JEMBER, KOMPAS — Warga Kecamatan Silo, Jember, dan Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, sepakat menandatangani prasasti sebagai bentuk penolakan terhadap segala jenis pertambangan. Penolakan tambang tidak hanya untuk industri tambang, tetapi juga usaha pertambangan rakyat yang legal ataupun ilegal.
Komitmen tersebut ditandatangani tokoh-tokoh masyarakat Silo dan juga sejumlah pejabat Pemerintah Kabupaten Jember, antara lain Bupati Jember Faida, Kepala Kepolisian Resor Jember Ajun Komisaris Besar Kusworo, serta Wakil Bupati Jember sekaligus tokoh masyarakat Silo, Muqit Arif. Prasasti tersebut menjadi penanda komitmen warga dan pemerintah untuk menolak segala jenis pertambangan di Silo.
Ketua Forum Masyarakat Silo Hasan Basri yang ikut menandatangani prasasti tersebut mengatakan, penolakan pertambangan tidak hanya karena masyarakat Silo ingin melindungi lahan pertanian dan perkebunan, tetapi juga karena lahan di Silo sebagai penyedia oksigen, penahan longsor, dan penyedia cadangan air untuk masyarakat luas hingga turun-temurun ke anak cucu.
”Karena itu, ke depan, kalau ada penambang ilegal, juga harus ditolak. Kalau ada warga yang diajak menambang diam-diam secara ilegal, jangan pernah mau,” kata Hasan di hadapan warga yang hadir dalam tasyakuran atas pencabutan wilayah izin usaha pertambangan dan wilayah izin usaha pertambangan khusus di Silo, yang digelar di halaman gudang PT Perkebunan Nusantara XII, Kebun Silo Sanen, Desa Pace, Kecamatan Silo, Jumat (15/2/2019).
Karena itu, ke depan, kalau ada penambang ilegal, juga harus ditolak. Kalau ada warga yang diajak menambang diam-diam secara ilegal, jangan pernah mau.
Menurut Hasan, pertambangan ilegal yang melibatkan warga sebagai petambang rakyat dapat menjadi masuknya industri pertambangan yang legal. Alasan penataan petambang-petambang liar bisa dijadikan celah masuknya perusahaan tambang berizin.
Kepala Polres Jember Ajun Komisaris Besar Kusworo yang juga hadir dalam tasyakuran tersebut mengingatkan warga bahwa penambangan ilegal memiliki konsekuensi hukum. Kesempatan kemarin ia gunakan untuk menyosialisasikan beberapa aturan hukum terkait dengan pertambangan dan juga ancaman hukuman apabila warga melakukan penganiayaan terhadap pelaku tambang ilegal.
”Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 158 diatur bahwa siapa pun yang melakukan penambangan liar bisa dipenjara maksimal 10 tahun dan denda Rp 10 miliar. Karena itu, jangan sekali-kali melakukan penambangan liar,” ujarnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 158 diatur bahwa siapa pun yang melakukan penambangan liar bisa dipenjara maksimal 10 tahun dan denda Rp 10 miliar. Karena itu, jangan sekali-kali melakukan penambangan liar.
Dalam Pasal 158 UU No 4/ 2009 tentang Pertambangan Minerba tersebut dijelaskan, pertambangan liar yang dimaksud ialah usaha pertambangan tanpa izin usaha pertambangan, izin usaha pertambangan khusus dan izin pertambangan rakyat.
Ia juga mengimbau kepada warga yang menemukan petambang liar untuk tidak main hakim sendiri. Ia berharap warga melaporkan kepada kepolisian karena main hakim sendiri dapat dikenai pidana sesuai dengan Pasal 351 dan Pasal 370 KUHP.
Hal itu ditekankan Kusworo karena pada November 2018 pernah terjadi kasus penghadangan oleh masyarakat Silo. Saat itu, sejumlah petugas dari Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur bersama tiga calon investor dari China kedapatan hendak melakukan survei lokasi tanpa izin. Beruntung tidak ada korban dari peristiwa tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, Bupati Jember Faida menegaskan, Pemerintah Kabupaten Jember telah menyiapkan skema pengembangan ekonomi bagi masyarakat Silo. Sektor perkebunan dan pertanian menjadi fokus perhatian pemerintah bagi masyarakat di sana.
Secara konkret, hal itu akan diwujudkan dengan mengeluarkan Silo sebagai wilayah pertambangan dalam Perda RTRW Jember 2015-2035. Celah revisi Perda RTRW yang dapat dilakukan satu kali dalam lima tahun dijadikan upaya untuk mengubah kawasan Silo dari wilayah pertambangan menjadi wilayah pertanian dan perkebunan.
”Pemerintah Kabupaten Jember juga akan menggandeng DPRD Jember untuk melahirkan peraturan daerah yang mengatur bahwa Silo masuk dalam zona Perkebunan dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,” ujarnya.
Pemerintah Kabupaten Jember juga akan menggandeng DPRD Jember untuk melahirkan peraturan daerah yang mengatur bahwa Silo masuk dalam zona Perkebunan dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Faida juga kembali menjanjikan adanya kredit usaha rakyat bagi pengembangan produk pertanian dan perkebunan masyarakat Silo. Ia yakin, upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perkebunan dan pertanian merupakan salah satu cara untuk membentengi warga dari pertambangan.