CEO Rappler Tuduh Pemerintahan Duterte Bersikap Diktator
Oleh
MYRNA RATNA
·2 menit baca
MANILA, JUMAT -- Pemimpin situs berita Rappler, Filipina, Maria Ressa, yang bebas bersyarat, Jumat (15/2/2019), menuduh pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte bersikap seperti diktator dan memperalat hukum untuk membungkam pihak-pihak yang beroposisi.
Maria Ressa, jurnalis yang beberapa kali memperoleh penghargaan internasional dan tahun lalu termasuk dalam daftar "Persons of the Year" pilihan majalah Time, ditahan pada Rabu lalu. Ia ditahan terkait gugatan pebisnis Wilfredo Keng atas artikel yang ditulis tahun 2012.
Dalam artikel yang didasarkan laporan intelijen itu, Keng dikaitkan dengan jaringan narkoba, penyelundupan manusia, dan kasus pembunuhan. Persoalannya, Ressa ditahan berdasarkan UU Pencegahan Kejahatan Siber yang belum berlaku saat artikel itu diterbitkan.
Sebelum Duterte berkuasa, gugatan yang dilayangkan Keng sudah ditolak Biro Penyelidikan Nasional. Namun, gugatan itu muncul kembali saat Duterte berkuasa.
"Ini adalah undang-undang yang dipersenjatai. Saya pernah bekerja di bawah pemerintahan yang otoriter, bahkan saat itu aturannya lebih jelas dibandingkan apa yang kita miliki sekarang," kata Ressa dalam wawancara dengan kantor berita Associated Press.
Sejak terpilih sebagai presiden pada 2016, Duterte secara terbuka menyerang para jurnalis yang mengkritik pemerintahannya, khususnya kebijakan pemerintah memerangi narkoba yang telah menewaskan ribuan orang. Rappler adalah salah satu media yang secara intensif menyoroti kebijakan Duterte itu.
Ini adalah undang-undang yang dipersenjatai.
Jubir pemerintah menyatakan, penahanan Ressa tidak berkaitan dengan isu kebebasan pers, namun sebagai prosedur standar dalam menanggapi gugatan.
Tetapi, Ressa menilai, penangkapan dirinya sebagai bagian dari rencana besar pemerintah untuk mengintimidasi pers. "Jika pemerintah ingin membuat saya merasa bahwa mereka mampu mengontrol saya, pesan itu disampaikan dengan sangat jelas," kata dia.
Ressa menekankan pentingnya kebebasan pers sebagai pilar demokrasi. "Yaitu, ketika setiap rakyat Filipina memperoleh akses terhadap informasi dan fakta," lanjut dia.
Ketua Umum Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Uni Lubis menyesalkan tindakan kriminalisasi atas Maria Ressa. Dalam siaran pers yang dikeluarkan FJPI, Kamis (14/2/2019), Uni menyatakan, tindakan aparat hukum menggunakan artikel jurnalistik yang dipublikasikan tahun 2012 menunjukkan sikap otoriter kekuasaan terhadap media yang dianggap kritis terhadap pemerintah.
Uni menambahkan, ia sudah berkoordinasi dengan anggota Dewan Pers Nezar Patria, agar Dewan Pers dapat bersikap atas penahanan Maria Ressa. "Karena ini kriminalisasi jurnalis dan produk jurnalistik", tegas Uni.