Warga Silo Gelar Syukuran Pencabutan Izin Pertambangan Emas
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·2 menit baca
JEMBER, KOMPAS — Pencabutan Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus di Silo, Jember, Jawa Timur, disambut gembira oleh warga Silo. Salah satu ungkapan syukur tersebut diwujudkan dengan menggelar tasyakuran bersama warga dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kabupaten Jember.
Tasyakuran dipusatkan di halaman gudang PT Perkebunan Nusantara XII Kebun Silo Sanen, Desa Pace, Kecamatan Silo, Jumat (15/2/2019). Pantauan Kompas di lokasi tasyakuran, ratusan warga sudah memadati lokasi sejak pukul 13.00, adapun rombongan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kabupaten Jember baru datang sekitar pukul 14.00 dan langsung di sambut dengan lantunan selawat.
Hadir dalam tasyakuran tersebut Bupati Jember Faida, Wakil Bupati Jember Muqit Arif, Kepala Kepolisian Resor Jember Ajun Komisaris Besar Kusworo, dan beberapa pejabat lain. Mereka memberi judul tasyakuran itu: ”Perjuangan rakyat Silo bersama bupati berhasil mendesak Menteri ESDM mencabut lampiran IV dari SK Menteri ESDM No 1082 K/30/MEM/2018 tertanggal 23 April 2018 tentang WIUP Blok Silo".
Selain membacakan ayat-ayat suci Al Quran dan melantunkan selawat, jamaah yang hadir juga merayakan syukuran lewat makan bersama. Jamaah yang hadir dibagikan koran lokal yang memuat pemberitaan tentang sejarah panjang perjuangan masyarakat dalam menolak tambang.
”Kami menyiapkan ini secara mendadak. Ini salah satu wujud syukur kepada Allah atas dicabutnya keputusan menteri terkait dengan pertambangan di blok Silo,” ujar Ketua Forum Masyarakat Silo Hasan Basri.
Kami menyiapkan ini secara mendadak. Ini salah satu wujud syukur kepada Allah atas dicabutnya keputusan menteri terkait dengan pertambangan di blok Silo.
Hasan mengatakan, tasyakuran ini bukanlah yang pertama digelar. Sebelumnya, di beberapa tempat dan di sejumlah mushala, tasyakuran serupa digelar dalam kapasitas yang lebih kecil.
Sementara Kepala Desa Pace Farohan mengatakan, sekarang warga bisa sedikit lega. Ia menyebut ibu-ibu sudah bisa mengusap air matanya dan tersenyum. ”Sejak Agustus, warga menangis karena takut lingkungannya rusak. Mereka khawatir lingkungannya rusak seperti daerah bekas tambang di Kalimantan,” ujarnya.
Dalam kegiatan tersebut, banyak dialog terjalin antara tokoh-tokoh masyarakat dan masyarakat. Tawa dan seruan syukur kerap tampak dalam kegiatan tersebut. Hingga berita ini diturunkan, pertemuan dan tasyakuran bersama warga Silo masih berlanjut.