran dana swakelola tersebut. Saat ini, banyak organisasi kemasyarakatan yang terbukti mempunyai kompetensi.
Ia menyebutkan seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di bidang kesehatan, Yayasan Institut Kesenian Jakarta, Ahli Gizi Indonesia, dan Lembaga Bantuan Hukum. “Kami sudah sering mengadakan kerjasama juga dengan organisasi yang profesional ini, namun belum dibentuk lembaga seperti sekarang ini,” katanya.
Untuk kelompok masyarakat lain, kata Blessmiyanda, juga akan ada tenaga ahli yang mendampingi kelompok masyarakat. Anggaran untuk tenaga ahli ini pun tersedia. Misalnya, untuk proyek pengerasan jalan maupun pertanian perkotaan. Adapun kelompok masyarakat akan melaksanakan pekerjaan yang sesuai kompetensinya.
Terkait pertanggungjawaban anggaran, Blessmiyanda menilai tak akan ada masalah. Sebab pertanggungjawaban anggaran ini tetap di bawah pejabat pembuat komitmen satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Sehingga seluruh kegiatan ini tetap berada di bawah kendali SKPD.
“Ini akan seperti kontrak dengan vendor, tetap akan ada termin, harga barang sesuai harga nilai pasar hingga batas waktu pengerjaan,” katanya.
Seluruh ketentuan yang akan diterbitkan dalam peraturan gubernur (Pergub) dana swakelola ini akan mengikuti Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah dan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) Nomor 8 Tahun 2018 tentang pedoman swakelola.
Peraturan LKPP tersebut sudah mengatur secara ketat mengatur syarat organisasi dan kelompok masyarakat yang dapat mengelola dana swakelola. Peraturan gubernur yang sedang disusun ini akan jadi turunan dari peraturan-peraturan itu, di antaranya meliputi standar operasional pelaksanaan dana swakelola tipe III (Ormas) dan IV (kelompok masyarakat) untuk DKI Jakarta.
Tahun ini
Blessmiyanda mengatakan, dana swakelola ini sudah bisa dikucurkan mulai tahun ini tanpa memerlukan perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta. Namun, hanya untuk kegiatan-kegiatan yang sesuai persyaratan.
Sebab, 70 persen komponen belanja langsung DKI Jakarta sudah non-tender, yang bisa untuk penunjukkan langsung dan dana swakelola.
“Jumlah terbesar dalam komponene ini adalah dana swakelola. Sebenarnya swakelola di SKPD ini sudah ada sejak puluhan tahun, namun selama ini swakelola untuk tipe I. Baru Tipe III dan IV baru tahun ini,” katanya.
Anggaran swakelola ini diusulkan sejak awal perancangan APBD, yaitu sejak musyawarah perencanaan dan pembangunan (Musrenbang). Kegiatan-kegiatan yang disetujui ini akan dibagi dalam cadangan swakelola dan pihak ketiga di SKPD terkait.
Tahapan selanjutnya adlaah pembahasan Kebijakan Umum APBD dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS). Baru setelah KUA-PPAS disetujui, ditetapkan sasaran kelompok masyarakat penerima. Barulah nanti masyarakat sasaran dapat mengajukan proposal sesuai rencana anggaran yang sudah ditetapkan tersebut.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi masih mempertanyakan efektifitas dana swakelola ini. Menurutnya, mekanisme ini rentan anggaran tak mencapai sasaran.
Ia menilai pelibatan masyarakat idealnya hanya di tahap perencanaan pembangunan dengan menyerap usulan masyarakat, sedangkan pelaksana dan pengelola tetap pada pemerintah. (IRE)