Tolak Rencana Negosiasi Ulang, Parlemen Inggris Kirimkan Sinyal Buruk
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
LONDON, JUMAT - Mayoritas Anggota Parlemen Inggris menolak proposal yang diajukan Perdana Menteri Inggris Theresa May tentang rencana Pemerintah Inggris bernegosiasi ulang dengan Uni Eropa, Kamis (14/2/2019) waktu setempat. Kekalahan May itu lebih bersifat simbolis dan tidak memiliki kekuatan hukum.
Namun, hal itu menunjukkan perpecahan yang mendalam antara Anggota Parlemen Inggris. Mereka belum saling setuju bagaimana atau apabila Inggris akan keluar dari UE. Di sisi lain, penolakan itu akan mengirimkan sinyal buruk kepada para pimpinan UE tentang ketidakkonsistenan Parlemen Inggris.
Pada November 2018, sebuah kesepakatan Brexit telah ditandatangani UE dan May. Namun, kesepakatan itu ditolak Parlemen Inggris pada Januari 2019 karena dianggap merugikan Inggris.
Dalam pemungutan suara pada Kamis kemarin, rencana negosiasi ulang dengan UE ditolak anggota parlemen, 303 suara dibanding 258 suara. Selain penolakan dari Oposisi Partai Buruh, ada juga anggota pendukung garis keras Brexit dari Partai Konservatif, yang tergabung dalam The European Research Group (ERG), yang memilih abstain atau tidak memberikan suara.
Anggota pendukung keras Brexit itu mengatakan, pemungutan suara pada Kamis kemarin berupaya mencegah terjadinya Brexit tanpa kesepakatan dengan UE. Namun, mereka menganggap langkah itu merusak posisi tawar Inggris.
"Anggota parlemen dari kubu Partai Konservatif tidak boleh diasosiasikan kepada opsi bahwa Brexit tanpa kesepakatan akan dicegah. Hal itu akan mengirim sinyal yang buruk. Kami telah bernegosiasi dengan pemerintah untuk menggunakan istilah kata yang lebih netral. Namun, hal itu tidak memungkinkan, jadi kami memilih abstain," tutur Steve Baker, Anggota Parlemen dari Partai Konservatif.
Sinyal buruk
Menteri Perdagangan Inggris Liam Fox memperingatkan, kekalahan May dalam pemungutan suara Kamis kemarin justru akan mengirim sinyal buruk kepada pimpinan UE bahwa Parlemen Inggris tidak konsisten. "Mereka sedang melihat apakah Parlemen Inggris menunjukkan konsistensi," kata Fox, yang merupakan pendukung Brexit.
Kekalahan May dalam pemungutan suara Kamis kemarin justru akan mengirim sinyal buruk kepada pimpinan UE bahwa Parlemen Inggris tidak konsisten.
Dua pekan lalu, Parlemen Inggris setuju mengirim May kembali ke Brussels untuk negosiasi ulang terkait isu perbatasan antara Irlandia Utara (yang merupakan bagian dari Inggris) dan Irlandia (yang merupakan bagian dari UE).
Parlemen Inggris juga setuju memastikan Brexit tanpa kesepakatan dengan UE tidak akan terjadi, tanpa memberikan penjelasan bagaimana caranya hal itu dapat dihindari. Namun, di sisi lain, May menolak mematuhi instruksi itu.
Inggris punya waktu kurang dari dua bulan hingga tenggat waktu implementasi Brexit yang ditetapkan pada 29 Maret 2019. Sebagian besar pelaku usaha takut, terjadinya Brexit tanpa kesepakatan dapat merusak hubungan bisnis antara Inggris dan UE.
Sebagian besar pelaku usaha takut, terjadinya Brexit tanpa kesepakatan dapat merusak hubungan bisnis antara Inggris dan UE.
Kepada parlemen, Menteri Inggris Urusan Brexit Stephen Barclay menyampaikan dua opsi mencegah terjadinya Brexit tanpa kesepakatan. Pertama, mendukung kesepakatan Brexit yang telah disetujui May dan UE. Kedua, membatalkan hasil referendum pada 2016, di mana mayoritas rakyat Inggris memilih untuk keluar dari UE.
Terhadap kedua opsi itu, May berulang kali menegaskan pentingnya Pemerintah Inggris menghormati keputusan rakyat.
Harus adil
Juru Bicara Kantor Perdana Menteri menyampaikan, May akan terus melanjutkan rencanana negosiasi ulang dengan UE. May akan memastikan Brexit dapat dilaksanakan tepat waktu pada 29 Maret 2019.
May percaya, anggota partainya, meskipun memilih untuk abstain pada pemungutan suara kemarin, tetap mendukung upayanya bernegosiasi ulang dengan UE.
Beberapa hari lalu, Kanselir Jerman Angela Merkel menyatakan, UE harus mencegah terjadinya Brexit tanpa kesepakatan. "Kami sepakat bahwa kami harus melalukan segalanya agar Brexit dilaksanakan secara tertib. Kesepatakan itu harus adil dan dapat diimplementasikan dengan baik. Masih ada beberapa pekerjaan rumah ke depan," ujarnya, Rabu (13/2/2019) waktu Berlin.
Namun, sebanyak 27 negara anggota UE lainnya menolak bernegosiasi ulang. Mereka kesal terhadap pertengkaran antara Anggota Parlemen Inggris dan Pemerintah Inggris untuk melakukan perubahan pada menit terakhir. Mereka juga menuntut Inggris menawarkan proposal yang tegas. (AP/REUTERS)