SLEMAN, KOMPAS — Pembangunan New International Yogyakarta Airport atau Bandara Kulon Progo diyakini bisa mulai beroperasi pada April 2019. Bandara ini bakal melayani rute penerbangan internasional.
”Luar biasa pembangunan yang dimulai secara fisik sejak November (2018) lalu. Dalam waktu lebih kurang empat bulan, volume yang dihasilkan luar biasa,” kata General Manager Bandara Adistujipto PT Angkasa Pura I Agus Pandu Purnama, di Hotel Royal Ambarrukmo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (16/2/2019).
Pandu mengungkapkan, saat ini, progres pengerjaan areal penerbangan di bandara baru tersebut sudah mencapai 69 persen. Pihaknya optimistis penyelesaian segmen tersebut rampung dan dioperasikan awal April.
”Dari sisi udara atau airside, kami akan mengupayakan perkembangannya mencapai 100 persen,” ucap Pandu.
Pandu mengungkapkan, pembangunan fisik, termasuk terminal penerbangan, memang masih belum sepenuhnya selesai. Berdasarkan target, bandara bisa beroperasi penuh pada Desember 2019. Saat ini, perkembangannya baru sekitar 35 persen. Namun, ia meyakini, layanan yang diberikan tetap berkelas internasional sesuai dengan status bandara tersebut.
”Memang belum 100 persen, tetapi bisa melayani penerbangan internasional. Kenyamanan penumpang sudah dipikirkan semuanya,” ujar Pandu.
Ia menyebutkan, penerbangan internasional di bandara baru merupakan hasil pemindahan rute penerbangan dari Bandara Internasional Adisutjipto DIY. Setiap hari, ada enam penerbangan internasional yang menuju Malaysia dan Singapura.
”Untuk sementara, kami memindahkan rute internasional dari Bandara Internasional Adisutjipto. Ke depan, mungkin akan berkembang membuka rute baru. Prinsipnya, kami sudah siap menerima direct flight,” kata Pandu.
Sementara itu, Project Manager Proyek Pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta PT Angkasa Pura I Tauchid Purnomo Hadi menyampaikan, mitigasi bencana telah disiapkan di bandara tersebut. Infrastrukturnya didesain mampu menahan gempa bumi berkekuatan 8,8 skala Richter.
”Kami juga menyediakan lantai 2 untuk setiap bangunan. Tingginya sekitar 15 meter dari lantai 1. Ini untuk evakuasi jika terjadi tsunami setinggi 12 meter. Lantai dua juga dilengkapi listrik dan sarana air bersih,” tutur Tauchid.
Selain itu, lanjutnya, pihaknya juga bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo untuk menyiapkan vegetasi berupa cemara udang sebagai pembatas antara bandara dan laut. Pembatas itu nantinya berfungsi untuk meredam terjangan air laut memasuki area bandara.
Transportasi umum
Pandu menyatakan, moda transportasi umum yang dapat digunakan untuk mengakses bandara adalah bus dan kereta api. Penumpang dari Yogyakarta bisa menggunakan kereta api menuju Stasiun Wojo di perbatasan antara Kulon Progo dan Purworejo. Setelah itu, penumpang melanjutkan perjalanan menggunakan shuttle bus Perum Damri menuju bandara.
”Jarak antara stasiun dan bandara sekitar 5 kilometer. Nanti, perjalanan selanjutnya bisa ditempuh dengan bus dalam waktu 5-10 menit. Ini sudah pernah dicoba. Lama perjalanan kereta api dari Yogyakarta 40-45 menit,” ujar Pandu.
Kepala Divisi Operasional Perum Damri Suyanto menyatakan, jumlah armada shuttle bus yang akan dikerahkan belum bisa dipastikan. Ia masih harus melihat terlebih dahulu permintaan penumpang. ”Kalau penumpangnya banyak, kami akan layani sesuai dengan permintaan,” katanya.
Akan tetapi, Suyanto menyampaikan, saat ini belum ada rute perjalanan langsung dari Yogyakarta menuju Bandara Kulon Progo. Pihaknya masih akan melakukan survei penentuan titik penjemputan penumpang.